Kerahiman Allah Menghidupkan Kematian Kita
Saudara-saudari yang terkasih,
Selama masa pra-Paska kita telah merenungkan kemurahan hati Allah yang hanya menghendaki kebaikan bagi kita dan bukan penderitaan. Oleh karena itu kehidupan kita harus dihayati dengan penuh semangat dan bertanggung jawab dan jauh dari rasa putus asa. Kehidupan ini yang merupakan anugerah Allah pantas diperjuangkan dengan segala usaha baik.
Pada akhirnya kita tiba pada masa Paska.
Paska adalah kebangkitan Kristus, adalah kehidupan baru yang penuh kemuliaan. Kehidupan baru itu terjadi setelah Dia mengalami penderitaan dan kematian yang sangat tragis. Penderitaan dan kematian-Nya sangat tragis karena sesungguhnya Dia tidak bersalah, namun dijadikan sebagai orang yang bersalah. Dia telah menjadi silih bagi keberdosaan kita (1 Pet 2: 24-25). Kehidupan kebangkitan itu adalah kehidupan yang penuh kemuliaan karena kehidupan itu tidak dapat dikalahkan lagi baik oleh penderitaan maupun bahkan oleh kematian (Rom 6: 9).
Dalam kebangkitan Kristus, kita menemukan kemuliaan setelah penderitaan dan kematian. Kebangkitan Kristus itu adalah juga pemakluman kepada kita bahwa kehidupan kita kelak akan menyerupai kehidupan-Nya yang penuh kemuliaan, sebab Dia telah menebus hidup kita. Kita seharusnya menangggapi pengorbanan diri Kristus bagi kita itu dengan kehidupan penuh syukur.
Kebangkitan Kristus adalah juga tanda kerahiman Allah.
Allah yang maha baik, yang kita rasakan seakan-akan membiarkan Kristus menderita demikian hebat, tidak menghendaki Kristus kalah dan tinggal selamanya di dalam kubur. Kristus sendiri sejak awal telah berkenan di hati Bapa (Mat 3: 17). Kesabaran dalam menanggung penderitaan sampai kepada kematian-Nya pun berkenan di hati Bapa.
Bagi kita ini penting: entah seperti apa situasi kehidupan kita sekarang ini, pastilah kita dapat menemukan sisi kebaikan Allah di dalamnya. Kita pantas menghidupi sisi kebaikan itu dengan penuh semangat untuk dapat berkenan kepada Allah seperti Kristus (bdk. Flp 2: 5 – 10). Allah itu maha baik, maka kehidupan ini tidak boleh dijalani dengan rasa putus asa. Allah pasti menyediakan kebaikan bagi kita jika kita mau menemukannya.
Saudara-saudari yang terkasih,
Mari kita sejenak merenungkan peristiwa kecil yang terjadi di atas kayu salib. Sebelum menghembuskan nafas-Nya yang terakhir Yesus berkata, “Sudah selesai” (Yoh 19: 30). Kita bisa menyimpulkan bahwa Kristus telah menyelesaikan tugas perutusan yang diberikan Bapa sampai tuntas. Tugas dan tanggung jawab menebus menusia, kendatipun sangat berat, telah dijalankan oleh Kristus sampai selesai. Sebuah keteladanan yang selayaknya menjadi tekad kita juga untuk menyelesaikan tugas apapun yang menjadi tanggung jawab kita.
Setiap kita mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam kehidupan kita, baik di rumah kita sendiri, di tempat kerja, dalam lingkungan masyarakat, maupun dalam komunitas kaum beriman. Sesuai dengan peran kita masing-masing, kita dipanggil untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kita sampai selesai. Kita tidak boleh mewariskan tugas yang menjadi tanggung jawab kita kepada orang lain. Semoga pada akhirnya kita akan bisa berkata seperti Kristus, “sudah selesai”. Kita akan lega, orang lain juga akan bahagia.
Namun setelah kematian itu, agaknya Allah masih meminta Yesus untuk tetap terus bekerja. Bapa sendiri telah menyelesaikan karya penciptaan dalam 6 hari yang semuanya “baik adanya”, namun ternyata Allah tidak lalu menganggur. Kristus sendiri pernah mengatakan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga” (Yoh 5: 17). Ini berarti pemenuhan tanggung jawab sampai selesai tuntas, tidak berarti setelahnya kita boleh menganggur dan lepas tanggung jawab. Karena itu kendatipun Yesus telah mengatakan “sudah selesai” dan kemudian beristirahat dalam kubur, Allah membangunkan-Nya.
Seperti Bapa, Yesus masih harus bekerja lagi. Dia masih harus menyemangati para murid-Nya yang tetap belum mengerti, yang masih bingung, dan bahkan masih ada yang tidak percaya dan ketakutan (Yoh 19: 9; 20: 19, 25). Masih ada “finishing touch” yang masih harus dilakukan oleh Yesus. Penampakan kebangkitan-Nya pada para murid adalah finishing touch akan semua yang diajarkan oleh Yesus kepada para murid-Nya.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah juga perutusan yakni perintah untuk melanjutkan pewartaan itu oleh para murid. Bahkan dalam perutusan itu Yesus mengatakan “Aku menyertai kamu sampai akhir zaman” (Mat 28: 16 – 20). Kristus ternyata selalu bekerja bersama dengan kita. Dia telah selesai dalam peran-Nya sebagai manusia yang sama seperti kita. Namun Dia akan tetap bersama dengan kita, membantu kita, menyemangati kita, melindungi dan menjaga kita, bukan sebagai manusia yang terkurung dalam keterbatasan fisik dan budaya, melainkan sebagai Allah Putera yang seperti Bapa penuh keagungan dan kemuliaan (bdk. Kol 1: 19; 2: 9).
Penyertaan Kristus dalam pengertian ini jauh lebih berdaya dan penuh kuasa. Sebab dalam menyertai para murid-Nya (dan dalam menyertai kita), Kristus mengutus Roh Kudus, yang keluar dari Bapa dan Putera, untuk menjadi kekuatan kita. Roh Kudus itu akan selamanya bersama dengan kita (bdk. Yoh 14: 26. Dengan demikian ternyata Allah sebagai Allah tidak pernah mengenal kata pensiun dalam mencintai dan menyelamatkan manusia.
Saudara-saudari yang terkasih,
Melalui Paska tahun ini saya ingin mengajak Anda sekalian untuk memberi perhatian dan melaksanakan ajakan Bapa Suci yang dicanangkan pada akhir tahun 2015 dan rekomendasi Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI 2015):
- Bapa Suci telah mengeluarkan Ensiklik Laudato Si untuk mengajak kita mencintai bumi ini. Bumi ini adalah rumah kita bersama. Bersama seluruh alam marilah kita menyembah Allah. Agar alam ini dapat menjadi sahabat kita, marilah kita merawat bumi kita ini dan tidak merusaknya. Kita bukan pewaris tunggal bumi kita ini. Masih akan ada generasi tak terhitung jumlahnya yang akan menghuni bumi ini sesudah kita. Mereka adalah anak, cucu dan cicit, keturunan dari keturunan kita juga. Pastilah mereka menginginkan mempunyai kakek dan nenek moyang yang baik yang meninggalkan warisan kebaikan bagi mereka. Jika kita bisa menyaksikan kehidupan mereka, kita tidak akan tega melihat mereka jika harus hidup sengsara di bumi yang compang-camping dan gersang menyiksa. Karena itu, mari kita merawat bumi ini sehingga menjadi “taman yang indah dan kebun subur yang menghasilkan panenan berlimpah, yang lereng-lerengnya dipenuh ternak” (bdk. Maz 65: 6 – 14), “bukan sebagai Masa dan Meriba yang hanya pantas menjadi kuburan bagi kematian” (bdk Maz 95: 8-11). Gerakan menanam pohon, mengolah sampah organik dan tidak membuang plastik sembarangan adalah perbuatan terpuji yang akan berdampak besar pada lingkungan kita. Para penambang hendaklah bertanggung jawab mereklamasi lahan yang ditinggalkannya.
- Pada tgl. 8 Desember 2015 sampai hari Raya Kristus Raja 2016 nanti telah dicanangkan sebagai Tahun Istimewa Allah Mahamurah oleh Bapa Suci Fransiskus. Dalam diri Allah hanya ada kebaikan dan kerahiman. Kebaikan-Nya dan kemurahan hati-Nya melampaui batasan-batasan dan sekat-sekat diskriminatif yang sering kita bangun bahkan dengan mengatasnamakan Allah. Sesungguhnya setiap bangsa di manapun merindukan kehidupan penuh kedamaian dan kerukunan. Sebagai Gereja dan sebagai pribadi, Bapa Suci mengundang kita untuk menyebarkan kebaikan hati Allah dalam pergaulan kita dengan sesama kita, tanpa memandang perbedaan latar belakang apapun. Kita semua adalah saudara dan saudari dari Allah yang adalah Bapa kita bersama. Dan Allah yang adalah Bapa kita bersama itu sesungguhnya tidak membedakan orang (bdk. Kis 10: 34).
- SAGKI 2015 merekomendasikan agar kita memperhatikan keluarga kita. Keluarga adalah Sukacita Injil. Marilah kita, sambil merasakan kebaikan dan kemurahan hati Bapa di atas dalam diri kita masing-masing, kita mengasihi keluarga kita dengan sepenuh hati, menghidupi dan menjaganya tanpa kenal lelah dengan kebaikan, kejujuran, dengan belas kasih, sikap ramah dan santun, dan dengan iman kristiani sebagai landasannya.
Marilah setiap hari memulai hari baru dengan senyuman kasih sayang yang iklas, keramahan, bela rasa, setia kawan, penuh pengampunan bagi setiap kesalahan para anggotanya, dan dengan hormat dan bakti manusiawi. Keluarga yang baik akan melahirkan pribadi-pribadi manusia yang penuh kasih sayang, toleran, dan empati tinggi kepada sesama manusia. Pada akhirnya keluarga yang baik akan melahirkan masyarakat yang sehat dan negara serta bangsa yang bermartabat.
Selamat Paska 2016.
Salam dan berkatku,
+ Mgr. Yohanes Harun Yuwono
Uskup Keuskupan Tanjungkarang
Kredit foto: Pena Katolik, KWI