Sindrom Cemas Bila Akhirnya Harus Jadi Perawan Tua

1
608 views
Ilustrasi - (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Selasa, 30 November 2021.

Tema: Kekuatan mendengar.

Bacaan

  • Rom. 10: 9-19.
  • Mat. 4: 18-22.

MENDENGAR. Tepatnya mendengarkan. Sebuah celah keterbukaan yang sanggup mendorong pribadi bergerak menuju titik yang lebih baik. Yang mungkin belum pernah terpikirkan.

Proses mendengarkan dengan hati yang terbuka mampu membawa orang pada wawasan hidup yang lebih nyata.

Mendengarkan dapat menginspirasikan dan mengusahakan hal-hal yang lebih dalam. Lebih adikodrati daripada hal-hal yang sekadar tampak nyata.

Apa yang tampak bukanlah sesungguhnya. Ia sekedar memberi “sinyal”.

  • Mendengarkan dengan praduga atau siap-siap memberi jawab dapat menggagalkan pemahaman apa yang dimaksud oleh lain.
  • Mendengarkan berarti membiarkan yang lain mengungkapkan sesuatu sampai selesai.

Dan dengan hati yang terbuka dalam proses pendengaran, orang bisa menanggapi lebih sesuai dan mengembangkan kedua belah pihak dalam tujuan yang sama.

Dengarkanlah.

“Mo, saya itu ragu-ragu.”

“Masalahnya apa?”

“Iya terhadap hidup, rumus saya tidak bisa mengambil keputusan apa yang mesti saya perbuat.”

“Kerja di mana?”

“Iya sekarang saya sedang naik daun. Ngomong-ngomong,  menjadi supervisor satu lembaga keuangan.”

“Lah, bukankah sebagai supervisor selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan yang kadang mendadak? Juga harus memutuskan dengan segera apa yang harus dilakukan. Kan sudah terlatih mempertimbangkan banyak hal dari segala segi; juga pertimbangan untung ruginya sebuah keputusan?”

“Iya sih, Romo. Bukan soal pekerjaan sih. Soal diri saya, hidup saya sendiri.”

“Gimana? Apa yang dirasakan?”

“Begini Mo. Kalau melihat dari sisi umur, saya seharusnya sudah berani memutuskan cara hidup. Apakah berkeluarga atau tidak. Bukan tidak ada yang dipilih. Teman  banyak Mo.  Saya yakin  bisa mendekati mereka. Apalagi sudah mapan ekonomis, Mo.”

“Cobalah dekati satu saja yang kamu anggap dapat menjadi teman perjalananmu selama hidup.”

“Ada Mo. Kami sering jalan bersama. Tapi saya belum bisa berani mengatakan sesuatu kepadanya. Ia yang paling oke bagi saya.

Dalam hati kecil saya bertanya-tanya. Bukan karena ada pribadi yang lain. Tetapi saya berpikir apakah cara ini yang Tuhan inginkan. Saya tidak mau menyesal di kemudian hari.

“Berdoalah. Mohon rahmat dan kekuatan batin untuk menimbang nimbang.”

“Sudah Mo. Sepintas. Belum begitu serius dalam pertimbangan. Sementara saya tetap berjalan sama dia.”

“Apakah engkau gembira dalam kebersamaan itu. Dan ketika engkau gembira, apa kata hatimu?”

“Saat bersama dengan dia, kami bicara banyak di luar diri kami. Saya menahan diri,  lebih banyak mendengarkan. Sesekali menimpali dan kami ketawa bersama.”

“Apakah dia menunjukkan tanda-tanda untuk lebih dekat. Mungkin dengan tatapan matanya atau kisah-kisah yang diutarakan atau gerakan-gerakan tangannya?”

“Ya belum sejauh itu Romo. Lagian, kalau kami makan bersama, kami duduk berhadapan. Tidak pernah berdampingan.”

“Kenapa?”

“Yah… gimana ya Romo. Ya mungkin belum terbiasa.”

“Adakah keinginan untuk duduk berdampingan sambil memegang tangannya?”

“Belum berani Mo. Bagi saya, kalau saya berani duduk berdampingan, tentu akan ada senggolan. Dan kalau terjadi tentu ada celah untuk melangkah lebih jauh. Itu yang saya pikirkan.”

“Pernah sekali kami duduk berdampingan, tetapi dia meletakkan tasnya di antara kami.  Saya bertanya: Kenapa diletakkan disitu?”

“Biar aman dan nyaman,” gitu jawabnya.

“Apakah engkau sering merindukannya. Ingin selalu bertemu dengan dia?”

“Ada sih dalam angan angan. Tapi kalau dia tidak mengajak, saya juga tidak bereaksi. Hanya pertukaran info atau apa yang kami alami lewat WA.”

“Apakah engkau pernah kecewa dengan dia? Artinya apa yang engkau inginkan tidak direspon oleh dia?”

“Tidak Romo.”

“Engkau serius dengan dia?”

“Belum juga Romo. Penjajakan, gitu.”

“Kalau begitu, bukan salah dia. Kamu harus lebih serius. Kamu harus menyakinkan dirimu. Mendengarkannya lewat gerak-gerik,  dan tatapan matanya.”

Senada dengan ajakan Yesus, “Yesus  memanggil mereka. Dan mereka mengikuti-Nya.” ay 21c-22.

Tuhan, ajari aku mendengarkan dengan hati yang bersih. Amin.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here