Siap Menghadapi Kematian

0
405 views
Ilustrasi - (Ist)

Puncta 29.12.21
Rabu Oktaf Natal
Lukas 2: 22-35

BEBERAPA hari yang lalu, saya merayakan ekaristi untuk mengenang tujuh hari meninggalnya Pak Albertus Hariwiyanto, orang yang saya hormati seperti bapak sendiri.

Misa sangat privat hanya untuk keluarga.

Saat itu, Ibu Hari berkisah bagaimana kasih bapak sangat terasa di hari-hari akhir.

Bapak sudah cukup lama sakit syaraf di punggungnya. Namun rasa sakit itu tidak dikeluhkan. Ia berusaha menanggungnya sendiri dan tidak ingin merepotkan siapa pun.

Semua urusan pribadi dilakukan sendiri. Ia tidak ingin menyusahkan isteri dan anak-anak.

Ternyata Pak Hari sudah menyiapkan waktu untuk menghadap Tuhan. Hal ini diketahui oleh Sr. Agatha, anaknya yang mau mencari “geblaknya” atau hari peringatan arwah menurut kalender Jawa.

Ia membuka buku kumpulan doa arwah. Di halaman belakang ada hitungan geblak-hari peringatan. Ia heran ada tanda lingkaran pada hari Kamis Legi.

Ia mencocokkan hari saat bapaknya meninggal. Persis harinya Kamis Legi.

Ia bertanya siapa yang membuat lingkaran di buku itu. Seluruh keluarga tidak merasa menulis di hari Kamis Legi itu.

Ia diam tak bisa berujar sekecap pun. Pasti bapak sendiri yang melingkarinya.

Bapak sudah memilih sendiri hari untuk menghadap Tuhan. Ia sudah sangat siap bersatu dengan Allah di surga. Ia ingin merayakan kelahiran Yesus di rumah Bapa.

Ketika Yesus dipersembahkan di Bait Suci Yerusalem, Simeon menyambut-Nya.

Simeon adalah seorang yang saleh lagi benar hidupnya. Ia menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus menyatakan bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias.

Ketika Anak itu dibawa ibu-Nya, ia menyambut Yesus dan menatang-Nya sambil memuji Allah, “Sekarang Tuhan, biarkanlah hambamu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu.”

Simeon sudah melihat Sang Mesias, maka ia merasa damai dan siap mati. Keselamatan yang dijanjikan Tuhan telah datang. Ia siap pergi dalam damai sejahtera.

Simeon telah melihat Terang yang datang dari Tuhan yaitu Kristus yang telah hadir di Bait Suci.

Bagi orang percaya segala waktu adalah kesempatan untuk bersyukur. Baik hidup maupun mati adalah saat untuk memuji Tuhan.

Seperti Simeon setiap saat adalah waktu menantikan penyelamatan Tuhan.

Urip kuwi kudu urup, sebab urip kuwi ibarate kaya wong mampir ngombe.”

Hidup itu harus terus bernyala, menjadi terang bagi sekitarnya, karena hidup itu hanya sementara, ibaratnya seperti orang minum seteguk air saja.

Apa yang bisa kita buat bagi kebahagiaan sesama, selagi kita menyiapkan diri menyambut saat kematian kita nanti?

Jadilah cahaya supaya bisa menerangi kegelapan sekitarnya.

Angin semilir dari jendela,
Memberi kesejukan seluruh jiwa.
Hidup akan sangat berharga,
Jika kita mau berbagi dengan sesama.

Cawas, gunakan waktu sebaiknya…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here