Sparyacus Capua

0
193 views
Ilustrasi - Gladiator. (Ist)

CAPUA. Inilah kota pertama yang saya kunjungi sejak memulai bertugas di KBRI Vatikan. Kota kecil seluas 48,63 km2 dan berpenduduk sekitar 18,5 ribu jiwa terletak 189,6 km selatan Roma dan 25 km utara Napoli.

Capua adalah kota kuno. Kota yang sekarang bernama Santa Maria Capua Vetere ini didirikan sekitar tahun 660 SM. Tetapi, orang tetap menyebutnya Capua saja. Ringkas.

Begitu mendengar kata Capua, ingatan saya langsung ke cerita lama tentang seorang gladiator kondang: Spartacus. Dia juga dikenal dengan nama Spartacus Capua, karena dari Capua. Kisah gladiator ini pernah difilmkan tahun 1960 dengan pemeran utama Kirk Douglas.

Spartacus adalah seorang budak yang memimpin pemberontakan para budak melawan penguasa Romawi. Kata legenda, ketika tentara Romawi berhasil menumpas pemberontakan itu (71 SM), mereka sia-sia mencari Spartacus yang asli.

Setiap tawanan menyatakan “Saya Spartacus”, sebagai tanda solidaritas yang agung.

Solidaritas kaum tertindas. Solidaritas para budak yang diperlakukan secara tidak manusiawi. Begitu kira-kira.

Solidaritas pada yang tertindas, yang papa miskin, yang tersingkirkan, yang tidak punya suara dan tidak dapat bersuara, yang lemah dan sebagainya adalah ungkapan nyata bagi setiap orang beragama.

Iman bukanlah hal yang semata-mata abstrak dan mengawang-awang. Namun, harus diwujudnyatakan; direalisasikan dalam setiap peristiwa hidup manusia di tengah masyarakat.

Beriman harus peduli dan berbagi kepada mereka yang mengalami kekerasan, kepedulian, ketidakadilan, dan tindakan-tindakan lain yang tidak menghormati martabat manusia.

Ada lagi solidaritas umat beriman. Dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat Indonesia yang beragam dalam banyak hal, termasuk dalam hal agama dan kepercayaan, solidaritas umat beriman adalah sangat penting.

Bersama-sama membangun kerukunan, saling percaya, saling hormat-menghormati, saling harga-menghargai, dan membangun persaudaraan sejati.

Dahulu, Capua adalah salah satu tempat terkenal penggemblengan untuk menjadi gladiator yang terkenal.

Kata gladiator diambil dari bahasa Latin yakni “gladiatores” yang berarti petarung profesional dan amatir di Roma Kuno yang bertarung untuk menghibur para penonton yang “beradab”.

Para gladiator biasanya direkrut dari kalangan para penjahat, budak, dan tawanan perang. Mereka dijadikan gladiator karena menurut hukum Romawi, mereka telah kehilangan hak sebagai warga negara atau tidak pernah memiliki hak-hak warga negara.

Bagi mereka tidak ada pilihan selain harus mematuhi untuk dijadikan gladiator. Mereka inilah yang diadu dengan binatang atau dengan manusia; mereka dijadikan penghibur.

Karena berasal dari latar belakang yang sama, kelas sosial yang sama, sama-sama tertindas; maka terbangunlah solidaritas yang kuat: solidaritas kaum tertindas, kaum terbelenggu, kaum terampas hak-hak kemanusiaannya.

Itulah yang dahulu mempersatukan para budak di bawah kepemimpinan Spartacus, memberontak melawan Roma.

Dalam perjalanan waktu, para gladiator pun lalu dijadikan tidak hanya sekadar “hiburan” tapi untuk membawa misi. Mulai abad pertama, partarungan gladiator oleh para politisi dijadikan sebagai alat untuk mencari dukungan, meningkatkan popularitas.

Tapi kemarin, kami ke Capua tidak untuk nonton gladiator, karena memang sudah tidak ada. Kami menghadiri kaul kekal empat biarawati dari Kongregasi Fransiskan dari Hati Kudus Yesus dan Maria.

Mereka -dua dari Indonesia dan dua asal Timor Leste- di Gereja Santissima Annunziata atau biasa biasa disebut Gereja St Maria Menerima Kabar Baik yang dibangun abad ke-16.

Mereka adalah Suster Laurensia Uko Sogen dan Suster Sabina Sarce Dhoro dari Flores, Indonesia. Dua lainnya dari Timur Leste, yakni Suster Maria Amelia De Jesus Correia dan Suster Natalia Maria Da Costa Oliviera.

Kaul adalah janji yang diucapkan oleh seorang anggota religius (suster, frater, bruder, imam, dan semua pelayan Gereja Katolik yang terlibat dalam hidup membiara) di hadapan Allah.

Kaul yang mengikat secara kekal dalam waktu yang lama bahkan bisa seumur hidup. Berarti menyatakan hidup seutuhnya bersama Yesus.

Janji itu sudah dipertimbangkan secara bebas oleh pribadi untuk diucapkan seseorang kepada Allah dan dengan sepenuh hati ingin memenuhi janji itu dengan keutamaan yang ada dalam dirinya.

Seperti para gladiator, para suster itu adalah para petarung yang memegang teguh-kukuh keutamaan dan janji sumpah setianya untuk mengabdi kepada Tuhan sepenuh hati dan pikirannya, meninggalkan sanak-saudara dan kampung halamannya.

Mereka menjadi petarung-petarung cinta kasih.

Baca juga: Sparyacus Capua

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here