Pengantar redaksi
DISKUSI memaknai kunjungan Imam Besar al Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb ke Indonesia masih menarik untuk kembali diperbincangkan. Kali ini, kami menghubungi Sumanto Al Qurtuby Ph.D, profesor antropologi dan sosiolog lulusan AS dan kini mengajar di King Fahd University, Arab Saudi. Berikut petikan wawancaranya dan silakan baca juga: Memaknai Kunjungan Imam Besar al Azhar ke Indonesia (1)
———————-
Tanya (T): Apa konteks historis dan politik kunjungan beliau ini ke Indonesia? Objektiv-nya apa?
Jawab (J): Saya tidak tahu persis objectiv-nya apa, tetapi Al-Azhar dan Indonesia memang memiliki sejarah panjang karena sudah sejak lama banyak para ulama Indonesia belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, sehingga terbangun jaringan Al-Azhar-Indonesia. Sampai sekarang, banyak kaum Muslim belajar di Universitas Al-Azhar yang merupakan kampus tertua dan disegani dalam kajian-kajian keislaman. Kairo dan Makkah menjadi telah lama menjadi “poros” intelektual Islam di Indonesia.
T: Mengapa Indonesia dianggap penting untuk dikunjungi beliau?
J: Saya kira karena Indonesia dipandang sebagai negara Muslim terbesar di dunia yang memiliki historitas dan dinamika sosial-politik-budaya yang menarik dibandingkan dengan negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim lain di dunia ini.
T: Sejauh mana ketokohan beliau di panggung dunia islam internasional?
J: Di Mesir, jabatan Grand Syeikh itu sangat prestisius dan bukan sembarang orang yang bisa menduduki posisi ini. Hanya ulama yang memiliki kapasitas keilmuan keislaman yang mumpuni yang bisa mendapatkan posisi ini. Tetapi bukan berarti fatwa-fatwa Grand Syeikh Al-Azhar itu dipatuhi semua umat Islam.
Grand Syeikh itu tidak seperti Paus di Vatikan yang keputusan-keputusannya mengikat dan kemudian dipatuhi oleh seluruh umat Katolik. Setiap negara-negara berbasis Muslim memiliki organisasi ulama sendiri-sendiri. Saudi punya Grand Syeikh sendiri. Negara-negara yang mayoritas seperti Iran, Irak, atau Lebanon mengikuti fatwa-fatwa para Imam dan Mullah Syiah. Oman yang berpenduduk d iluar Sunni-Syiah juga punya struktur keulamaan sendiri.
T: Dampak kunjungan beliau bagi Indonesia dan Mesir ke depan bagaimana?
J: Mesir dan Indonesia itu merupakan dua negara mayoritas Muslim yang sama-sama bermazhab Sunni-Syafii. Saya melihat bagi Indonesia, kunjungan beliau memberi kontribusi yang sangat positif setidaknya sebagai “counter” terhadap wacana-wacana yang dikembangkan kalangan Salafi ekstrim yang selama ini sering mengatasnamakan Islam. Kalangan Salafi ekstrim ini sering mengklaim wacana keislaman yang mereka kembangkan itu sebagai “wacana tunggal” Islam yang otoritatif.
Kita tahu, Syeikh Al-Azhar bukan mengunjungi kelompok-kelompok Islam garis keras, melainkan menjumpai tokoh-tokoh Muslim moderat seperti Pak M. Quraish Shihab, Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya dan sebagainya.
T: Efeknya apa kunjungan beliau bagi dunia Islam di Indonesia?
J: Efeknya ya menciptakan citra tentang Islam yang damai dan toleran serta sebagai “pendidikan publik” bahwa Syiah yang disesatkan oleh kelompok Salafi ekstrim dan sejumlah umat Islam itu adalah sejatinya bagian dari keluarga besar Islam itu sendiri yang tidak pada tempatnya untuk dikafir-sesatkan.
Kredit foto: Sumanto Al Qurtuby Ph.D (Courtesy of Gatra), Ist