Spiritualitas Ekologi Lintas Agama

0
577 views
Siswi SDK Mater Dei Pamulang, saat memperagakan pembuatan eco enzim di kebun Darling (Sadar lingkungan), Pamulang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Foto : Fridus RM

SEBAGIAN manusia memandang alam semesta sebagai sarana memenuhi hasrat pribadi. Munculnya banjir, tanah longsor, kepunahan sejumlah hewan, erosi tanah, dan debit air berkurang.

Kesadaran dalam Gereja Katolik sangat kuat akan pertobatan ekologis. Apalagi di masa Paus Fransiskus, seorang Paus pertama dari Serikat Yesus tapi malah mengambil nama Santo Fransiskus Assisi. Kecintaan dan kepeduliaan beliau terhadap lingkungan sudah tampak dari awal.

Berbagai aksi nyata dimunculkan Paus Fransiskus, dan juga mengeluarkan dokumen resmi ensiklik Laudato Si. Ensiklik ini menarik dan berbeda karena dibuat untuk umum – tidak hanya untuk umat Katolik seperti biasanya sebuah ensiklik.

Ensiklik Laudato Si bahkan dipaparkan singkat oleh beliau dalam Sidang Umum PBB di New York pada tahun 2015. Laudato Si diterima luas oleh masyarakat global.

Isi Ensiklik Laudato Si

Ensiklik Laudato Si diuraikan dalam enam bab. Pertama, apa yang terjadi dengan rumah kita bersama. Kedua, kabar baik (Injil) penciptaan. Ketiga, akar manusiawi dari krisis ekologis. Keempat, ekologi integral. Kelima, beberapa pedoman orientasi dan aksi. Keenam, pendidikan dan spiritualitas ekologis. Hal ini menunjukkan bahwa Paus Fransiskus ingin menyentuh semua aspek yang melatarbelakangi krisis lingkungan hidup dan cara mengatasinya berdasarkan terang Injil. Dengan demikian, ensiklik Laudato Si ditujukan untuk semua orang (kristiani dan non-kristiani) supaya bergandengan tangan merawat dan melindungi bumi. Karena bumi adalah rumah kita bersama.

Tanggung jawab bersama untuk merawat bumi

Ensiklik ini menegaskan bahwa bumi adalah rumah bersama bagi seluruh umat manusia, dan oleh karena itu, semua orang memiliki tanggung jawab moral untuk merawatnya. Paus Fransiskus mengajak semua orang, baik Katolik maupun non-Katolik, untuk menyadari keterhubungan antara semua makhluk hidup dan pentingnya menjaga lingkungan demi kesejahteraan bersama. Alam dipandang sebagai anugerah dari Tuhan yang harus dihargai dan dipelihara.

Krisis ekologis sebagai krisis moral dan spiritual

Paus Fransiskus menegaskan bahwa krisis ekologis bukan hanya masalah teknis atau ilmiah, tetapi juga krisis moral dan spiritual. Akar dari krisis ini adalah perilaku manusia yang serakah, ketidakpedulian terhadap lingkungan, serta pemisahan antara manusia dan alam. Paus mengkritik budaya konsumsi yang berlebihan dan pola ekonomi yang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.

Perubahan iklim dan dampaknya

Ensiklik ini mengakui perubahan iklim sebagai salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini. Paus Fransiskus menekankan bahwa perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industrialisasi yang berlebihan. Dampak perubahan iklim, seperti kenaikan suhu, pencairan es kutub, dan bencana alam yang lebih sering, sangat merugikan, terutama bagi orang miskin dan rentan yang paling sedikit berkontribusi terhadap masalah ini.

Keberlanjutan dan Model Ekonomi Baru

Paus Fransiskus menyerukan perubahan menuju model ekonomi yang lebih berkelanjutan dan adil. Ensiklik ini mengkritik model ekonomi saat ini yang berfokus pada pertumbuhan tanpa henti dan keuntungan jangka pendek, yang sering kali mengabaikan kesejahteraan lingkungan dan sosial. Paus mengajak umat manusia untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih sederhana, mengurangi konsumsi, dan memilih solusi ekonomi yang menghormati penciptaan dan mempromosikan keadilan sosial.

Hak dan Keadilan Sosial

Laudato Si menghubungkan isu lingkungan dengan masalah keadilan sosial. Paus Fransiskus menegaskan bahwa ketidakadilan sosial dan kerusakan lingkungan saling berkaitan. Orang-orang miskin sering kali menjadi korban utama dari kerusakan lingkungan, seperti polusi air dan tanah, hilangnya sumber daya alam, dan dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, setiap upaya untuk mengatasi masalah lingkungan harus juga memperhatikan keadilan sosial dan hak asasi manusia.

Pendidikan ekologis

Pendidikan harus dilakukan sejak awal, di mana tradisi agama mempunyai peran mendukung pendidikan berwawasan lingkungan. Pendidikan dan agama harus membangkitkan kesadaran kaum muda mengenai dunia di mana mereka hidup, bagaimana dunia berfungsi, cara membawakan diri, peran mereka di tengah alam semesta, dan perkembangan sejarah yang membentuk lingkungan fisik serta kultural. Melalui kesadaran terhadap masa lalu dan masa kini, pendidikan serta agama harus mengomunikasikan hidup yang ideal.

Paus Fransiskus mendorong pendidikan ekologis mulai dari unit terkecil, yaitu keluarga, sekolah, dan media katekese. Selain itu, perlu memahami latar belakang pendidikan ekologis. Terkait dengan hal ini, pendidikan dan agama harus dilandaskan pada pemahaman mengenai proses terbentuknya alam semesta. Melalui kosmologi fungsional, manusia diharapkan mampu mengatasi keterasingan dan memperbarui diri menuju cara hidup berkelanjutan. Perlu diketahui bahwa alam semesta terbentuk melalui pewahyuan Yang Ilahi. Keyakinan tersebut membangkitkan visi dan kekuatan, membawa manusia dan seluruh ciptaan kepada tatanan baru.

Spiritualitas ekologi lintas agama

Spiritualitas ekologi bisa diartikan sebagai cara hidup berdasarkan nilai-nilai dan relasi dengan semua ciptaan yang ada di alam semesta.

Maka spiritualitas ekologi lintas agama berarti melampaui batas-batas semua agama dalam arti berlaku bagi semua manusia.

Thomas Berry, seorang imam Ordo Pasionis (OP) pakar sejarah budaya dan ekoteologi, dalam bukunya The Sacred Universe mengatakan bahwa para pemimpin spiritual di zaman modern gagal mengenali bahwa isu dasar bukan hubungan antara yang Ilahi dengan manusia atau antar manusia, melainkan hubungan antara manusia dengan bumi dan seluruh alam semesta.

Untuk mengatasi masalah ekologis dibutuhkan kerjasama dan sinergi semua pihak – semua yang ada di alam semesta yang unik dan berbeda itu perlu hidup bersatu-padu.

Kita semua diajak merespon tanggisan bumi yang merupakan rumah kita bersama demi kesejahteraan semua orang, inklusif bukan eksklusif pihak tertentu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here