SETIAP Bulan Ramadan di Kampus STIKes Suaka Insan, Banjarmasin, selalu digelar acara sederhana, yakni buka puasa bersama alias bukber. Inilah kesempatan saling bersilaturahmi dan menghormati antarpemeluk agama di lingkungan kerja Yayasan Suaka Insan Suster-suster Santo Paulus dari Chartres (SPC).
Tahun ini, acara bukber dikoordinir oleh Pak Luky Permana, dosen STIKes Suaka Insan. Semua karyawan-karyawati , dosen, suster, dan perwakilan mahasiswa diundang hadir.
Acaranya berlangsung di Aula Merry Anne De Tily Kampus STIKes Suaka Insan, 8 Juni 2018, pukul 17.00 WITA hingga malam hari.
Acara buka puasa bersama ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Quran oleh M. Refki Khaira Habibi, staf IT, dan kemudian berlanjut dengan saritilawah oleh Safaria Anggraini, dosen Program Studi Sarjana Keperawatan.
Tausyiah Ramadan
“Syukur pada Allah kita dipertemukan lagi setelah kurang lebih satu tahun lalu kita juga bertemu di tempat ini yang saat itu masih lesehan. Dan ini pertemuan luar biasa, pasti ada maksud kehendak Allah dengan pertemuan ini,” ujar Bapak Ustad H. Akhmad Syaukani Arsyad di kata pembuka tausyiah Ramadan.
Ia lalu bicara menjelaskan makna puasa.
“Berpuasa itu bukan hanya menahan lapar, haus, dan hawa nafsu. Tetapi lebih dalam lagi, kita memaknainya dengan empati kepada sesama,”ungkapnya.
“Kita mempunyai rumah mewah serta harta banyak, sedangkan tetangga kita melarat dan kelaparan namun kita tidak peduli dan memberi uluran tangan kepada mereka. Lalu apalah artinya puasa itu?,” katanya memberi ilustrasi.
Ustad Syaukani mengaku sering mengajak anak-anakknya berkeling mengunjungi saudara yang menghuni rumah gubuk dan hidup berkekurangan seraya mengatakan ini: “Nak, kita bersyukur pada Allah karena diberi rezeki cukup. Kita pun yang hidup berkecukupan perlu memperhatikan sesama yang mengalami situasi kehidupan seperti yang kamu saksikan tadi di depan mata. Cara ini saya lakukan agar anak saya dapat berempati dengan orang lain yang mengalami kesulitan hidup atau orang miskin,” ungkapnya.
Saum (puasa) adalah bentuk ibadah atau relasi pribadi dengan Allah. Melaksanakan ibadah puasa juga berarti melatih diri untuk jujur pada suara hati, diri sendiri, dan kepada sesama manusia. “Melaksanakan puasa atau tidak, hanya saya pribadi dan Allah yang tahu,” demikian penjelasan Ustad H. Akhmad Syaukani Arsyad, Ketua Yayasan Pusat Kecerdasan Al Quran Banjar Baru, Kalsel.
Catatan refleksi pribadi
Mendengar penjelasan makna puasa di atas, penulis merasa mengalami rahmat peneguhan seperti yang baru saja dikatakan H. Akhmad Syaukani Arsyad di awal tausyiahnya.
Dikatakannya bahwa “Ini merupakan pertemuan luar biasa, maka pasti ada maksud kehendak Allah.“
Mengapa demikian? Itu karena saya percaya, tidak secara kebetulan pada hari itu tanggal 8 juni 2018 Gereja bertepatan memperingati Hari Raya Hati Yesus Mahakudus.
Di saat meditasi pagi, saya menemukan kata kunci yang menjadi bahan kontempalsi saya sepanjang hari itu. Yakni, hati adalah lambang kepekaan dan cerminan kemanusiaan saya. Namun acap kali saya jatuh dalam kecenderungan tidak peduli kepada sesama manusia di sekitarku.
Saya pun sering mendengar, dalam hidup berkonunitas dan bermasyarakat, orang yang tidak peduli dengan sesamanya sering disebut “tak punya hati”.