Home BERITA Setia-Mu Jadi Tantanganku: Inilah Perjalanan Panggilanku Jadi Suster Biarawati (2)

Setia-Mu Jadi Tantanganku: Inilah Perjalanan Panggilanku Jadi Suster Biarawati (2)

0
Ilustrasi: para suster OSA di Biara Induk Ketapang tengah latihan bernyanyi. (Dok. Kongregasi OSA)

SEPULANG ke rumah, di malam hari, mereka duduk nonton bersama. Ayah-ibu, seperti biasanya nontonTV, dan Caca berbaring di pangkuan ayahnya, sedangkan ibu menyibukkan diri dengan kerjaan kerajinan tangan.

Caca menceritakan pengalamannya  kepada ayah, bahwa ia sudah berhasil bertemu teman-teman barunya. Ia juga berkisah bahwa di dalam bangunan Gereja Katolik itu ada anak-anak BIA dan misdinar.

Kini, Caca merasa diri sangat senang. Ia juga ingin ikut menjadi anak misdinar.

“Tapi, bolehkah itu, ayah?”

Ayahnya hanya terdiam membisu. Itu karena ayah dan ibu, meski sama-sama Kristiani, namun mereka masing-masing punya komunitas Gerejanya sendiri.

Sejak kecil, Caca ikut ibunya ke komunitas Gereja Kristen Protestan. Ayah Caca tidak pernah masuk komunitas Gereja isterinya. Ia tetap Katolik.

Waktu itu ayahnya hanya bicara begini. Caca silakan saja ikut bermain bersama mereka. Nanti kalau sudah besar, Caca boleh menentukan pilihanmu sendiri,” begitu perkataan ayahnya yang setiap hari selalu diingatnya sampai sekarang.

Caca selalu suka bercerita apa saja kepada ayahnya, setelah ia pulang bermain di halaman gereja Katolik bersama dengan teman-teman barunya. Ayahnya bereaksi senang sekali mendengarkan cerita anaknya.

***

Suatu hari, kedua orangtua Caca harus pergi keluar kota. Untuk itu, Caca kemudian dititipkan pada bibinya dari pihak ayah.

Malam itu, Caca ikut tidur dengan nenek ‘si pemakan sirih’, begitu nama julukanya.

“Nenek, malam ini Caca tidur di kamar nenek. Sebelum tidur, nenek buat apa?”

“Kita berdoa sayang. Nenek mau berdoa Salam Maria dan Kemuliaan ya.”

“Caca, ikuti nenek berdoa ya.”

“Iya, Caca ikut.”

Malam itu, untuk pertama kalinya Caca mulai belajar berdoa Salam Maria. Dan itu terus berulang setiap hari  selama satu pekan dia tinggal di rumah neneknya ketika ayah-ibunya harus pergi ke kota lain.

Caca belajar berdoa Salam Maria dan ia semakin bisa melakukannya sendiri.

Berikutnya, Caca mulai bertanya kepada neneknya.

“Nenek, Maria itu siapa?”

Nenek nulai menjelaskan, “Maria itu Ibunda Yesus, Ibu Caca juga.”

Malam itu, nenek menjelaskan hanya sedikit tentang siapa itu Bunda Maria. Meski demikian, kisah pendek tentang Ibu Maria itu telah ‘menancap’ kuat di benak Caca hingga ia selalu  ingat kisah pendek itu dari dulu sampai sekarang.  “Bunda Maria itu Ibunda Yesus,” begitu kira-kira Caca mengingatnya.

***

Beberapa tahun kemudian, Caca sudah tumbuh menjadi remaja. Seiring dengan perjalanan umurnya, dalam dirinya mulai tumbuh keinginan mau menjadi misdinar.

Tapi ada daya? Caca adalah penganut iman Kristiani dari Gereja Protestan. Ia bukan Katolik, maka ia juga tidak akan pernah mendapat kesempatan bisa menjadi misdinar seperti keinginan hatinya saat remaja.

Tepat tanggal 5 Mei 2005, Caca berhasil dibabtis menjadi Katolik dan itu terjadi atas kemauan Caca sendiri dan bukan desakan dari orangtuanya.

Orangtua Caca tidak tahu bahwa  Caca sudah dibabtis Katolik, karena yang bertanggungjawab atas pendidikan iman Caca adalah pamannya dari pihak ayah.

Sejak dibabtis dan menerima Komuni Pertaa, Caca merasa sungguh bahagia akhirnya bisa menjadi misdinar dan anak BIA. Dan itu menjadi kegembiraan besar baginya untuk akhirnya bisa terlibat aktif di Gereja Katolik.

***

Pada suatu malam, Caca bersama kedua orangtuanya tengah makan malam bersama dan Caca ingin mengatakan sesuatu kepada ayah-ibunya.

“Ayah-ibu, Caca mau bicara, bolehkah?”

“Bolehlah,” jawab ayahnya dengan santai.

“Caca punya cita–cita ingin menjadi seorang suster biarawati.”

“Apa? Biarawati? Apa itu biarawati?,” tanya ibunya.

“Ibu, biarawati itu suster di Gereja. Hidupnya untuk Gereja. Pelayanannya untuk Gereja.”

Ibu lalu membalikkan badannya  ke arah Caca dan bertanya: “Tidak adakah cita-cita lain selain hal itu? Misalnya jadi polwan, perawat, bidan, atau guru?”

“Ibu, Caca ingin tetap mau jadi suster biarawati.”

“Tidak. Pokoknya ibu tetap tidak setuju. Memang kamu pikir jadi suster enak? Kamu belum mengerti hidup. Itulah mengapa sejak dulu, Ibu tidak bisa izinkan kamu pindah masuk anggota Gereja Katolik dan harus ikut kelompok Gereja ibumu.”

Ibunya mulai marah dan menyalahkan suaminya.

Caca tidak mau ayahnya dimarahi ibu. (Berlanjut)

http://www.sesawi.net/setia-mu-jadi-tantanganku-inilah-perjalanan-panggilanku-1/

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version