SETELAH malang melintang di karya sosial milik Keuskupan Agung Palembang dan kemudian ditugaskan di Tanjungsakti, Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan, Sr. Maria HK (73) tiba-tiba hatinya terketuk.
Oleh sebuah “suara batin” yang secara tiba-tiba sangat kuat telah menarik hatinya untuk kemudian “beralih profesi”.
Dari semula hanya sebagai petugas penyuluhan sosial utusan Keuskupan Agung Palembang, kini ia ingin menjadi suster biarawati.
Ketika gejolak hati itu disampaikan kepada orangtuanya, mereka diam seribu bahasa. Tanda tidak setuju.
Maklumlah, saat itu kedua orangtuanya belum Katolik. Pun pula, Sr. Maria HK yang saat itu sudah berusia 27 tahun juga belum Katolik.
Mata jadi sembab
Saat mengungkapkan kisah lamanya ini, Sr. Maria HK -kini berumur 73 tahun dan sebagai lansia tinggal di Panti Wreda Griya Nugraha Lampung, tampak sedikit berkaca-kaca.
Kelopak mata Sr. Maria HK ini mendadak menjadi sedikit sembab. Oleh cucuran airmata yang kini sudah menggenangi kelopak matanya.
Sudah pastilah, saat itu terjadi “pergolakan batin” luar biasa.
Tidak hanya di dalam lubuk hati kedua orangtunya yang menentang keras keinginannya masuk Katolik dan malah ingin jadi suster biarawati. Tetapi gejolak emosi yang “meluap-luap” juga pernah menggelayuti hati dan jiwa Sr. Maria HK.
Saat keinginannya masuk Katolik dan menjadi suster biarawati itu langsung mendapat ganjalan – tentangan sangat keras oleh kedua orangtuanya.
Ingin menjadi Katolik
Sebagai tenaga penyuluh sosial Keuskupan Agung Palembang, ia banyak bergaul dengan para imam dan suster. Maka dari tata gaul sosial inilah, dalam hatinya lalu muncul keinginan mau menjadi suster biarawati.
Dan ketika gagasan ini disampaikan kedua orangtuanya di Kalasan -tidak jauh dari Candi Prambanan- maka penolakan keras itulah yang dialami Sr. Maria HK.
“Mbok kalau mau jadi orang, yang lumrah-lumrah saja. Jangan jadi suster biarawati,” ungkap Sr. Maria HK menjawab Ping dari Titch TV di teras halaman depan Ruang Rekreasi Gedung C tempat para suster HK lansia menikmati hari-hari pensiunnya di Panti Wreda Griya Nugraha Tanjungkarang, Lampung.
Hidup yang lumrah itu ya perempuan berkeluarga.
Sudah pastilah, pengalaman beberapa puluh tahun itu telah “menguras” emosi batin. Baik kedua orangtuanya dan juga Sr. Maria HK sendiri.
Selang beberapa tahun kemudian, setelah menerima Sakramen Baptis dan kemudian masuk biara, Sr. Maria HK berkesempatan pulang mudik. Kunjungi keluarganya di Kalasan, Sleman, DIY.
Betapa kaget gembiranya, kata Sr. Maria HK kepada Titch TV hari Kamis 23 Maret 2023, “Saat itu, pula saya mengalami rasa sukacita ketika akhirnya bisa melihat di rumah sudah ada patung Bunda Maria dan salib.”
Enam tahun jadi Ibu Asrama Santo Yoseph di Bandung
Pengalaman pribadi Sr. Maria HK merintis jalan panjang masuk biara menjadi suster Kongregasi Belas Kasih dari Hati Yesus Mahakudus (HK) memang tidak semulus seperti banyak suster biarawati. Penuh onak dan tantangan.
Selepas studi bidang sosial dan tata boga di SPSA Yogyakarta, Sr. Maria HK lalu merantau ke Bandung.
“Saya menjalani karier sebagai ibu asrama di Bandung. Namanya Asrama Santo Yoseph Bandung,” kenangnya.
Di situ, ia bekerja sebagai ibu asrama selama enam tahun. Barulah kemudian, ia bergabung dengan lembaga sosial Keuskupan Agung Palembang. Oleh lembaga sosial berpusat di Palembang ini, ia lalu didapuk menjadi tenaga penyuluh sosial.
Dengan target sasaran meningkatkan kapasitas diri kaum remaja perempuan. Karena itu, ia sungguh punya pengalaman banyak di lapangan. Banyak makan asam dan garam, berkat pergaulannya dengan para pemangku pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten.
Pekerjaan inilah yang membawa Sr. Maria HK sampai ke Tanjungsakti di Pagar Alam, Sumsel. Di sinilah niat awal mau menjadi Katolik dan bibit-bibit panggilan menjadi suster biarawati itu mulai tumbuh di dalam hatinya.
Sekali lagi, setiap kali ditanyai soal sejarah panggilan hidupnya ini, Sr. Maria HK selalu berkaca-kaca.
Tampak berbeda, ketika ditanyai soal sejarah pekerjaannya sebagai tenaga penyuluh sosial dan guru agama dan kemudian instruktur guru untuk anak-anak disabilitas. (Berlanjut)
Kredit: Titch TV/Mathias Hariyadi