KUNJUNGAN Paus Fransiskus meninggalkan kenangan mendalam. Rasanya, tidak ada pemimpin agama dan pemimpin negara yang begitu dielu-elukan kedatangannya di negeri kita seperti Paus Fransiskus.
Tidak ada sosok yang begitu “menyihir” dan mempesona seperti beliau. Hanya dalam empat hari kehadirannya di Indonesia, ia menjadi “trending topic” di semua media. Ia menenggelamkan berita intrik dan dinasti politik yang kadang membuat jijik.
Prof. Komaruddin Hidayat, cendekiawan Muslim itu mengatakan: “Kunjungan Paus Fransiskus adalah “healing” untuk bangsa Indonesia.
Budiman Tanureja, pensiunan wartawan Kompas dan mantan pengasuh “Satu Meja” di Kompas TV, berkomentar: “Yang paling mengesankan dari kunjungan Paus ini adalah “genuine”, keasliannya”.
Dari seluruh sikap, penampilan, gaya dan pribadinya, Paus Fransiskus sungguh menampilkan pribadi yang otentik. Bukan kosmetik. Perilaku yang asli, bukan polesan.
Kalau begitu banyak yang terpesona karena jubah tuanya, sepatu hitamnya yang lusuh, makan nasi goreng di pesawat, duduk “di samping pak sopir”, da…da…da…da dari jendela mobil minivan yang terbuka.
Ya memang itulah Bapak dan Gembala kita. Ia yang sederhana dan begitu pula caranya menyapa kita.
Siapa pun yang beruntung bisa menjabat tangannya, melihat wajahnya dan meneriakkan namanya dari jarak dekat, hadir mengikuti misa di GBK atau streaming TV, pasti merasakan berkat dan aura kesuciannya.
Aura yang terpancar dengan asli, genuine, otentik. Bukan dalam wajah selebritis berparas tampan, tetapi wajah tua usia 87 tahun di kursi roda yang tetap ramah tersenyum dan merangkul semua.
Banyak orang Katolik kini bangga menjadi sebuah jemaat yang dipimpin oleh sosok seperti Paus Fransiskus. Kini mata dan hati umat terbuka dengan nyata, iman dan kesederhanaan itu ternyata bisa dahsyat menyapa.
Benar peribahasa Latin ini: verba docent, exempla trahunt. Artinya, “kata-kata memang mengajar. Namun tindakanlah yang memberi teladan”.
Homili, sambutan, dan ajaran Paus Fransiskus tentu berbobot. Namun karena ia melaksanakan apa yang diajarkannya itu maka teladan hidup, teladan kesederhanaan dan teladan keutamaannya sungguh bicara.
Dan didengarkan dengan sangat. Sebuah kesaksian hidup yang dashyat. Yang hanya mungkin berasal dari-Nya.
Kami lalu teringat pesan Bapak Kardinal Suharyo, ketika Pengurus Ikafite (Ikatan Alumni Filsafat Teologi Universitas Sanata Dharma) menghadap dalam audiensi mohon restu mau merayakan 60 tahun Konsili Vatikan II dari Oktober 2022 sampai Desember 2025 nanti.
Bapak Kardinal Suharyo berpesan: “Yang paling mudah kalau mau memperingati Konsili Vatikan II adalah meneladan saja apa-apa yang dikatakan dan dibuat oleh Paus Fransiskus. Tidak perlu seminar panjang lebar tentang ajaran Konsili. Cukup mencontoh saja yang sudah dilakukan Paus Fransiskus.”
Pesan Bapak Kardinal Suharyo ini, benar kita rasakan setelah kita mengalami sendiri kesan kedatangan Paus Fransiskus yang begitu mendalam.
Kami tunggu kehadiran Anda semua dalam bedah buku dan refleksi setelah Paus mengunjungi kita, dalam rekoleksi dan webinar yang akan kami selenggarakan pada hari Rabu, 11 September 2024 jam 19.00-21.30 WIB.
Kita sambut tulisan dan gagasan saudara kita Yustinus Prastowo dalam bukunya yang sungguh luar biasa: Gereja Yang Mendengarkan.
Kami jamin, Anda akan mendapat “santapan lezat” dari Yustinus Prastowo dalam rekoleksi dan webinar ini, sehingga setelah Paus datang, kita bisa mengatakan: siap Bapa Suci.
Vorrei fare chiasso come Lei ci insegna.
Kami mengundang Anda sekalian pada Rekoleksi Bulanan Ikafite, yang akan kami selenggarakan pada hari Rabu ini, 11 Agustus 2024; mulai pukul 19.00-21.30 WIB; dengan tema “Gereja Yang Mendengarkan. Bedah Buku dan Refleksi Pasca Kunjungan Paus”.
Tautan Zoom Meeting
https://telkomsel.zoom.us/j/97375726027?pwd=FDyG5vcSLIDZeekVexZVOCKhVGtqQc.1
Meeting ID: 973 7572 6027
Passcode: ikafite
Streaming YouTube Hidup-TV :
https://youtube.com/live/zasXtKBmiBg
Salam hangat kami
Pengurus Ikafite
