Pondasi yang kokoh
Pendekatan berikutnya ialah pendampingan, bak ahli bangunan. Kita dapat menggali gagasan tentang bangunan dalam kitab suci. Suatu bangunan akan berdiri kokoh, bila memiliki struktur yang kuat.
Ingatkah Anda kisah tentang dua macam dasar dalam injil Matius (7:24-27)? Ya, dasar yang tak terguncangkan oleh hujan dan badai ialah iman.
Juga St. Paulus dalam Efesus 2:20 berbicara perihal pondasi jemaat, “Yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Yesus Kristus sendiri sebagai Batu Penjurunya.”
Umat sebagai bangunan mesti dibangun di atas pondasi yang kokoh. Ketika ia menyebutkan batu penjuru sebenarnya ia hendak menjelaskan bahwa suatu bangunan harus memiliki batu pondasi yang paling besar yang ditempatkan pada bagian sudut bangunan untuk menghubungkan tembok.
Selain batu penjuru, juga ada pondasi-pondasi lain.
Pondasi yang kokoh itu terdiri dari pribadi-pribadi yang memiliki iman dan tanggung jawab yang penting. Mereka harus menopang berdirinya bangunan.
Memang demikian bukan untuk mendirikan suatu bangunan? Mulai dengan pondasi, tiang pokok dan kerangka yang tangguh. Dengan struktur yang kuat dan proporsional, proses pembangunan akan lebih mudah.
Pentingnya pioneer atau pentholan
Pendampingan orang muda pun demikian.
Dalam suatu keadaan dimana kaderisasi merupakan hal yang mendesak, pendekatan ini cocok untuk diterapkan. Selain itu jarak tinggal antara OMK yang jauh (diaspora) atau terbatasnya sumber daya manusia membuat pendamping perlu memikirkan segi efektivitas pembinaan.
Pendekatan ini sesuai juga bagi para pendamping yang memiliki keterbatasan waktu dalam membina OMKnya.
Pembina memulai pendampingan dengan mengumpulkan pribadi-pribadi yang dinilai kelak dapat menjadi penopang bagi perkembangan OMK di sana.
Lewat suatu observasi singkat, pembina mulai memetakan komposisi teamwork yang diharapkan dapat menjadi pondasi bagi pertumbuhan OMK selanjutnya. Harus diingat agar pembina sebisa mungkin menemukan pribadi-pribadi yang setidaknya bisa diterima oleh aneka pihak supaya kelak memudahkan gerak pengorganisasian OMK. Akan lebih bijak bila hal ini didukung oleh pengurus lingkungan, wilayah atau kalangan orang tua.
Dalam pendekatan ini, pembina tak bersibuk ria dengan banyak orang (kuantitas) tetapi fokus kepada beberapa orang (kualitas).
Kepada beberapa orang inilah sang pembina mengarahkan pembinaan. Ia mulai menegakkan struktur OMK. Mereka dibawa pada pembelajaran tentang kepemimpinan. Ia membekali mereka dengan aneka kemampuan. Misalnya di ajari tehnik memimpin pertemuan orang muda secara kreatif (bdk. buku Bermain bersama Yesus. Aktivitas Kreatif untuk Membangun Kebersamaan, terbitan Rumah Dehonian).
Selain itu, pembina pun membekali mereka dengan pemahaman iman yang benar. Walaupun demikian perhatian kepada orang muda Katolik yang lain jangan diabaikan.
Namun harus disadari bahaya ekkslusivitas dari beberapa orang muda yang senantiasa didampingi oleh sang pembina. Ada tendensi kelompok ini bisa berkembang menjadi kelompok yang elit dan merasa hebat ketimbang orang muda lainnya.
Akibatnya, justru tidak merangkul dan melayani rekan-rekan yang lain malahan memisahkan diri. Untuk itu, suatu saat, pembina dapat memberi proyek untuk menerjunkan mereka ke OMK lainnya. Misalnya, mereka ditugasi untuk mengelola suatu kegiatan OMK dengan berperan sebagai fasilitator atau panitianya.
Yesus pun demikian, ketika Ia mengumpulkan kelompok dua belas (rasul). Setelah membekali para murid, Ia mengutus mereka untuk bermisi. Projek semacam ini sekaligus menjadi batu uji atas kemampuan mereka.
Seri Pastoral OMK 6: Gembala Purna Waktu dalam Memulai Suatu Komunitas
Catatan untuk pembina
- Ia memiliki visi dan idealitas yang jelas. Pembina membantu mereka memiliki gambaran bangunan yang kelak akan ditempati. Pembina mengajak para pioneer OMK untuk melihat masa depan dengan jelas dan optimis atas apa yang tengah mereka buat saat itu.
- Ia membangun self image yang positif supaya juga dapat membantu para pioneer menemukan gambaran kepemimpinan dalam diri mereka.
- Ia berusaha membangun komunikasi dengan baik dan inklusif. Komunikasi yang baik mampu menginspirasi para pioneer dan mengurai kebingungan khususnya ketika harus berhadapan dengan projek atau program kerja.
- Tentu ia mampu memilih bahan bangunan yang bermutu. Dengan lain kata, cermat terhadap pertumbuhan dan kualitas OMKnya serta selektif dalam menyediakan materi. (Berlanjut)