
“Ia menjadikan segala-galanya baik.” (Mrk.7:37)
Sepenggal Kisah Panggilan Sr. Bonifatio Groot MASF
Awal panggilan
Pada 19 Mei 1938, di Belanda, lahir seorang putri bernama Elisabeth Maria dari pasangan Bpk. Johanes Groot dan Ny. Afra Stam. Elisabeth adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara.
Sejak duduk di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, saya sudah mengenal beberapa suster. Dari proses pengenalan inilah, benih panggilan mulai tumbuh dalam hati saya.
Setelah tamat sekolah, saya tidak tahu ke mana harus melangkah. Saya memberanikan diri mengunjungi sebuah biara induk yang saya kenal. Saya mencoba membuka hati untuk melihat, mengalami, dan merasakan suasana di sana, tetapi saya merasa kurang cocok.
Dengan tegas, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan perkenalan lebih jauh dengan kongregasi tersebut. Keputusan itu memberi saya kelegaan.

Peran Tuhan
Tuhan mempunyai seribu satu cara untuk menolong saya mewujudkan cita-cita. Saat itu, kakak saya, Fr. Freek Groot MSF, mengetahui keinginan saya untuk menjadi suster. Beliau menyarankan saya untuk masuk Biara MASF, karena MSF dan MASF bersaudara (Kongregasi Suster MASF didirikan oleh seorang imam MSF).
Selain itu, MASF adalah Kongregasi misi yang masih muda (berdiri pada tahun 1937) dan memiliki semangat kekeluargaan. “Coba saja kamu ke situ,” katanya.
Menanggapi saran kakak saya, saya pun memutuskan untuk berkunjung ke Biara Induk Suster MASF di Baarlo, Negeri Belanda. Perjalanan yang cukup jauh dari Belanda Utara ke Selatan tidak menyurutkan semangat saya.
Pandangan pertama
Ketika tiba di Biara MASF, saya diterima dengan sangat baik. Suasana kekeluargaan dan persaudaraan begitu terasa. Saya mendengarkan syering dari seorang suster yang pernah menjadi misionaris di Tering, Kalimantan Timur (1948-1953). Dalam hati, saya berkata, “Tempat ini cocok untuk saya. Tuhan tahu di mana saya harus berada.”
Apakah cintaku akan berlabuh di MASF? Akhirnya, saya memutuskan untuk masuk ke Biara MASF.

Awal masa formasi
Pada 18 Januari 1960, bersama Sr. Henrita (sampai saat ini masih ada di Indonesia) dan calon-calon lainnya, saya memulai hidup membiara.
Baju-baju kesayangan saya tinggalkan, diganti dengan baju Postulan. Saya memilih untuk hidup dengan sikap lepas bebas dan memulai babak baru dalam hidup saya.
Ketika memasuki Masa Novisiat, saya diberi nama baru, yakni Sr. Bonifatio.
Saya menjalani masa pembinaan sejak tahun 1960, mengikrarkan kaul pertama pada tahun 1962, dan akhirnya kaul kekal pada tahun 1967. Masa formasi saya jalani dengan baik karena menjadi dasar pembentukan diri saya sebagai seorang suster MASF.
Saya sadar bahwa saya tidak memiliki banyak pengalaman untuk hidup membiara, selain nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh orangtua dan keluarga. Mereka mengajarkan saya pola hidup sederhana, kerja keras, serta kepatuhan kepada Tuhan.
Sepuluh tahun pertama saya habiskan di Negeri Belanda, menerima pembinaan rohani dan mengikuti studi sesuai kebutuhan Kongregasi dan karya. Saya mendapat kesempatan untuk belajar menjadi perawat dan bidan, semua ini dipersiapkan untuk pelayanan, baik di Eropa maupun di negara misi.

Misionaris di Indonesia
Pada Maret 1970, saya diutus menjadi misionaris di Borneo, Kalimantan Timur. Saya sangat bahagia menerima tugas pengutusan ini.
Dengan kesiapan lahir dan batin, saya berangkat ke Kalimantan Timur bersama kakak saya, Pastor Groot MSF, yang saat itu sedang cuti di Belanda. Kongregasi menaruh kepercayaan kepada saya untuk turut mengembangkan karya misi di Kalimantan.
Sampai saat ini, saya tidak pernah menyesali tugas pengutusan saya ke Indonesia. Meskipun Dunia Barat dan Dunia Timur sangat berbeda, saya menemukan bahwa di Indonesia, budaya religius sangat tinggi dan iklim rohani begitu menyuburkan. Selama 42 tahun di Bumi Kalimantan, banyak pengalaman hidup yang memperkaya saya.
Iman saya semakin berakar dan menghasilkan buah.
Di dalam Kongregasi Suster MASF di Indonesia, saya sungguh diterima dengan segala kelebihan dan kekurangan saya. Sebagai biarawati, kami berkarya untuk Tuhan melalui sesama manusia yang kami jumpai.
Kami berdoa; baik dalam komunitas maupun secara pribadi, agar hubungan kami dengan Kristus sebagai Sahabat Sejati semakin erat. Dialah sumber hidup saya. Kecintaan saya yang begitu besar terhadap Tanah Misi membuat saya memutuskan untuk menjadi Warga Negara Indonesia.

Orang sederhana yang beriman
Pengalaman saya dalam bidang kesehatan dan pastoral adalah anugerah yang luar biasa. Saya banyak bertemu dengan orang-orang sederhana, orang-orang sakit yang membutuhkan uluran tangan, perhatian, waktu, dan doa. Saya melayani di Samarinda, terutama di Rumah Sakit Dirgahayu, serta di tempat-tempat lain seperti Tering, Benggeris, Kaputu, Kamanasa (Timor NTT), dan Barong Tongkok.
Dari mereka, saya belajar banyak. Orang-orang sederhana dan beriman ini justru yang meneguhkan panggilan saya, mencintai saya, dan menjadikan hidup saya lebih bernilai dan bahagia.
Ketika saya menoleh ke belakang dan mengenang perjalanan hidup saya selama 50 tahun sebagai biarawati, saya melihat semuanya bukan hanya dengan mata jasmani, tetapi juga dengan mata iman dalam terang Tuhan.
Memimpin dengan iman
Pada tahun 2000, saya terpilih menjadi Pimpinan Regio. Awalnya, saya merasa tidak mampu. Karena keterbatasan wawasan dan latar belakang saya yang berasal dari Eropa. Namun, saya meyakini bahwa Tuhan tidak memanggil orang yang hebat dan mampu. Tetapi Tuhan memampukan orang-orang yang dipanggil-Nya. Bahkan yang terlemah pun bisa diubah-Nya menjadi yang terkuat.
Pengalaman kepemimpinan saya beraneka warna dan bentuk. Tetapi semuanya bisa saya lalui bersama rekan-rekan suster dalam tim, dengan doa, relasi yang baik, komunikasi yang sehat, saling pengertian, dan saling memaafkan.

Tuhan sungguh menjadikan segala sesuatu baik.
Saya menjalani panggilan ini dengan harapan agar melalui pemberian diri saya, saya dapat menjadi alat bagi kemuliaan Tuhan, berguna bagi Kongregasi, Gereja, dan dunia.
Meskipun saya memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan, serta masih belum sepenuhnya mencerminkan semangat religius yang sempurna, saya percaya bahwa Tuhan hendak memakai saya dan Kongregasi MASF untuk meneruskan karya keselamatan yang telah dimulai oleh Yesus sendiri.
Terimakasih, Tuhan, cintaku telah berlabuh di tempat yang tepat.
Inspirasi dari Kitab Mazmur
Beberapa syair Mazmur yang selalu menginspirasi dan meneguhkan perjalanan panggilan saya antara lain:
- “Hanya pada Tuhanlah hatiku tenang, sebab dari pada-Nyalah keselamatanku. Tangan-Mu menopang aku. Engkaulah yang menolong aku, ya Allahku. Engkau menaruh tangan-Mu di atasku.”
- Bersyukurlah bersama kami, karena: “Ia menjadikan segala-galanya baik.” (Markus 7:37)