Spiritualitas dan Kebahagiaan Manusia, Sebuah Kesimpulan (3)

0
196 views
Ilustrasi - Suasana sukacita dan bahagia. (Ist)

DAUN kering adalah bukan akhir dari sebuah daun, melainkan awal suatu peziarahan.

Daun kering jatuh dan mati adalah suatu peristiwa perubahan. Kematian yang kita alami adalah seperti pencuri, datang melenyapkan tubuh kita, dari dunia tanpa minta persetujuan kita.

Tanpa persiapan kita, tanpa mengingatkan kita (Moi, 2020: 33).

Ketika daun itu jatuh ia tidak menimbulkan banyak keributan. Tetapi ia justru jalan dalam keheningan, kerendahan hati penuh cinta dan penyerahan diri. Sebetulnya ia terlepas dari tangkai pohon adalah tanda lepas dari keterikatan, lepas bebas dan bahagia. Penyerahan diri atau hati atau jiwa adalah peziarahan panjang.

Jalan Panjang pengalaman rohani meski diterpa angin kemana-mana, melalui berbagai proses.

Ditempa, dimatangkan—dilepaskan—diterpa—dijatuhkan—disatukan, dirumuskan dalam kasih Tuhan (Riyanto: 2017).

Menghasilkan humus adalah pencapaian besar karena akan berguna. Ini adalah ziarah cinta. Karena cinta itu kodrat manusia, maka kita semua terpanggil untuk menuju cinta sempurna. (Pandor, 2014;79). Meski harus melewati rintangan untuk menggapai cinta. Halangan untuk mencintai.

Dari semua bentuk halangan, halangan untuk mencintai mungkin merupakan yang paling berbahaya bagi kebahagiaan. (Russell, 2021; 174-175). Jika manusia tidak manu mencintai munkinkah ia akan berjalan pada tujuan peziarahnya?

Ia justru harus mencinta untuk mencapai kebahagiaan jiwanya. Segalanya terlaksana oleh karena cinta. Cinta utama adalah dari Allah dan kita pun harus mencintai Allah. Allah memanggil kita karena cinta dan cinta membuat kita kembali kepada Allah.

Ketegaran kita menuju cinta adalah berkat dorongan suatu tujuan cinta itu sendiri yakni keselamatan. Keselamatan inilah yang kita sebut kebahagiaan. Betapa cinta itu adalah tujuan peziarahan jiwa, yakni Allah pemilik kehidupan. Peziarahan jiwa mengatasi keterbatasan tubuh manusia.

Cinta didambakan semua orang. Cinta merupakan kodrat manusia, terangkum dalam ungkapan Latin: amo, ergo sum. Aku mencintai, maka aku ada.

  • Cinta merupakan bagian dari kodrat manusia. Karena itu ia harus merasa terpanggil untuk bergerak menuju cinta.
  • Cinta menyadarkan manusia akan keberadaannya.
  • Cinta menyatu dengan subyek. Relasi tertinggi martabat manusia. Kasih sayang (cinta) akan diperoleh hanya ketika ada timbal balik.

Manusia hanya mendambakan suatu tujuan atau sasaran, suatu yang baik dan bernilai.  Dalam perwujudannya orang menemukan kegembiraan dan kesempurnaan.

Keselamatan sebagai tujuan akhir dambaan manusia, dan kemuliaan kerajaan Allah. (ibid. 57/58). Keselamatan terletak semata-mata dalam kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah harta yang paling mahal dan bernilai.

Demi harta itu, manusia rela melepaskan segalanya.(mat. 13;44-46). Tak ada yang lebih mendesak bagi manusia selain mempersiapkan diri untuk tujuan kerajaan itu. Agar layak baginya.

Thomas Aquinas mengatakan kebahagiaan sebagai kebaikan sempurna, karena semua yang diinginkan manusia terpenuhi.

Untuk mencapai kebahagiaan kita butuh proses, dan kebahagiaan itu bukanlah semu atau sesaat saja. Tetapi kebahagiaan kekal adalah tujuan akhirnya.

Kepustakaan

  1. Dister, N. Syukur, Filsafat Kebebasan, Yogyakarta: Kanisius: 1993.
  2. Forum Jurnal Filsafat dan Teologi, Malang: STFT Vol, 44, No, 2/2015.
  3. Forum, Jurnal Ilmiah Filsafat dan Teologi, “Manusia tak Pernah Sendiri”, Malang: Widya Sasana: Th. XXXIX/2011.
  4. Huijbers, Theo, Ulasan-Ulasan Mengenai Allah dan Agama,
  5. Kanisius: Yogyakarta. 1977.
  6. Iriana, Stephanie, Derita Cinta tak Terbalas, Yogyakarta: Jalasutra: 2005.
  7. Lalong, Aloysius, Kebahagiaan Sejati Menurut Thomas Aquinas, Malang: STFT: 2022.
  8. Leteng, Hubertus, Spiritualitas Pertobatan: Pintu Masuk Kerajaan Allah, Jakarta: Obor: 2010.
  9. Moi, Alberto, A. Djono, Hidup Dalam Hening yang Kreatif, Yogyakarta: Pustaka Nusatama: 2020.
  10. Maryanto, Ernest, penerjemah, Salam Ratu Surgawi, Bunda Allah dalam Sabda Allah (Hail, Holy Queen) Scott Han, New York: 2001, Malang: Dioma: 2017.
  11. Nugraha, Sidik Moh, Filosofi Hidup Bahagia oleh Bertrand Russell (The Conquest of Happiness), Jakarta Selatan: Rene Turos 2021.
  12. Pandor, Pius, Seni Merawat Jiwa,Jakarta: Obor: 2014.
  13. Peschke, Karl-Heins, Etika Kristiani Jilid I, Pendasaran Teologi Moral, Maumere: Ledalero: 2003.
  14. Prasetya, F. Mardi, Psikologi Hidup Rohani, Yogyakarta: Kanisius: 2005.
  15. Riyanto, Armada, Remah dan Daun Kering, Meditasi Spiritual-Teologis, Malang: Widya Sasana Publication: 2021.
  16. Riyanto, A. Menjadi-Mencintai, Yogyakarta: Kanisius: 2017.
  17. Riyanto, A. Marcellius AC dan Paulus PW, Aku dan Liyan dan Kata Filsafat dan Sayap, Malang: Widya Sasana: 2011.
  18. St. Teresa dari Avila, Renungan Harian Bercerita Katolik, Café Rohani, Karmelindo, Juli, 2010, Tahun C/II; 15.
  19. Sihotang, Tari, Ignas. Cinta Yang Membesarkan Hati, Jakarta: Fidei Press: 2008.
  20. Tinambunan, ERL dan Kristoforus Bala (ed), Di Mana Letak Kebahagiaan, Malang: STFT. Vol. 24. No. Seri 23, 2014. (Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here