BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN
Sabtu, 12 Juni 2021
Hati Tersuci Santa Perawan Maria
- 2 Kor 5: 14-25
- Mt. 5: 33-37
MANUSIA adalah makhluk yang misteri. Ada banyak hal yang tak terpahami bahkan dirinya sendiri. Ada keterpecahan diri, split pesonality.
Namun ada juga pengalaman kasih akan Tuhan.
Manusia berada dalam ketegangan eskatologis, pergulatan iman, antara rahmat dan dosa.
Ia melakukan apa yang tidak dikehendakinya dan tidak menjalankan apa yang sebenarnya, apa yang ingin dilakukan.
Gelap mata
“Saya keliru dan tersesat. Saya berdosa. Saya tidak bisa berpikir lagi; tidak bisa mengambil keputusan; tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” rintih seorang pria paruh baya.
“Apa yang terjadi?”
“Saya gagal. Saya malu. Malu dengan diri sendiri. Saya menipu dan mengkhianati keluarga saya sendiri. Saya berbohong.
Saya meninggalkan keluarga. Saya merantau dan berjuang mencari rezeki.
Saya bekerja dengan cukup baik. Hidup sederhana di kos. Semua penghasilan dikurangi biaya hidup saya sendiri, dikirim ke keluarga. Setahun saya bertahan dalam situasi ini.
Akhirnya karena kesepian dan kerjaan yang over saya dekat dengan seorang perempuan.
Sebenarnya saya sadar sudah berkeluarga; tidak ingin main api. Sekedar menenangkan hati, ngafe bersama tidak apa-apa to? Pembenaranku. Lama-lama rasa tertarik dan kami mulai dekat.
Saya mengaku duda pisah. Kini hidup sendiri. Saya membuat cerita bohong. Saya berharap dia simpati dan mau didekati.
Keinginan daging menyertai kebohongan.
Menikmati suasana itu, saya melupakan keluarga. Saya memberitahu keadaan susah karena PHK; tidak bisa mengirim banyak lagi. Saya menghabiskan waktu dan uang dengan perempuan itu.
Married by accident. Kami nikah. Tiga tahun kemudian ia keguguran.
Terbenam dalam hubungan ini, saya melupakan semua untuk menikmati hidup. Kami pun pindah ke kota besar.
Saya begitu percaya kepada pasangan baru ini. Ia pintar masak, mau hidup sederhana, dan keinginannya tidak macam-macam. Kami bahagia. Kenikmatan demi kenikmatan membutakan rasa batinku.
Tujuh tahun kemudian saya terserang stroke dan tidak bisa bekerja lagi. Pendapatan pun tidak ada. Untunglah kami sudah punya mobil dan deposito. Dan semua itu atas nama isteri siri. Saya mencintai dia. Muda, menarik.
Di tengah ketidakberdayaan, saya menemukan pasangan saya bermain mata dengan orang lain. Saya mengetahuinya dan marah.”
Keributan terjadi.
“Hidup saya tergantung pada dia. Ia mengatur dan mengontrol semuanya. Semakin banyak alasan meninggalkan rumah, sementara saya tidak berdaya.
Ia pergi meninggalkan saya. Mobil, deposito dan perhiasan dibawa kabur. Saya di tinggalkan sendiri di rumah sewaan dengan beberapa juta rupiah saja.
Saya tidak tahu ke mana perginya. Keluarganya pun diam; tidak memberi keterangan apa pun kecuali tidak tahu; tidak menyangka; engga mungkin.”
Itulah jawaban mereka.
“Di saat putus harapan, stres, kondisi kurang baik, untung masih punya nomor isteri, saya kontak dia dan meminta dia datang.”
“Apakah mereka tahu apa yang terjadi?”
“Tidak Romo. Saya hanya berkata, maafkan aku. Papa keliru dalam hidup. Papi ditipu. Papi melupakan kalian. Papi bersalah dan salah jalan. Papi berdosa pada kalian. Maafin papi.”
“Mereka membawa pulang dan merawat saya. dengan baik. Hati saya tetap pedih, malu pada diri sendiri dan bersalah terhadap keluarga dan berdosa pada Tuhan.
Deretan tangis penyesalan tak henti; sementara mereka menduga karena sakit. Deritaku bukanlah salib.”
Salib adalah sikap merendahkan diri di hadapan Allah. Sebuah sentuhan kasih di atas luka yang paling menyakitkan dari keberadaan manusia di bumi.
Salib menyadarkanku akan akar terdalam dan ibu dari segala kejahatan, dosa dan kematian.
Maria adalah pribadi ciptaan dengan semangat iman baru. Lih. 2kor 5: 15, 17.
Maria berbagi kesetiaan Allah dengan mengagumkan.
Maria menyadari dan memahami misteri kasih Allah dalam hidup manusia.
Bunda Maria mendekatkan kita manusia yang menderita, miskin, tersesat, terhempas, buta, tertindas dan berdosa pada Kristus Tuhan.
Ya Hati Tersuci Bunda Maria dekatkan kami pada Yesus Tuhan kita. Amin.