Strategi Gereja Katolik Membangun Keluarga Sejahtera

1
7,499 views

Gereja Katolik secara hirarki selalu dan senantiasa memainkan peran dalam upaya-upaya mewujudkan keluarga sejahtera. Hal ini ditandai dengan berbagai dukungan konkrit kepada pemerintah dan aksi-aksi nyata yang dilakukan Gerja Katolik dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera lahir dan batin. 

Dalam hal upaya mensukseskan program Gerakan Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera, Gereja Katolik memberikan dukungan konkrit melalui penandatanganan naskah kerja sama antara Konperensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dengan Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Semarang pada tanggal 14 Pebruari 1992.

Dalam Naskah Kerja Sama ini Gereja Katolik mengambil peranan dalam peningkatan partisipasi generasi muda Katolik dalam gerakan KB nasional melalui pendidikan keluarga bertanggung Jawab. Gereja mendukung program KB karena program ini memiliki tujuan yang mulia yakni membuat jumlah anak semakin berkurang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga. Bila keluarga sejahtera, rakyat seluruhnya pun ikut sejahtera dan makmur, karena keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat.

Dukungan Gereja Katolik terhadap Program KB ini tentunya tetap mengacu pada Iman Kristiani. Karena itu Gereja Katolik mengehadaki umatnya menggunakan metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA) dan jangan sampai menggunakan cara-cara yang melangar hukum Tuhan yakni jangan membunuh.

Strategi lain yang dilakukan Gereja Katolik terhadap upaya mewujudkan keluarga sejahtera juga dilakukan dengan pembentukan komisi – komisi di setiap Keuskupan seperti Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi, Komisi Keadilan dan Perdamaian, Komisi Kepemudaan dan sejumlah komisi lainnya yang berkarya demi kesejahteraan keluarga sesuai dengan tugas dan karya pelayanan masing-masing. Berbagai komisi yang dibentuk, tentunya sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, karena untuk mewujudkan kesejahteraan, tidak hanya terpenuhinya kebutuhan secara ekonomi tapi juga terpenuhinya kebutuhan lahiria.

Gereja Katolik juga memiliki lemabaga-lembaga sosial lainnya dalam bentuk yayasan yang bergerak dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan sebagianya. Bahkan organisasi-organsiasi Katolik begitu banyak dibentuk hingga ke tingkat kelompok Basis Gerejani (KGB).

Gereja Katolik juga sangat menaruh perhatian peningkatan kerasulan dan pastoral keluarga dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh selurih umat Allah melalui paroki dan khususnya melalui bantuan para pastor dan kaum awam yang membaktikan dirinya pada karya pastoral keluarga. Mereka ini merasul diantara orang-perseorangan, pasangan-pasangan suami-isteri dan keluarga-keluarga guna membantu mereka mewujudkan sesempurna mungkin panggilan hidup perkawinan mereka. Kerasulan ini mencakup persiapan perkawinan, bantuan bagi pasangan-psangan suami-isteri pada segala macam tingkatan hidup perkawinan mereka.

Termasuk pula, program katakese dan ibadat khsusus untuk keluarga; bantuan bagi pasangan suami-isteri yang tidak mempunyai anak; pertolongan bagi keluarga yanag hanya mempunyai bapa atau ibu saja; ibu-ibu yang ditinggalkan suami; bagi janda-janda; bagi keluarga yang hidup terpisah dan cerai; dan secara khsusu bagi keluarga-keluarga dan pasangan suami-isteri yang menderita beban berat karena kemiskinan; ketegangan emosional dan kelainan psikologis; rintangan fisik dan mental; dan berbagai keadaan lainnya yang mengganggu kestabilan keluarga. Gereja juga mendorong usaha mewujudkan kesejahteraan keluarga melalui tema-tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) setiap tahunnya. Tema-tema APP diangkat susuai kebutuhan masyarakat seiring dengan issu-issu yang dipandang strategis untuk dijalankan oleh umat ditingkat Kelompok Basis Grejani (KBG).

Di bidang pendidikan, Gereja Katolik telah melahirkan kurikulum pendidikan untuk pengajaran Agama Katolik mengenai Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan kepada remaja sekolah tingkat SLTA. Gereja memandang bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga tidak hanya mencakup pemenuhan kebutuhan ekonomi belaka tapi juga pemenuhan akan berbagai kebutuhan lainnya termasuk kebutuhan biologis.

Usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga yang dilakukan Gereja Katolik, bertitik tolak dari ajaran gereja tentang Cinta Kasih terhadap sesama manusia. Untuk itulah Gereja Katolik dalam usaha-usaha mensejahterakan umatnya memiliki dasar hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Matius 25:40 “Aku berkata kepadamu, sesungguhya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari sudaraKu yang paling hina ini , kamu telah melakukannya untuk Aku.” Juga dalam II Kor, 5 : 15 “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.”

Hal mengenai kesejahteraan sosial ini pun oleh negara diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negera No 53, 1974 yang menyebutkan: “Kesejahteraan soaial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir bathin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi serta serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila (Pasal 2 ayat 1).

Usaha-usaha untuk meningkatkan keluarga sejahtera merupakan semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan keluarga. Karena itu, hendaklah dalam melaksanakan usaha kesejahteraan keluarga dapat berpedoman pada beberapa hal yang dapat menjadi pegangan sebagai berikut :

-Melihat setiap manusia sebagai individu yang unik,

yang lain daripada yang lain. Dan kita membantu orang itu pda waktu dimana dia berada. Begitupula halnya kalau kita akan membantu kelompok ataupun masyarakat.

-Memberi kesempatan kepada yang dibantu

untuk menyatakan perasaan-perasaannya tidak hanya karena ia ingin diperlakukan sebagai individu, tetapi juga untuk meringankan penderitaannya dan memenuhi kebutuhan serta turut serta mengatasi masalahnya.
-Mengekang emosi :
Janganlah kita melibatkan diri kita dengan perasaan emosionil yang tak terkendali. Dimaksudkan disini, untuk membantu orang lain, keterlibatan diri kita memang penting, akan tetapi tak ada gunanya bila kita membantu dengan tidak mengendalikan emosi kita. Hal ini untuk kepentingan orang yang akan dibantu. Menguasi perasaan diri kita sendiri adalah wajib.

-Respek:
Penerimaan dengan respek kepada seseorang sebagaiman adanya merupakan sesuatu yang harus kita perhatikan apalagi kita akan membantu orang itu. Dengan penuh pengertian kita harus dapat menerima pengakuan dari orang tersebut dan memahami keadaan sebenarnya apa yang menimpa orang itu dengan penuh respek.

-Sikap yang tidak menghakimi

Bila kita sudah memutuskan untuk membantu seseorang/kelompok ataupun masyarakat, hal mana merupakan usaha sosial kita, maka tak perlu kita mencari kesalahan atau menyalahkan orang/kelompok yang akan kita bantu tersebut. Kita harus menerima realita bahwa memang demikianlah adanya.

-Memberi kesempatan untuk memilih pilihannya sendiri

Mengharagai sesorang dengan dibuktikan bahwa kita akan memberi kesempatan kepadanya untuk menentukan pilihannya sendiri, tidak mendikte ataupun bersikap dominan, biarpun pada orang yang akan kita bantu.

-Kerahasiaan
Bila orang yang kita bantu mempercayakan segala sesuatu kerahasiaannya kepada kita, kita patut dan harus menghormati kepercayaan itu, tidak menyia-nyiakan dengan menceriterakan urusannya ataupun keadaannya kepada orang lain yang tak berkepentingan.

Dari uraian di atas maka diakhir tulisan ini, penulis memberikan suatu kesimpulan bahwa Gereja Katolik secara hirarki selalu mendukung upaya-upaya untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga. Namun dukunga itu tetap mengacu pada doktrin dan ajaran moral gereja. Karena itu, cara-cara yang dilakukan gereja untuk mewujudkan keluarga sejahtera selalu bertitik tolak pada penghargaan atas kehidupan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

[Mansetus Balawala www.khabarindonesia.com/Kristoforus]

 

1 COMMENT

  1. Maaf jika pertanyaan sy out of topic.apakah kb non alamiah seluruhnya tdk sesuai dgn ajaran gereja. Mhn dijelaskan trm ksh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here