MINGGU ADVEN 2, B; 4 Desember 2011
Yes. 40:1-5.9-11; 2Ptr. 3:8-14; Mrk. 1:1-8
Yohanes, tokoh yang mempersiapkan kedatangan Yesus menyampaikan dua pesan: berseru-seru di padang gurun untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan menyerukan pertobatan. Kepada siapa pesan pertama itu ditujukan? Seperti dikatakan nabi Yesaya, umat Israel mendapat janji, perhambaannya sudah berakhir, kesalahannya sudah ditebus, hukumannya sudah tuntas. Mereka akan kembali ke Tanah Terjanji, melalui jalan yang sudah disiapkan, diratakan.
Siapa yang menyiapkan jalan itu? Tentu bukan bangsa Israel di pembuangan. Mereka yang akan memakai jalan itu. Jadi seruan itu ditujukan kepada hamba-hamba Allah, yaitu para penghuni surga, agar umat Allah dapat lewat dengan mudah. Seruan pertobatan tentu ditujukan kepada umat Allah. Jadi seruan Yohanes adalah suatu gambaran tentang persiapan kedatangan Tuhan: surga membuka jalan dan manusia menyambutnya dengan pertobatan.
Tuhan datang berarti bersatunya kembali surga dengan dunia; Allah dengan manusia. Jadi, Adven adalah saat Surga membuka komunikasi dengan kita. Tuhan menawarkan harapan. Jawaban yang ditunggu dari kita: bertobat, mengubah jalan hidup. Dan hal ini terlaksana di dunia ini, sekarang ini dalam hidup kita.
Beberapa hari sebelum Natal, seorang ibu bergegas ke supermarket untuk belanja hadiah-hadiah yang belum sempat dibelinya. Ketika melihat kerumunan orang disana, ia mulai mengeluh: “Waktuku habis disini, aku masih banyak urusan lain.” Masa natal semakin lama semakin menjengkelkan. Ibu itu ingin tidur dan bangun sesudah Natal lewat. Tapi ia tetap jalan ke bagian mainan dan mengutuki harga-harga mahal yang tertera disana.
Apakah anak-anak memang suka main dengan mainan-mainan mahal seperti itu? Ada seorang anak laki-laki, umur 5 tahunan, memeluk sebuah boneka di dadanya. Ia mengelusi rambut boneka itu dan kelihatan sedih sekali. Ibu itu menduga-duga, buat siapa boneka itu? Anak itu memandang kearah seorang ibu tua disebelahnya. “Nek, apa pasti kita tidak punya cukup uang?”
Neneknya menjawab: “Sayang, kita tidak punya uang untuk beli boneka ini. Sekarang jangan kemana-mana. Nenek masih harus cari sesuatu lagi.” Nenek itu segera pergi. Anak itu masih memeluki boneka itu.
Ibu itu mendekat dan bertanya, bonekanya untuk siapa? “Boneka ini paling diinginkan adik saya untuk hadiah Natalnya.” Ibu itu menjawab, mungkin Santa Claus akan memberi adiknya hadiah boneka itu. Jadi, jangan khawatir.
Tetapi anak itu menjawab dengan sedih: “Santa Claus tidak dapat membawa boneka ini ke tempat adik sekarang. Saya harus titip boneka ini kepada mama, sehingga mama dapat memberikannya kepada adik waktu mama sampai disana.”
Dengan sedih ia melanjutkan: “Adik saya pergi ke Tuhan. Papa bilang, mama juga akan pergi segera menemui Tuhan. Karena itu saya berharap mama dapat membawa boneka ini untuk adik.”
Hati ibu itu serasa berhenti berdenyut. Anak itu menatapnya dan berkata: “Saya bilang ke papa, supaya minta mama jangan pergi dulu. Saya minta supaya menunggu saya pulang dari supermarket.”
Ia memperlihatkan fotonya yang sedang tertawa cerah. “Saya juga ingin mama bawa foto ini, supaya mama tidak akan melupakan saya. Saya sayang sekali sama mama. Saya tidak ingin mama pergi. Tapi papa bilang, mama harus bergi untuk menemani adik.”
Kemudian ia terdiam dan menatap boneka itu dengan wajah sedih. Ibu itu cepat-cepat membuka dompet dan mengambil uang. “Coba kita periksa lagi, siapa tahu kamu punya cukup uang?”
”OK. semoga uang saya cukup.” Ibu itu menyelipkan uangnya tanpa diketahui anak itu. Ada uang cukup untuk membeli boneka itu, bahkan ada sisanya.
Anak itu berkata: “Terimakasih Tuhan sudah memberiku uang yang cukup.”
Ia memandang ke ibu itu. “Saya mohon kepada Tuhan sebelum tidur untuk membuat saya punya uang cukup untuk membeli boneka ini sehingga mama dapat memberikannya kepada adik. Tuhan mendengarkannya. Saya juga ingin punya uang untuk membeli setangkai mawar putih untuk mama; tapi saya tidak berani minta kepada Tuhan terlalu banyak. Tapi Tuhan memberi saya uang cukup untuk membeli boneka dan mawar putih. Tante tahu? Mama suka sekali mawar putih.”
Beberapa menit kemudian, neneknya datang dan ibu itu pergi dengan membawa belanjaannya. Ibu itu tak dapat melupakan anak laki-laki itu. Dia ingat, di Koran lokal 2 hari yang lalu ada berita bahwa seorang supir truk yang mabuk menabrak mobil yang berisi seorang ibu muda dan gadis kecil. Gadis itu meninggal di tempat dan ibunya dalam keadaan koma, dibantu oleh mesin-mesin penyambung hidupnya. Apakah ini keluarga anak laki-laki itu?
Dua hari kemudian, dikabarkan bahwa ibu muda itu meninggal. Ibu itu pergi ke ruang jenasah sambil membawa seikat bunga mawar putih. Di dalam peti jenasah, jenasah ibu itu terbaring, memegang setangkai mawar putih dan foto anak laki-laki itu dan bonekanya diletakkan di dadanya. Ibu itu meninggalkan tempat itu dengan menangis. Cinta anak laki-laki itu kepada ibu dan adik perempuannya, sangat menyentuh hidupnya. Dan malapetaka itu terjadi dalam waktu sekejab; seorang supir yang mabuk merengut kebahagiaan dari anak laki-laki itu.
Malaikat pembantu
Sahabat adalah malaikat yang membantu kita tetap bisa terbang pada saat kita lupa bagaimana memakai sayap kita untuk terbang. Siapa malaikat dalam cerita ini? Anak laki-laki dengan kasihnya kepada ibu dan adiknya, membuat ibu itu belajar sekali lagi, makna natal: berbagi kasih. Ibu itu, sesudah ia bertobat, berubah, juga menjadi malaikat bagi anak laki-laki itu dan bagi kita dengan berbagi cerita ini dengan kita.
Adven bukan sekedar saat mengulang kesibukan persiapan Natal sambil menyeret beban dan kesulitan hidup kita. Adven adalah saat untuk melihat dan menata ulang hidup kita untuk bertemu dengan Tuhan yang mau terus menyapa kita. Adven adalah saat untuk menerima kehadiran para malaikat yang mau membuka jalan bagi kita dan sambil menata hidup, kita juga dapat menjadi malaikat bagi orang-orang di sekitar kita. Amin.