SUNGGUH, bahkan hingga di pertengahan tahun 2019 ini pun, belum juga tersedia satu jenis moda transportasi umum di Kota Ketapang.
Di Kota Ketapang hingga kini belum tersedia angkot, ojek pangkalan, dan apalagi ojek berbasis aplikasi online. Satu-satunya “taksi” hanya tersedia di bandara Ketapang menuju pusat kota atau titik tujuan lainnya.
Ketapang di tahun 2019 masih saja tetap mengandalkan tersedianya moda transportasi mandiri alias setiap warga harus menyediakan sepeda motor atau mobi sendiri untuk berpergian.
Bidan bersepeda
Dengan demikian, bisa dibayangkan betapa susahnya bagi Sr. Norbertha OSA yang di tahun 1960-an harus berkeliling Ketapang untuk memberi layanan kesehatan bagi penduduk Kota Ketapang.
Ia tiba di Ketapang pada tanggal 14 Maret 1958.
Maka, tidak ada jalan lain, kecuali dia harus rela naik sepeda onthel kemana pun pergi menuju titik-titik lokasi di seluruh penjuru kota untuk membantu proses partus (persalinan bayi).
Karena kemana-mana harus mengayuh sepeda onthel guna bisa mengampu pelayanan kesehatan untuk kaum perempuan di segala penjuru Kota Ketapang inilah, maka Sr. Norbertha OSA lantas populer dijuluki oleh masyarakat Ketapang sebagai “Bidan Bersepeda”.
Selembar kerta ijazah sebagai perawat profesional keluaran Nederland telah memfasilitasi Sr. Norbertha OSA melibas tantangan zaman di Ketapang waktu itu. Yakni, kemampuannya bisa membantu proses persalinan kaum perempuan yang tengah hamil tua dan juga hamil muda namun mengalami keguguran.
Pengalaman dan praktik kebidanan inilah yang akhirnya telah menjadikan Sr. Norbertha OSA lalu memperoleh reputasi hebat sebagai suster biarawati dengan kemampuan bisa memberi layanan kesehatan khusus kaum perempuan di Kota Ketapang.
Waktu itu, di seluruh Kota Ketapang, belum tersedia rumah sakit bersalin.
Melawan panas
Kadang Sr. Norbertha OSA hanya bisa membiarkan dirinya klebus, ketika busana biaranya telah menjadi basah kuyup oleh keringat tubuh karena saking teriknya sinar matahari yang sedemikian panasnya di Ketapang.
Itu terjadi setiap kali ia harus ngonthel naik sepeda kemana-mana.
Namun, Sr. Norberta OSA juga sangat menikmati perjalanan keliling pelosok di Kota Ketapang yang hanya bisa dijangkau = melalui pelayaran melalui aliran sungai dengan menaiki perahu klothok.
Disebut demikian, karena mesin perahu motor tempel ini selalu tanpa henti menyuguhkan bunyi tidak enak di telinga dengan thok… thok….thok….
Praktik di Ruang Cuci
Selain berjalan keliling ke seluruh penjuru Ketapang, Sr. Norbertha OSA juga membuka praktik layanan kebidanan di Biara OSA di Jl. Pal 2, Ketapang – kini sudah berganti nama menjadi Jl. Jenderal Sudirman.
“Tersedia ruangan sangat kecil di Ruang Cuci Biara OSA di mana saya bisa melakukan pemeriksaan terhadap ibu-ibu hamil,” kenang Sr. Norbertha OSA dalam sebuah wawancara di Nederland.
Dalam praktiknya memberi layanan kesehatan kebidanan ini, dia dibantu oleh Sr. Mathea Bakker OSA yang profesi resminya adalah perawat.
Karena Sr. Mathea Bakker OSA waktu itu masih berkarya sebagai perawat di RS Daerah Ketapang milik Pemerintah RI, maka kepada pasien-pasien ibu hamil itu lalu diberitahu bahwa ada layanan khusus untuk mereka di Biara OSA.
Tapi ya itu tadi … hanya tersedia sebuah “kamar praktik” dan itu pun hanya berupa sebuah bilik kecil di Ruang Cuci.
Sekali waktu, Sr. Norbertha OSA menerima panggilan darurat agar segera bisa “meluncur” ke pelosok kampong karena ada pasien ibu hamil yang sangat membutuhkan sentuhan pertolongannya.
“Saat itu, saya masih memakai kerudung kap besar,” kenang Sr. Norbertha OSA. “sehingga ketika harus mengayuh sepedan othel menuju ke lokasi, wajah dan badan saya penuh dengan peluh-peluh keringat.”
Bertahan dengan jubah biara yang telah menjadi basah kuyup oleh keringat di bawah terik sinar matahari yang sedemikian panasnya di Ketapang adalah hari-hari pelayanan Sr. Norbertha OSA di Ketapang.
Namun, kadang hiburan batin juga bisa terjadi di atas “perut” perahu klothok, ketika Sr. Norbertha OSA tengah menikmati perjalanannya menyusuri sungai dengan perahu motor tempel berbunyi thok…thok….thok …. menuju pelosok di Ketapang.
Sudah barang tentu, bagi Sr. Norbertha OSA, hal itu bukan seperti denyut hati senang ketika dalam perjalanan naik cruise menyusuri aliran Sungai Amstel dari Nieuwveen menuju Amsterdam atau sebaliknya.
Melainkan, inilah contoh perjalanan susah ketika harus menyusuri Sungai Pawan dengan perahu klothok yang jelas-jelas tidak akan pernah bisa senyaman menyusuri Sungai Amstel dengan kapal cruise.
Tak apalah … en toch, Sr. Norbertha OSA –Sang Bidan Bersepeda asal Nederland itu dia tetap bisa berujar dengan penuh senyum sebagaimana tampak dalam wawancara di Nederland tempo lalu.
“Inilah perahu layaknya sebuah cruise yang tengahmenyusuri Sungai Pawan dan ini sungguh benar-benar bercitarasa Ketapang.” (Berlanjut)
Shalom. di atas wawan cara dengan Sr. Norbertha tahun berapa?
itu oleh oleh dari belanda tahun 2006