Sukacita Jalani Pola Hidup Bakti sebagai Religius

0
156 views
Ilustrasi: Rasa sukacita bersama saat merayakan pesta peringatan 70 tahun karya misi Kongregasi Suster St. Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA) -- Mathias Hariyadi

MASA sekarang ini adalah kurun waktu penuh cobaan di mana kita melihat banyak sekali tawaran-tawaran dunia yang sangat menggiurkan. Begitu juga dunia intelektual dan media sosial yang semakin berkembang mengikuti zaman.

Cobaan dan tawaran-tawaran ini sangat berpengaruh besar bagi hidup kaum religius yang membaktikan hidupnya secara khusus untuk Tuhan. 

Perkembangan dunia yang semakin modern sangat mempengaruhi pilihan hidup; terutama panggilan hidup bakti. Kita melihat makin sedikitnya minat para pemuda-pemudi yang mau membaktikan hidupnya secara khusus untuk Tuhan; baik sebagai imam, rohaniwan dan rohaniwati.

Begitu juga mereka yang sudah lama menjalani hidup bhakti tidak menutup kemungkinan ada yang memilih untuk keluar dan meninggalkan panggilannya.

Lantas apakah yang menjadi pokok masalah banyaknya religius yang meninggalkan biara atau meninggalkan panggilannya dan memilih untuk hidup di luar?

Komitmen hidup dan tantangan zaman

Dalam menjalani sebuah pilihan hidup, tentu banyak hal yang harus dipikirkan dan disiapkan secara matang. Apakah pilihan yang kita pilih itu sudah pasti keputusan dan pilihan yang baik atau tidak. Ini tentunya disertai dengan doa kepada Tuhan yang sungguh berperan dalam perjalanan hidup kita.

Apalagi sebagai seorang religius, seseorang yang memilih sebagai pelayan Tuhan secara khusus, tentu tidak dapat berjalan sendiri.

Kita membutuhkan orang yang mendampingi kita sebagai orang yang mengenali dan mengoreksi hidup kita, sikap kita, kekurangan dan ketidaksetiaan kita. Dalam hal ini dibutuhkan keterbukaan terhadap diri sendiri di dalam proses pembentukan jatidiri.

Karena itu, seorang dalam menjalani kehidupannya tidak hanya berjalan seperti air saja yang mengalir mengikuti arus.

Seorang religius harus memiliki komitmen Hidup yang kuat agar tidak mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman; juga oleh isu-isu yang dinilai kurang baik dan tidak mendukung.

Paus Fransiskus menegaskan bahwa “ketika komitmen ‘untuk selamanya’ menjadi lemah, hal apa pun dapat menjadi alasan untuk meninggalkan jalan yang telah ditempuh.” 

Selain mempunyai komitmen, kita juga harus bertekun dalam kesetiaan ini adalah hal yang sangat penting dalam perjalanan hidup seseorang.

Setia dengan apa yang sudah di janjikan atau diikrarkan.

Surat Paus Fransiskus kepada Para Rohaniwan-rohaniwati. Dokumen Kepausan, 8 Oktober 2019

“Saya ingin mengatakan satu kata kepada Anda dan kata itu adalah sukacita. Di manapun ada rohaniwan-rohaniwati, maka di situ selalu ada sukacita.” – Paus Fransiskus

Orang-orang yang dipanggil secara khusus adalah mereka yang menjadi saksi akan kehidupan masa yang akan datang  dan menjadi saksi atas keradikalan Injil.

Matius 22:30: “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di surga.”

Tentang rasa sukacita

Paus Fransiskus memiliki perhatian khusus terhadap rasa sukacita. Kepada kaum pelaku jalan hidup bhakti, Paus Fransiskus terus mengajak mereka untuk memberi kesaksian sukacita.

Bagi Paus Fransiskus, keindahan pembaktian ini adalah sukacita. Yakni, sukacita yang membawa penghiburan Allah kepada semua orang.

Sukacita itu sendiri bukanlah sekedar ornamen yang tidak berguna, melainkan suatu tuntutan dan dasar hidup manusia.

Menjadi model atau menjadi suatu panutan bukanlah hal yang mudah, apalagi menjadi saksi khusus keradikalan Injil.

Dibutuhkan kerjasama baik antara kedua belah pihak. Antara pelaku dengan Allah sendiri yang menjadi pokok dari segalanya, karena para pelaku hidup bhakti itu tidak mampu berjalan sendiri.

Komunikasi melalui doa adalah pondasi yang kuat untuk menahan dan menopang panggilan seorang hidup bakti. Jika komunikasi dengan Allah berjalan baik, maka di situ ada sukacita. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here