Renungan Harian
Minggu, 20 Februari 2022
Hari Minggu Biasa VII
- Bacaan I: 1Sam 26: 2. 7-9. 12-13. 22-23.
- Bacaan II: 1Kor 15: 45-49.
- Injil: Luk 6: 27-38
“ROMO, saya kagum dengan bapak itu dan keluarganya. Saya tidak habis pikir bagaimana bapak itu dan keluarganya menyikapi apa yang telah menimpa diri dan keluarganya. Seandainya itu terjadi pada saya, wah pasti saya sudah melawan dan menghajar orang-orang itu.
Romo, saya dan hampir semua umat di paroki dan masyarakat di kampung kami kenal baik dengan bapak itu dan seluruh keluarganya. Kami mengenal bapak itu sebagai sosok yang santun, ramah dan menghormati semua orang.
Bapak itu aktif di kegiatan gereja dan kegiatan masyarakat. Bahkan masyarakat di kampung, kami menempatkan bapak itu sebagai sesepuh dan orang yang dihormati di kampung kami.
Sikap bapak itu menjadi teladan bagi keluarganya sehingga keluarganya pun mempunyai sikap seperti bapak itu.
Nah entah angin dari mana, ada seorang bapak menghembuskan berita bahwa bapak itu sesungguhnya tidak seperti apa yang kelihatan.
Orang itu menyebut bahwa bapak itu sesungguhnya adalah tukang selingkuh, dan sudah banyak sekali melakukan pelecehan seksual sehingga banyak korban.
Selama ini orang tidak berani mengungkapkan hal itu karena bapak itu sudah terlanjur menjadi orang yang terhormat.
Isu ini digunakan oleh dua tiga orang warga yang nampaknya iri dengan bapak itu sehingga menggunakan orang yang menghembuskan isu itu sebagai “pion” untuk menyerang bapak itu.
Orang itu disuruh mengumpulkan tanda tangan untuk mengasingkan bapak itu dari Gereja dan masyarakat kampung.
Kampung dan warga Gereja jadi sedikit heboh dan terpecah.
Ada beberapa orang yang percaya dan membubuhkan tanda tangan, tetapi banyak yang tidak mau karena tidak percaya. Karena desakan tiga orang tokoh yang iri dan beberapa orang yang membubuhkan tanda tangan, maka bapak itu mengundurkan diri dari beberapa tugas baik di gereja maupun di kampung.
Namun yang menurut saya hebat, bapak itu tidak menyembunyikan diri tetapi tetap terlibat dan ikut kegiatan.
Romo, yang membuat saya aneh adalah bapak ini dan keluarga tetap mau membantu orang menghembuskan isu, saat orang menghembuskan isu mendapatkan musibah.
Kami orang kampung dan warga Gereja heran, karena justru keluarga bapak ini yang “menanggung” semua kebutuhan keluarga itu saat mendapatkan musibah.
Meskipun kami tahu siapa yang membantu keluarga itu, tetapi keluarga yang ditolong itu justru mewartakan kalau keluarganya saat kena musibah dibantu dan ditolong oleh tiga orang tokoh yang iri itu.
Romo, bapak itu tidak marah juga tidak membantah apa yang dikatakan orang itu.
Romo, seiring berjalannya waktu, kami orang kampung dan warga Gereja mengetahui kebenarannya.
Ternyata betul seperti apa yang kami duga, bahwa semua isu itu dihembuskan dan didorong oleh tiga orang tokoh itu karena iri hati.
Akibatnya, orang yang menghembuskan isu itu, tiga orang tokoh itu dan orang-orang yang membubuhkan tanda tangan menjadi malu akibat ulahnya sendiri.
Bahkan orang yang menghembuskan isu dan dijadikan pion itu menjadi stres seperti kehilangan ingatan. Sedangkan yang lain menjadi tertekan.
Romo, bapak itu justru merangkul semuanya dan saat ada kegiatan di kampung bapak itu selalu mengajak warga kampung untuk melibatkan dan mendudukkan tiga tokoh dalam posisi yang terhormat.
Kami warga kampung menjadi heran dan semakin hormat. Dia yang disakiti tetapi tidak pernah membalas sedikit pun tetapi justru mengasihi,” seorang bapak berkisah.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Lukas:
“Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu. Berdoalah bagi mereka yang mencaci kamu.”