Seribu Hari Romo M. Dwijowandowo Pr, Imam Diosesan Pertama Keuskupan Tanjungkarang

0
193 views
Uskup Harun menabur bunga dan meletakkan lilin di atas nisan Romo Dwijopandowo Pr, imam diosesan pertama Keuskupan Tanjungkarang. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Semar yang Linu

Mengenang Romo Marcelinus Dwijopandowo Pr banyak kisah menarik yang tak terlupakan. Seperti kata pepatah, “Gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan nama.”

Sebuah nasihat agar kita melakukan hal yang baik supaya meninggalkan warisan yang baik pula. Itu telah dilakukan Romo Dwijo, panggilan akrabnya, semasa hidupnya. 

Itu dikatakan Uskup Keuskupan Agung Palembang sekaligus Administrator Apostolik Keuskupan Sufragan Tanjungkarang Mgr. Yohanes Harun Yuwono. saat pemberkatan nisan Romo Marcelinus Dwijopandowo Pr,  Senin, 3 April 2023 di Pemakaman DSM, Negeri Sakti, Kecamatan Pesawaran, Lampung.

Tiga tahun yang lalu, Romo Dwijo kembali kepada Sang Pencipta di Pastoran St. Yusup, Pringsewu, 30 Maret 2020. 

Hadir dalam pemberkatan nisan itu, Uskup Terpilih Keuskupan Tanjungkarang Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo beserta para romo dan frater.  

Tabur bunga di atas nisan makam Romo M. Dwijopandowo, imam diosesan pertama Keuskupan Tanjungkarang. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Selalu disegarkan

Romo Marselinus Dwijopandowo bukan karena hanya imam pribumi pertama diosesan Keuskupan Tanjungkarang, tetapi juga telah memberikan teladan dalam menghidupi iman dan sebagai gembala.

Selain itu, ia tak pernah berhenti menimba ilmu pengetahuan apa saja. Dengan begitu maka keberimanannya dan pengetahuannya selalu disegarkan.

Karakter

Uskup Harun menyebut karakter kuat yang disandang Romo Dwijo. Disiplin. Tak kenal kompromi. Kamus berjalan. Tempat orang bertanya. Seorang pribadi yg penuh reflektif.

Kita mengenalnya sebagai orang ‘kamar’, penyendiri, tetapi dengan kesendiriannya itu, ia merenung. Berefleksi. Tulisan-tulisannya juga bernas.

Makam Romo Dwijopandowo Pr di Kompleks Pemakaman Katolik DSM Tanjungkarang, Lampung. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)
Mgr. Harun memimpin ibadat di makam Romo Marcelinus Dwijopandowo Pr. (Sr. Fransiska Agustine FSGM)

Romo Dwijo membumikan yang asing, yang jauh. Namanya sendiri Marcelinus menjadi semar linu. Ini membudayakan, menghadirkan yang sulit, yang asing yang tidak kita kenal, menjadi akrab dengan kita.  

Barangkali kita tidak mengenal Marcelinus, tetapi kita mengenal semar. Itu hidup dalam budaya kita. Orang yang bukan Jawa pun mengenal siapa itu semar.  

Dengan rendah hati Romo Dwijo memotretkan dirinya sebagai semar, guru yang linu, yang tidak sombong, yang seakan-akan sakit, tetapi tidak mau dilayani.

“Romo Dwijo layak dijadikan teladan bagi para imam, religius, dan umat Allah,” tutur Uskup Harun.  

Di akhir Ibadat pemberkatan diadakan tabur bunga. Selain mendoakan Romo Dwijo, hari itu juga mendoakan jiwa Romo Joseph Gourdon dan Romo Vincent Le Baron.

Sore hari diadakan Misa Seribu Hari Romo M. Dwijopandowo di Gereja Katolik St. Yusup, Pringsewu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here