Suami Bosan Nikah

0
341 views
Ilustrasi: Beranikah jujur? (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Jumat, 13 Agustus 2021.

Tema: Menyatukan tubuh.

  • Bacaan Yos. 24: 1-13.
  • Mat. 19: 3-12.

TANPAMU, aku tidak berdaya, sayang. Tanpa kehadiranmu, hatiku hampa.

Mengertilah.

Bersamamu, aku menikmati keindahan hidup. Denganmu aku menjadi pribadi yang bermakna.

Itulah bayang-bayang, bila orang sungguh mencintai dan ingin berjalan bersama dalam keluarga.

Penyatuan tubuh yang mempesona.

Apa yang terjadi di kemudian hari dalam berkeluarga?

Krisis. Ya, krisis relasi dan berkomunikasi. Diam membisu tak menyelesaikan masalah. Amarah yang berasal dari ego pribadi malah semakin memperparah. Saling menggoreskan luka, walau dengan kata.

Perkawinan dan hidup berkeluarga tidak lagi memberi penghiburan. Tiang dan sendi manisnya kehidupan cinta terasa hampa, berantakan bahkan pahit.

Bahkan kekuatan untuk bertahan hidup semakin pupus.

Bukankah perkawinan merupakan anugerah agung kasih Tuhan yang mesti ditanggapi dengan kasih yang murah hati, setia dan sabar?

Lepaskanlah egomu. Tidak mudah memang.

Indahnya perjumpaan pribadi, kenikmatan insani mengasihi, kelegaan janji setia ternodai dengan pengkhianatan yang  membuat derita tak henti, kesepian yang menyayat.

Tuhan Yesus percaya, “Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua melainkan satu. Apa yang telah di persatuan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” ay 4-6.

Sesaat menyesal

“Romo, saya menyesal kawin. Saya tidak tahan omelan isteri. Saya capek dan sungguh lelah. Seakan-akan apa yang kulakukan untuk keluarga menjadi hampa, tak berarti.

Saya ingin mengakhiri semua ini. Begitu memilukan. Sesak dan menyedihkan. Saya ingin bebas. Saya ingin lepas saya tidak tahan,” keluh seorang bapak.

“Apa yang sebenarnya terjadi?”.

“Setelah 16 tahun hidup berkeluarga, cinta kami terasa hambar. Kami masing-masing mulai egois dan jalan sendiri. Tanpa kata. Minta pun tak diberi. Perkara kecil bisa membakar emosi.

Dan kalau sudah demikian rasa benci yang muncul. Bahkan jijik tuk saling memandang,” terusnya.

“Soalnya apa?”

“Saya kedapatan beberapa kali makan dengan tante muda. Saat itu, saya sedang main tender dalam sebuah proyek besar.

Teman isteri saya yang memergokinya. Kadang saya pulang larut malam untuk memenangkan proyek itu.

Tante muda itu adik kelas.

Saya minta bantuan dia dengan cara apa pun, mendekati seseorang agar tender saya gol. Kami sepakat dengan sejumlah fee.

Isteri tak percaya.”

Sadar akan pengurbanan pasangan

“Apa harus demikian? Betulkah tidak ada yang lain kecuali bisnis murni?” protes sang isteri.

“Itulah dunia bisnis kami, Romo. Sudah lazim.”

Isteri selalu mencurigai dan tidak percaya. Apalagi kadang malam dia kontak untuk membicarakan sesuatu.  Dan isteri semakin tidak senang.

Saya sudah bilang berkali-kali ini semua demi pekerjaan demi keluarga, tetapi dia tidak mau mengerti.

“Apakah tidak pernah ada affair selama ini?”

“Dulu pernah jatuh, Romo. Saya terpaksa mengakui, setelah didesak dan diancam pisah. Anak-anak masih kecil. Dia memperingatkan saya dengan keras. Tidak mau terulang. Hatinya sakit. Sulit melupakan. Setiap pertengkaran, dia selalu mengungkit-ngungkit kesalahan dan saya menjadi ngap, tertekan dan emosi.”

Potret diri dalam wajah anak-anak

“Isterimu tidak salah dan engkau tidak belajar bijaksana. Engkau tidak sadar hal itu akan merusak perkawinan dan anak-anak terluka dalam,” ujarku.

Bagaimana mungkin ayah mereka, seorang pria yang menjadi andalan, benteng dan kekuatan keluarga bersandar bertindak demikian? Tidakkah engkau lihat kecantikan, kemolekan, keindahan, kegembiraan dan  kelembutan isterimu dikurbankan dengan melahirkan anak-anakmu potret dirimu? Engkau hanya menguasainya, tidak memperindah hidupnya.

Citra cinta yang diperbarui

Hargailah penderitaannya.

Seorang suami yang menghargai penderitaan, pengurbanan pelayanan, kesetiaan isteri membuat keluarga akan lebih bahagia, lebih utuh dan menikmati kehidupan. A happy wife, a happy family.

Tuhan, sadarkanlah kami, kaum pria, omelan isteri itu bentuk cintanya. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here