Renungan Harian
Kamis, 18 November 2021
Bacaan I: 1Mak. 2: 15-29
Injil: Luk. 19: 41-44
“Pater, lihat itu anak saya, setiap hari dia hanya duduk di situ sepanjang hari, tidak pernah ngomong. Setiap hari tidak ada yang dilakukan selain duduk bengong.
Kalau tidak disuruh mandi atau tidur, dia akan tetap di situ terus. Makan kalau tidak disodori juga tidak makan. Sudah beberapa kali kami bawa ke dokter tetapi belum ada perubahan.
Menurut dokter secara fisik anak kami sehat, tetapi dia mengalami gangguan kejiwaan. Kami sedih Pater melihat anak kami ini.
Pater, dia menjadi seperti ini sejak pulang dari Malaysia. Waktu dia baru datang, rasanya masih biasa tetapi tidak mau cerita apa pun tentang pekerjaannya.
Selang dua hari dia mulai seperti itu. Awalnya saya pikir dia biasa-biasa, duduk di situ, tetapi setelah beberapa hari kami baru tahu kalau dia ada sakit.
Pater, waktu dia minta ijzn untuk pergi ke Malaysia, kami berdua tidak setuju, kami melarang. Mamanya sampai menangis-menangis, mohon agar dia tidak pergi. Dia mengatakan di sana akan bekerja di perusahaan sawit karena ajakan beberapa kawannya di sini.
Kami melarang karena kami pernah dengar bahwa banyak pekerja di sana yang pulang dengan penderitaan dan tidak jarang harus berhadapan dengan pihak berwajib di sana.
Kami sudah memberi pengertian panjang lebar agar tetap mau tinggal di kampung saja. Di sana bekerja jadi buruh kebun, sementara di sini kami punya kebun kopi yang cukup luas.
Dia sudah tidak mau mendengarkan kami lagi, mamanya sampai mohon-mohon untuk didengarkan, mamanya yang melahirkan dan membesarkan sudah tidak didengar dan tidak dianggap lagi.
Dia lebih mendengarkan kawan-kawannya.
Dia selalu menjawab kalau di kampung terus tidak berkembang.
Sering kali kami berdua berpikir: “Andai saja dulu kamu mendengarkan kami, dan kamu mau mengerti, tentu kamu tidak akan seperti ini.
Andai saja kamu mau melihat airmata kami dan mengerti betapa kami sayang sehingga melarang kamu, tentu kamu tidak akan seperti ini.”
Itulah Pater, kami selalu menyesal dengan apa yang terjadi ini,” seorang bapak bercerita.
Sering kali ketika sudah mempunyai niat dan keputusan, sulit untuk mendengarkan nasehat atau penjelasan dari orang yang lebih tua.
Semua yang ada di pikirannya adalah apa yang menjadi niatnya tanpa mempedulikan pertimbangan-pertimbangan yang lain.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas, Tuhan Yesus menangisi kota Yerusalam yang akan hancur, karena orang Israel tidak mau mendengarkan dan berbalik dari kesalahannya.
“Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.”
Bagaimana dengan aku?
Apakah aku tahu apa yang perlu untuk damai sejahteraku?