Home BERITA “Sri”, Nama dengan Sejuta Makna

“Sri”, Nama dengan Sejuta Makna

0
11 views
Ilustrasi: Ribuan pekerja PT Sritex mengalami PHK. (AFP)

DULU, saya menganggap nama “Sri” hanya untuk perempuan Jawa. Sampai lulus SMA, tak satu pun teman laki-laki yang bernama “Sri”.

Sampai kemudian kuliah di Bandung. Teman di kelas matrikulasi, laki-laki, nama depannya “Sri”. Lengkapnya Sri Legowo.

Kami hanya enam bulan bersama, kemudian Sri Legowo masuk jurusan berbeda. Jarang berjumpa, tak juga tahu keadaan masing-masing.

Beberapa tahun lampau, kami bertemu di ajang reuni. Sri Legowo lupa-lupa ingat kepada saya. Tak masalah, dalam sekejab nama saya kembali masuk dalam ingatannya. Kami terlibat pembicaraan yang akrab.

Sri Legowo terlihat berbeda. Lebih PD dan hangat dalam percakapan. Yang istimewa adalah, pria yang berasal dari Desa Cuplik, Sukoharjo itu, bergelar doktor lulusan Perancis. Jabatannya “Guru Besar” atau Profesor di Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.

Bertemu “Sri” laki-laki, yang kedua, adalah atasan saya “di pucuk sana”, saat bekerja di perusahaan Amerika, sekira tahun 1980. Namanya Raden Sri Sadono Brojolukito.

Pak Sri seorang manajer yang cool; tak banyak bicara tapi efektif dalam memimpin. Menerapkan kepemimpinan “old fashion”, dengan tipe “kharismatik”.

Setidaknya dua nama itu yang menyadarkan saya bahwa tak semua “Sri” adalah perempuan.

Nama “Sri” memang tidak (seharusnya) milik satu gender saja. Ia mempunyai arti komplet. Diambil dari Bahasa Sansekerta, yang berarti kemakmuran, kemuliaan, kebahagiaan atau kehormatan.

Sultan dan Sunan di Jawa, namanya diawali dengan “Sri”. Suatu penghormatan bagi posisi tertentu yang dimuliakan. Bahkan kepala Gereja Katolik sedunia, di Indonesia dipanggil “Sri Paus”. Pasti bukan disadur dari Bahasa Italia, Latin atau Inggris.

Beras (atau padi) di Jawa, disebut “Dewi Sri”. Sebagai makanan pokok, ia mendapat kehormatan khusus dibanding bahan makanan lain. Orang diharapkan memberi perlakuan sakral kepada “Dewi Sri”. Membuang atau menyia-nyiakan beras dinilai sebagai tindakan yang tidak terpuji atau bahkan berdosa.

Beda dengan almarhum Didi Kempot yang mabuk kepayang kepada “Sri”. Dia hampir gila saat “Sri” meninggalkannya tanpa pamit. Sambil galau menyanyikan Sri Minggat, ciptaan Sonny Josz, Didi berharap pujaannya segera pulang.

“Sri, opo kowe lali….
Aku loro mikir kowe…ono neng ndi…
Tego temen kowe minggat…ninggal aku”.

(Sri, apa kamu lupa…
Aku sakit memikirkan kamu di mana….
Tega benar kamu pergi tanpa pamit…meninggalkan aku)

Dunia pewayangan mengenal Srikandi, puteri Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, yang menjadi simbol kegagah-perkasaan perempuan. Srikandi memiliki jiwa keprajuritan dan suka perang dan berpetualang. Srikandi lebih dikenal sebagai tentara yang gagah-berani dibanding seorang puteri raja yang luwes menari dengan lemah gemulai. (https://www.renjanacitasrikandi.com/article/srikandi-pahlawan-perempuan-gagah-berani-dari-dunia-pewayangan)

Mudah dipahami mengapa pahlawan perempuan di sebut “Srikandi Indonesia”. Sebut saja Cut Nyak Dhien, RA Kartini dan Dewi Sartika.

Tidak hanya manusia dan beras, “Sri” juga dipakai untuk nama perusahaan. Salah satunya adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang lebih dikenal dengan nama “Sritex”, pabrik tekstil yang berpusat di Sukoharjo.

Pendiri Sritex nampaknya mengharapkan usahanya menjadi pabrik tekstil (tex) yang terhormat sekaligus menguntungkan (sri).

Untung tak dapat diraih, rugi tak dapat ditolak, setelah 58 tahun beroperasi, awal Maret lalu Sritex dinyatakan pailit. Sepuluh ribu karyawannya kena PHK. Bila saja setiap karyawan menanggung satu isteri dan rata-rata dua anak, maka 40.000 jiwa tiba-tiba terhenti nafkahnya. Pas menjelang Hari Raya.

Benar kata God Bless, dunia ini panggung sandiwara – ceritanya mudah berubah. Meski nama “Sri” mengandung harapan bahagia, tak bisa dielakkan, kisah prihatin muncul di sini-sana. Bukan hanya kemalangan individu tapi kesedihan massal yang mendera banyak (sekali) manusia.

Ndang balio Sri….ndang balio….” (Segera kembali keadilan/kebahagian/kemakmuran, …. segeralah kembali….)

@pmsusbandono
10 Maret 2025

Baca juga: Empan papan, saya juga suka misuh

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here