JIKA sahabatmu memuji engkau ‘baik’, jangan dulu yakin bahwa engkau baik. Tapi jika musuhmu memuji engkau ‘baik’, yakin lah bahwa engkau (kemungkinan besar) memang baik.
Belajar tentang Yesus ternyata tidak pernah selesai. Demikian seorang Romo muda membatin. Sang romo baru saja ditahbiskan selama beberapa bulan berselang. Dengan semangat ’45, sang Romo melaksanakan tugas-tugasnya. Tetapi pikirannya yang masih hangat dengan proposisi-proposisi filosofis dan teologis kini disadarkan dengan sebuah pelajaran sederhana.
Malam itu dia berkunjung ke sebuah kampung di pedalaman untuk pemberkatan suatu pernikahan. Dia sampai di tempat acara satu jam sebelum perayaan ekaristi. Waktu yang ada ia sempatkan untuk bersendagurau dengan ketua umat (ketua lingkungan) sambil ngopi dan nge-teh tentunya.
Pelajaran tentang Yesus mulai ketika seorang bapak setengah berumur datang juga ke rumah ketua umat tersebut. Setelah basa-basi akhirnya sang bapak berujar.
“Pastor, yang menikah nanti itu adalah puteri saya. Sesudah pemberkatan saya mengundang Pastor untuk makan malam di rumah.”
“Oh, begitu ya,” jawab pastor muda itu singkat. “Nampaknya kandang babi yang sudah kosong itu punya bapak, ya?” goda sang Romo.
“Hehe…Pastor tahu aja,” kata bapak tersebut. “Tapi sebelumnya saya minta maaf Pastor,” sambungnya lagi.
“Memangnya kenapa, Pak?” tanya sang Romo.
“Saya tidak bisa ikut ke gereja untuk pemberkatan itu,” imbuh sang bapak. “Saya ini dukun kampung. Pemimpin agama tradisional di sini dan juga sekaligus tabib mereka. Ini jabatan yang diwariskan kepada keluarga kami sejak dahulu.”
“Gak apa-apa kok. Enggak dilarang masuk gereja,” kata sang Romo mendesak.
“Bukan itu soalnya, Pastor. Saya tidak tahan kena air kudus. Air kudus itu panas. Saya tidak sanggup. Dulu waktu istri dan anak-anak saya dipermandikan saya mengalami ini. Saya tidak sanggup. Air kudus itu terlalu kuat,” ujar sang bapak.
Sepanjang perayaan ekaristi pemberkatan pernikahan, si bapak yang dukun itu menyaksikannya dengan berdiri di pintu gereja. Dia memang tidak berani masuk ke dalam gereja.
Sesudah perayaan di gereja, sejumlah undangan makan bersama di rumah mempelai wanita (rumah pak Dukun). Pastor muda itu pun duduk berdampingan dengan pak Dukun sambil bercerita akrab. [Ah…Dasar sesama “Dukun”].
Oleh: Pastor Julius Lingga, OFM Cap
Sumber: Gema, Berita Paroki Tebet
Website: sanfransis.blogspot.com