Serviens in Humilitate

0
295 views
Ilustrasi: Mathias Hariyadi

Puncta 19.09.21
Minggu Biasa XXV
Markus 9: 30-37

DALAM dunia binatang, kekuasaan itu sangat vital, maka diperebutkan dengan segala kekuatan. Kalau kita melihat tayangan di Nat-Wild, keluarga kucing seperti harimau, singa, cheetah, macan tutul, cougar sering memperebutkan posisi siapa yang paling besar, berkuasa.

Kekuasaan itu berhubungan dengan aneka privilezs seperti memilih pasangan untuk meneruskan keturunan, daerah kekuasaan, dan berbagi makanan.

Mereka memperebutkan kekuasaan sampai berdarah-darah, bahkan harus meregang nyawa. Mereka yang kalah harus tersingkir dan pergi, tidak lagi diperhitungkan.

Dalam Injil, para murid juga bertengkar tentang siapa yang terbesar diantara mereka. Posisi atau kekuasaan lebih menarik daripada mendengar pengajaran Yesus tentang Anak Manusia yang harus menderita, mati di salib.

Sepanjang perjalanan, mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar diantara mereka.

Ingin menjadi yang terbesar itu tidak salah. Siapa pun orang pasti ingin menjadi yang terdahulu. Tetapi bagaimana caranya menjadi yang terbesar?

Antusiasme para murid untuk menjadi yang terbesar sampai terjadi pertengkaran ini menjadi kesempatan Yesus menjelaskan maksud pengajaran-Nya.

“Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya.”

Ajaran Yesus sangat kontradiktif, melawan arus, berlawanan dengan kecenderungan dunia.

  • Kalau ingin yang terdahulu, harus menjadi yang terakhir. Kalau ingin yang terbesar, harus menjadi seperti anak kecil.
  • Kalau ingin berkuasa, harus mau melayani.
  • Kalau kamu dibenci, dihina dan difitnah, kamu harus mengasihi, mengampuni dan mendoakan mereka.

Dalam kacamata Yesus, orang yang terbesar adalah mereka yang mau melayani, merendahkan diri.

  • Kebesaran bukan terletak pada status, jabatan atau kedudukan.
  • Kebesaran itu terletak pada kualitas pelayanan dan kepedulian pada sesama yang kecil.

Mereka yang punya hati besar adalah orang yang mau mendahulukan sesamanya.

Budaya mau antri

Salah satu contoh misalnya membiasakan budaya antri.

Dalam budaya itu nampak siapa yang berebutan dan siapa yang mau mengalah, mendahulukan orang yang lemah, renta, sakit, ibu hamil, difabel.

Sangat miris melihat orang saling berebutan, ingin menjadi yang terdahulu.

Contoh kecil, coba lihat di palang pintu kereta api. Seluruh badan jalan dipenuhi dengan kendaraan.

Orang berebut ingin yang terdepan, terdahulu.

Mereka cuek saja di belakangnya ada ambulan dengan sirine meraung-raung membawa orang kritis.

Menjadi yang terbesar itu dapat dinilai dari tindakan kita yang mau mendahulukan mereka yang lemah dan menderita.

Mari kita mulai dari hal-hal sederhana di sekitar kita.

Dengan menjadi pelayan, memang tidak dipandang oleh mata manusia, tetapi dihargai di mata Tuhan.

Parang Tritis di Pantai selatan.
Gunung Merapi di utara Yogya.
Bunda Teresa teladan pelayanan,
Mau mengabdi kaum miskin papa.

Cawas, melayani dengan hati…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here