MEMBERI ampun, memaafkan, dan mengampuni orang yang bersalah adalah semangat dasar hukum kasih kristiani. Itu pula yang juga telah terumus dengan sangat indah dalam doa Bapa Kami: “Ampunilah kesalahan kami, seperti kami pun juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.
Pada Tahun Kerahiman Ilahi sepanjang kurun waktu 2015-206 ini, Paus Fransiskus telah mengajak seluruh umat katolik sedunia untuk mengalami ‘wajah Allah yang berbelas kasih” (misericodiae vultus) sebagaimana diuraikan dalam teks dokumen Vatikan dengan judul sama.
Menanggapi seruan Paus Fransiskus perihal harapannya agar dihapuskannya hukuman mati –kalau bisa selamanya dan kalau tak mungkin ya setidaknya selama Tahun Kerahiman Ilahi ini—politisi dan anggota DPR-RI Yoseph Umarhadi menyampaikan pendapatnya kepada Sesawi.Net sebagai berikut. (Baca juga: Hentikan Hukuman Mati, demikian Kata Paus tapi Tidak untuk Bandar Narkoba (1)
“Saya sependapat dengan materi dan spirit di bali seruan Sri Paus agar nantinya hukuman mati bisa dihapuskan dari sistem hukum sipil di banyak negara. Yang mau saya katakan adalah inti semangat kristiani di situ yakni ‘wajah’ Allah yang senantiasa bermurah hati, maha rahim, dan selalu memberi ampun kepada manusia yang berdosa dan melalukan kesalahan.”
The culture of life
“Kita pun sebagai orang katolik –sesuai semangat doa Bapa Kami—juga diajak memiliki spiritualitas yang sama: memberi maaf, pengampunan, kepada siapa saja yang bersalah kepada kita. Jadi, di balik seruan Sri Paus tersebut yang terbaca adalah Vatikan ingin menyerukan semangat budaya cinta kehidupan (the culture of life) ”
Tidak ada dasar teologis
“Mari sejenak kita mengingat cerita biblis dalam Perjanjian Lama yakni Kisah Kain dan Abel. Yang tersirat di situ adalah semangat bagaimana Allah mengajarkan kepada umatNya agar tidak menaruh dendam, melainkan semangat pengampunan dan pertobatan. Karenanya, manusia tidak berkuasa atas hidup-matinya orang lain.”
“Misi kita sebagai orang katolik sama yakni mempromosikan semangat cinta kehidupan dan mendorong orang untuk senantiasa bermurah hati memberi maaf dan pengampunan atas kesalahan, dosa, dan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan pihak lain. Dalam konteks itulah, menurut saya, seruan untuk tetap mempertahankan hukuman mati itu tidak punya dasar teologis yang meyakinkan.”
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)