Setan Penunggu Rumah

0
481 views
Ilustrasi - Doa pengusiran setan. (Ist)

Renungan Harian
Sabtu, 24 April 2021
Bacaan I: Kis. 9: 31-42
Injil: Yoh. 6: 60-69

BEBERAPA waktu lalu, lalu saya kedatangan tamu sepasang suami isteri. Mereka bertanya apakah saya bisa dan mau mengusir setan di rumah mereka.

Bapak itu bercerita bahwa rumah mereka hawanya panas. Semua orang di rumah mudah terpancing emosi. Bapak itu menuturkan apa pun -bahkan hal sepele yang seharusnya tidak menjadi sumber keributan- bisa menjadi sumber keributan yang besar.
 
Masih menurut bapak itu, bahwa semua orang di rumah itu bisa marah-marah tanpa sebab. Bukan hanya dirinya atau isterinya. Anak-anak dan asisten rumah tangganya pun bisa amat mudah terpancing emosi.

Selain soal emosi, di rumahnya banyak barang mudah jatuh dan pecah. Sudah banyak piring, gelas dan alat makan yang jatuh dan pecah.

Bapak itu bercerita bahwa dirinya memegang gelas hendak minum air putih entah bagaimana gelasnya bisa pecah.

Masih banyak hal lain yang tidak masuk akal terjadi di rumah mereka.
 
Ibu itu menyambung cerita suaminya, bahwa pernah ada tamu kerabatnya yang mengatakan ini.

Bahwa di rumah itu ada penghuninya yang tidak senang dengan keluarga itu sehingga mengacaukan agar keluarga itu menjadi hancur.

Kerabat mereka itu menganjurkan agar mencari pastor yang bisa mengusir setan.
 
Saya menyampaikan bahwa saya bukan pengusir setan, dan tidak punya keahlian dalam usir mengusir setan. Tetapi saya akan datang ke rumah mereka dan akan berdoa serta memberkati rumah mereka.
 
Pada hari yang sudah kami sepakati saya berkunjung ke rumah keluarga itu. Sesampai di rumah itu, saya bertemu dengan puterinya yang sedang duduk di teras.

Melihat saya datang, puterinya itu berteriak memanggil papanya. Tidak berapa lama papanya keluar dan spontan marah ke anak perempuannya: “Bagaimana sih kamu, pastornya kok tidak disuruh masuk? Masak sudah besar begitu saja tidak bisa, dasar tolol.”

Anak perempuan itu masuk ke dalam rumah dan terdengar suara pintu dibanting.
 
Setelah kami duduk dan ngobrol basa-basi, asisten rumah tangga datang membawa teh hangat untuk kami.

Saat bapak itu minum, spontan marah ke isterinya karena tehnya manis. Isteri memanggil asisten rumah tangga dan menegur kenapa tehnya bapak manis.

Asisten rumah tangga itu menjawab bahwa ibu meminta dibuatkan teh manis untuk bapak dan tamu.

Terjadi keributan di ruang tamu soal teh manis itu.
 
Setelah mereka reda dengan keributannya, saya mengatakan: “Bapak, maaf menurut saya di rumah ini tidak ada setan penunggu dan pengganggu.”

“Pastor kan lihat sendiri kami bisa ribut seperti ini, dan itu terjadi setiap hari,” bapak itu menjawab.

“Bapak, hawa panas dalam rumah ini sumbernya bukan setan penunggu, tetapi sumbernya karena tidak ada damai di rumah ini. Bapak, ibu, jangan mencari kambing hitam untuk hawa panas di rumah ini yang menjadi sumber keributan.

Sumber dari semua masalah ini, mohon maaf, menurut saya adalah tidak adanya saling menghormati di rumah ini. Maka, mulai sekarang belajar saling menghormati satu dengan yang lain.

Hal sederhana yang bisa dimulai adalah saling menyapa, selamat pagi atau selamat siang atau apapun dengan senyum, dan yang kedua semua belajar mendengarkan satu sama lain,” saya menjelaskan.
 
Saya mengajak semua anggota rumah berdoa bersama dan mengajak untuk saling bermaaf-maafan.
 
Betapa sering aku mencari kambing hitam untuk ketidakdamaian diriku atau keluargaku. Dan yang paling mudah dikambinghitamkan adalah setan penunggu.

Aku sering lupa bahwa kedamaian itu bersumber dari diriku sendiri yang selalu memancarkan damai bagi diriku dan orang lain.
 
Sebagaimana Jemaat Perdana hidup dalam damai, sebagaimana diwartakan dalam kisah para Rasul, bukan pertama-tama karena Saulus bertobat. Tetapi karena mereka hidup dan dibangun di dalam kasih.

“Jemaat itu dibangun dan hidup dalam takut akan Tuhan.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah aku meletakkan kedamaianku dalam diri orang lain?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here