Sukacita Nasihat Injili di Masa Pandemi dalam Temu Tahunan TSSI

0
174 views
Sukacita Nasihat Injili di Masa Pandemi dalam Temu Tahunan TSSI.

TEMU Tahunan TSSI (Tarekat Sekular Seluruh Indonesia) tanggal 2-3 Oktober 2021 yang baru lalu itu sebenarnya merupakan tahan lanjutan. Biasanya dilaksanakan pada Minggu ke-3 bulan Oktober. 

Tertunda karena pandemi

Sudah dua kali sepanjang bulan Oktober, kami melewati masa ini tanpa pertemuan karena masa pandemi. Bukan hal yang mudah untuk menyesuaikan dengan era yang baru. 

Pandemi Covid-19 dimulai sejak Maret 2019. Dengan tertatih-tatih juga masing masing dari kita mencoba bangkit dari masa sulit ini.

Demikian juga dengan Tarekat Sekular Seluruh Indonesia.

TSSI mensyukuri bahwa pada bulan Oktober 2021 akhirnya bisa melaksanakan pertemuan tahunan. Meski kerinduan bertemu sangatlah besar, namun para selibater awam ini harus puas diri bisa bertemu virtual.

Setidaknya bisa mengobati rasa rindu untuk berbagi pengalaman dan merefleksikan perjalanan peziarahan hidup panggilan masing masing.

TSSI itu apa?

Mungkin beberapa di antara pembaca sekalian ada yang belum mengenal TSSI. Tarekat sekular seluruh Indonesia adalah wadah bagi para selibater yang berkaul sama seperti para biarawan atau biarawati.

Namun model hidupnya tidaklah sama seperti para biarawan yang hidup dalam komunitas biara.

Para selibater hidup bhakti ini hidup di dalam keluarga atau malah hidup sendiri. Hanya beberapa yang memang memilih hidup komunitas.

Mengucapkan kaul

Mereka menghayati Tri Kaul.

Hidupnya sungguh dipersembahkan kepada Tuhan melalui pelayanannya di paroki atau di mana mereka bekerja. 

Hidup mereka ditopang bukan dari biara induknya tapi mereka bekerja sendiri untuk menghidupi dirinya, dengan tetap memegang prinsip hidup sederhana atau kesahajaan.

Kita menyebutnya kaul kemiskinan.

Mereka juga tidak menikah, tapi memilih hidup untuk mempersembahkan kepada Kristus sebagai mempelainya, kita sering mendengar dengan sebutan kaul kemurnian.

Pada umumnya mereka menghayati kaul ketaatan kepada Uskup setempat atau pimpinan tertinggi dari Tarekat tersebut (Penanggungjawab)

Di sela-sela rekoleksi para selibater masih juga bisa membuat program tahunan, meski belum bisa mengadakan pemilihan pengurus baru.

Sebenarnya dalam dua tahun yang lalu para pengurus mestinya sudah berganti.

Karena dampak Covid-19 ini, maka pertemuan yang tadinya diadakan pada tahun 2019 untuk pemilihan, menjadi tertunda hingga hari ini.

Dan akhirnya supaya program tetap bisa berjalan -sambil menantikan masa pandemi berlalu- Sr. Yuliana SRM menawarkan program-program yang disusun bersama pada Minggu pagi.

Di antaranya akan diadakan kembali triwulanan pertemuan daring dengan penanggungjawab yang sudah dipilih bergantian dari para penanggungjawab tarekat masing masing.

Ini merupakan jalan baru dampak dari pandemi, karena biasanya TSSI hanya mengadakan pertemuan satu kali dalam setahun.

Kini, bisa lebih dari 3 kali mengadakan pertemuan, ini sungguh menjadi fokus pada kebaikan bersama.

Langkah nyata dari kerinduan membuat jejaring lebih erat dan terfokus, terarah. Mudah-mudahan dengan program baru ini juga akan menjadi titik pijak adanya keterbukaan untuk makin maju dan dikenal masyarakat Katolik di Indonesia.

Bahwa memang di Indonesia telah hadir lebih dari tujuh tarekat sekular dan yang tergabung dalam Tarekat Sekular seluruh Indonesia.

Para selibat yang hidup di dunia dan memiliki tugas menguduskan dunia. 

Bekerjasama dalam pastoral kehadiran dan ikut melayani umat.

Rekoleksi  

Tema rekoleksi tahun ini sangat menarik: “Sukacita Nasihat Injili dalam Masa Pandemi “.

Rekoleksi kali ini dipimpin oleh Romo Joni SCJ dengan peserta dari berbagai tempat seperti dari Pulau Kei, Papua, Jawa Tengah, Semarang dan Ambarawa, Jogjakarta dan Solo, Bandung dan Jakarta serta Palembang.

Dengan beberapa Tarekat Sekulir yang pada Oktober  bisa hadir antara lain: SRM (Serikat Rosa Mystika), KSU (Kompania Serikat Ursulin), PRK (Penebar Ragi Kristus), dan Compagnia Missionaria del Sacro Cuore.

Peserta kurang lebih ada 20-25 orang.  

Rekoleksi mengkonfrontasi diri dalam temu tahunan TSSI (Tarekat Sekular Seluruh Indonesia).

Konfrontasi diri    

Rekoleksi dimulai dengan mengkonfrontasikan diri yang rapuh.

Dalam hal ini, Romo Joni SCJ mengingatkan bahwa setiap pribadi tentulah memiliki kerapuhan, karena kita memang manusia atau setidaknya masih menjadi manusia.

Pilihan hidup pribadi manusia yang akhirnya memilih hidup selibat atau religius pun tetap tidak lepas dari kerapuhan.

“Menjadi religius tidak menyempurnakan cacat kita; bahkan ‘kesepian’ yang tidak diolah dapat meng-amplifikasi cacat manusiawi kita.

Mengakui kodrat “bejana tanah” kita di tengah tuntutan dunia perfeksionis membutuhkan rahmat,” kata Romo Joni SCJ.

Pada bagian berikutnya, Romo Joni SCJ mengingatkan bahwa di antara banyak religius atau hidup bakti tentulah juga mengalami krisis komitmen hidup komunal, selain tentu saja pembatasan sosial makin menjadi marak.

Dunia mengarah pada individualisme akut.

Dengan hadirnya pandemi Covid-19 yang melanda dunia juga menyebabkan krisis di dalam biara yang biasa hidup dalam komunitas. Karena banyaknya korban meninggal di biara karena pandemi juga mengancam hidup bersama.

Setiap orang terus diingatkan untuk menjaga jarak. Bahkan beberapa kegiatan komunitas seperti makan bersama menjadi sulit karena harus menjaga jarak.

Dan akhirnya juga menggiring manusia pada ironi hiper-realitas screen-time semakin tinggi dan mengakibatkan orang hanya memiliki “satu jenis kebenaran”: kebenaran yang ia sukai sendiri seperti bagaimana kita diingatkan untuk hidup dalam cinta.

Galatians 5:22-23: “But the fruit of the Spirit is love, joy, peace, forbearance, kindness, goodness, faithfulness, gentleness, and self-control.”

Romo Joni mengingatkan, “Anda harus sadar bahwa masa kini Anda tidak boleh didikte oleh masa lalu…“

Cinta tanpa syarat dan belarasa dari Yesus Kristus yang tersalib.”

Hidup bahagia dengan menjadi anggota Tarekat Sekular Seluruh Indonesia (TSSI).

Dikatakan juga: Allah tidak memanggil kita untuk berlelah-lelah menjadi perfeksionis (vs. Mat 5:48) – Ia memanggil kita untuk berusaha mencintai dalam segala kelemahan layaknya Sang Manusia Tersalib [2 Kor 4:7].

Semakin seseorang melihat diri mereka sebagai interdependen (saling bergantung satu sama lain) dan berdiri sebagai bagian dari sistem sosial, semakin tinggilah orientasi mereka bagi sesama yang lain.

Demikian kurang lebih apa yang disampaikan dalam rekoleksi. Aksi nyata ini diharapkan dari kita masing masing akhirnya membawa pewartaan yang menggembirakan.

“Dan semoga dunia zaman kita, yang sedang mencari, kadang kala dengan kecemasan, kadangkala dengan harapan, mampu menerima kabar baik bukan dari para pewarta yang murung, putus asa, tidak sabar atau kuatir, tetapi dari para pelayan Injil yang hidupnya semarak dengan semangat, yang telah menerima lebih dulu sukacita Kristus.” (Evangelii Nuntiandi 80)

Dunia berubah. Zaman berubah. Anda juga berubah setiap saat. Maka, janganlah takut untuk updating diri dengan pandangan dunia saat ini.

Dan pesan terakhir Romo Joni dalam rekoleksinya mengembangkan relasi yang mendalam dengan Kristus dalam sikap hidup kontemplatif dan terus-menerus berdiskresi.

Sukacita hidup yang direfleksikan selalu mampu melampaui kedangkalan materialisme, dalam 1 Kor 12: 9: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here