KISAH pertobatan Saulus selalu menarik untuk dibaca dan direnungkan. Banyak pesan yang dapat direnungkan. Misalnya, kasih Allah tidak membedakan orang jahat dari orang baik dan Tuhan bisa menggunakan siapa pun sebagai alat pewartaan-Nya (Kisah Rasul 9: 15).
Kemarin, kita membaca tentang Tuhan yang mengutus Diakon Filipus. Hari ini, Tuhan mengubah Saulus dari pembenci pengikut Kristus menjadi pewarta bahwa Kristus adalah Anak Allah (Kisah Rasul 9: 20).
Kisah Diakon Filipus menunjukkan karya Roh Kudus dalam pewartaan sabda. Pertobatan Saulus menegaskan kasih Allah yang tidak pernah kering. Kasih itulah yang mengubah Saulus. Inilah yang mengubah perjalanan sejarah Gereja.
Sementara Ananias melihat tindakan Saulus yang jahat terhadap jemaat, Tuhan justru menunjukkan kasih-Nya kepada Saulus dan mengubahnya menjadi pewarta-Nya yang amat gigih.
Kita semua perlu bersyukur atas pertobatan Saulus. Jika itu tidak terjadi, bisa jadi kita belum mengenal Kristus.
Bukankah Santo Paulus adalah rasul yang mewartakan Yesus di luar orang-orang non-Yahudi? Bukankah dia itu orang yang mewartakan Injil sampai ke ujung bumi?
Kalau kita menghubungkannya dengan bacaan Injil (Yohanes 6: 52-59), kita melihat bahwa Pauluslah yang mengingatkan kita akan tubuh dan darah Kristus yang kita rayakan dalam perayaan ekaristi (1 Korintus 11: 23-26).
Setiap kali kita merayakannya, kita mewartakan Tuhan hingga Dia datang kembali.
Hidup Santo Paulus tentu berpusat pada ekaristi. Yesus Kristus yang menjadi inti dan pusat ekaristi telah mengubahnya menjadi manusia baru hingga bukan lagi dia yang hidup melainkan Kristus yang hidup dalam dirinya (Galatia 2: 20).
Kekuatan rohani sejati Paulus bukan dari dirinya sendiri, melainkan dari Kristus yang disantapnya dalam ekaristi.
Dialah sumber kasih yang tidak pernah kering bagi siapa pun yang mendambakan hidup abadi.
Jumat, 28 April, 2023