SORONG, 9 Maret 2016, bertempat di kompleks Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR) Interdiosesan “Santo Paulus”, mahasiswa/i Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik (STPK) Santo Benediktus mengadakan kegiatan rekoleksi sehari.
Menurut Rama Istoto Pr, Pembantu Ketua (Puket) III yang menangani bidang kemahasiswaan, kegiatan rekoleksi ini diadakan dalam rangka persiapan Paska 2016 sekaligus persiapan masa Ujian Tengah Semester (UTS) yang akan diselenggarakan pada tanggal 14-19 Maret 2016. Dua pendamping atau pemateri dalam rekoleksi ini adalah Pastor Wilhelmus Kamamas Pr, direktur TOR, dan Rama Stepanus Istoto Raharjo Pr.
Tidak kurang 93 mahasiswa-mahasiswi mengikuti kegiatan ini dari jumlah 102 jumlah mahasiswa dari semester II hingga semester VIII.
Tersesat tiga hari di hutan Agats
Pada pukul 09.30 WIT, kegiatan rekoleksi diawali dengan ibadat singkat yang dipimpin oleh Rama Istoto, dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Pastor Wilhelmus Kamamas Pr yang akrab disapa Pastor Emus. Dengan gaya komunikasi yang segar, imam diosesan (praja) Keuskupan Agats ini mengisahkan perjalanan panggilan dan karya pastoral di “Kuala Lumpur” (baca: Tanah Lumpur), sebutan khas untuk daerah Agats-Asmat.
Pastor Emus mencoba menajamkan tema “Pribadi Berkualitas dan Pantang Menyerah” melalui “kisah indah”-nya tatkala menjalani tahun pastoral sebagai frater dan saat berkarya di sebuah paroki di pedalaman Agats. Ketika mengadakan turne ke stasi-stasi terjauh, kata dia, frater ini pernah tersesat selama tiga hari di hutan. Syukurlah bahwa akhirnya ketua Dewan Stasi dan umat menemukannya dalam keadaan selamat.
Medan karya pastoral di wilayah Keuskupan Agats hanya dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu melalui sungai (sampan/long boat) dan jalan kaki. Tidak mungkin menggunakan motor dan pesawat. Dibutuhkan semangat daya juang dan pantang menyerah. “Hanya petugas pastoral ‘gila’-lah yang mau bekerja untuk umat di wilayah Agats”, demikianlah ungkap Pastor Emus yang pernah mengeyam pendidikan di Manila, sebelum ditugaskan oleh uskup-uskup Regio Papua untuk mendampingi para frater TOR.
Sangat menarik menyimak kisahnya. Ini terjadi ketika Uskup Keuskupan Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM ingin menahbiskan Frater Emus sebagai imam, tapi hal itu ditolaknya. Padahal ketika itu, Fr. Emus Emus telah menyelesaikan pendidikan di STFT Fajar Timur, Abepura, Jayapura, Papua.
Belajar bahasa lokal
Imam diosesan Keuskupan Agats yang berasal dari Tanimbar, Maluku Tenggara ini menolak ‘perintah’ Uskup. Ia justru meminta waktu untuk menjalani masa pastoral bersama umat pedalaman agar mampu menguasai bahasa dan adat istiadat setempat. Ia ingin menjadi bagian dari umat Agats, karenanya harus fasih berbahasa setempat. Maklumlah, umat di kampung-kampung jarang bertemu dengan pendatang sehingga tidak terbiasa berbahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia mereka patah-patah”, demikian kata Pastor Emus.
Setelah fasih berbahasa daerah setempat, lancar memimpin ekaristi dan memberikan homili dalam bahasa daerah setempat, ia menghadap Bapa Uskup dan mohon untuk ditahbiskan. Inilah sebentuk usaha Pastor Emus untuk menjadi pelayan pastoral yang berkualitas, artinya sungguh mengerti situasi daerah pelayanan dan bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dengan umat yang dilayani.
Materi selanjutnya dibawakan oleh Rama Istoto dengan mengajak mahasiswa/i menyerap dan memaknai sharing Pastor Emus dalam dinamika kelompok. Mahasiswa/i diajak untuk menyusun bahan/alat peraga yang disiapkan (korek api, lem, spidol dan kertas manila). Masing-masing kelompok kemudian menceritakan maksud dan makna dari hasil karya tersebut, tentu saja disesuaikan dengan tema yang diolah.
Kegiatan rekoleksi yang dimulai pada pukul 09.30 WIT itu berakhir pada pukul 16.00 WIT. Itulah kegiatan rekoleksi sehari, tatkala umat Hindu sedang merayakan Hari Raya Nyepi dan banyak orang sedang menikmati fenomena gerhana matahari.
Semoga mahasiswa/i STPK Santo Benediktus Sorong mengembangkan diri berkualitas dan tidak pantang menyerah di tengah arus tantangan zaman.