BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Jumat, 24 Desember 2021.
Tema: Kedamaian hidup.
Bacaan
- 2 Sam. 7: 1-5, 8b-12, 16.
- Luk. 1: 67-79.
MENJADI seorang pribadi manusia saja sudah mengagumkan. Apalagi menjadi seorang Kristiani.
Menjadi adalah sebuah kodrat menuju keabadian. Manusia adalah pribadi yang “berproses” dan berjalan “bersama” dalam peziarahannya.
Menjadi manusia yang semakin manusiawi itulah hakikatnya.
Menjadi manusia yang semakin manusiawi itu pun kekudusan. Terharap, ia semakin sesuai, seirama, seperasaan, sedekat mungkin dengan hatinya yang suci.
Tempat Allah Pencipta bertahta. Dengarlah hatimu.
Manusia adalah makhluk relasional. Ia berelasi dengan Tuhan yang tinggal di dalam hatinya. Tuhan menyapa, menuntun, memungkinkan dekat kepada-Nya.
Doa merupakan salah satu bentuk relasi dengan-Nya. Lewat doa, ia belajar berani percaya dan berserah.
Ia hidup bukan bagi dirinya sendiri. Ia hidup bagi Sang Pencipta. Dan dalam kebersamaan dengan sesama, ia adalah saudara bagi yang lain; teman seperjalanan menuju Sang Pencipta.
Dalam relasi itulah, dibangun ikatan persaudaraan. Ia bertumbuh sejauh berelasi dengan sesamanya. Kekristianitasnya memampukan ia berjumpa, berelasi dan bersaksi tentang Allah sekaligus berelasi beraksi sebagai saudara dalam kebersamaan.
“Mo, papa saya sudah tua. Dia ingin menjadi Katolik. Dibaptis. Mungkinkah?”
“Kenapa tidak Ko.”
“Katanya mah, papa mau ikut mama. Mama Katolik. Sekarang sudah berbahagia bersama Bapa di surga.
Papa selalu bilang, papa tidak pernah melupakan mama. Papa ingin selalu bersama.
Mama baik kepada papa. Mama sangat sabar dan baik. Tidak campur tangan pada urusan papa. Tekun di dapur dan telaten merawat anak-anak.
Kadang papa menangis sendiri kalau mengenang mama. Bahkan jika kami berbicara bersama, tanpa sengaja menyinggung mama.”
“Selama ini papa berdoa kemana?”
“Ikut tradisi saja. Itu pun kalau ada upacara upacara besar. Kalau tidak, berdoa sendiri di rumah. Biasanya, pagi hari sebelum matahari terbit, papa berdoa, menghadap matahari dan membakar hio.
Sepeninggal mama, papa jarang berdoa lagi.”
“Apa tanda bahwa papa serius menjadi Katolik. Bukan karena kesepian atau anak-menantu-cucu sudah jadi Katolik semua?”
“Beberapa bulan ini, papa memandang salib yang tergantung antara foto mama ketika muda dan foto perkawinan mereka. Papa sering melihat dan airmata keluar.
Sebenarnya, kan nggak boleh ya? Mosok foto almarhum mama disejajarkan dengan foto perkawinan mereka. Tapi yang aneh diantara dua foto itu papa ingin ada salib.
Itu saja mo. Papa serius ingin dibaptis. Berapa lama mo?”
“Gampang itu. Apalagi sudah tua. Yang penting papa percaya, bisa berdoa doa dasar dan pokok iman kita.”
“Apa ya Romo.”
“Kira-kira apa ya Ko? Kan sudah lama Katolik dan aktif di gereja.”
“Maaf ya, kalau salah. Sejauh saya imani yakni doa Bapa kami, Salam Maria dan Syahadat Para Rasul.”
“Wah hebat. Tulislah dengan huruf besar. Ajari papa menghafalkan. Entar romo rutin mengunjungi dan berdoa bersama.
Nah, karena papa sering melihat foto almarhumah mama, mungkin baik dicetak dan ditempelkan di bawah foto. Kalau papa melihat foto almarhumah mama, sekaligus papa berdoa.
Pasti akan cepat bisa.”
Dan betul.
“Menjelang tiga bulan, papa sudah hafal. Tulisan itu sudah dicopot.”
Saya yakin dan mendukung kerinduan hati papa ini. Tidak lama kemudian, saya membaptis dalam sebuah perayaan ekaristi keluarga.
Yang menarik, si papa minta altar di depan foto almarhumah isterinya. Dan, selama perayaan ekaristi, ia sering memandang foto almarhumah.
Ada suasana cinta yang dikenang. Kami dapat merasakan. Si papa tidak meneteskan air mata sedikit pun selama perayaan ekaristi.
Tenang dan senyum. Wajahnya damai.
Zakaria penuh dengan Roh Kudus bernubuat, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya. Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita. Supaya kita dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran-Nya dihadapan-Nya seumur hidup kita.” ay 68, 74b-75.
Tuhan, syukurku. PertolonganMu tidak pernah berlambat. Amin.