NAMANYA Syaiful, pemuda kurang dari 40 tahun, tetangga selisih dua rumah, pasang senyum ke sana ke mari. Setelah susah payah membangun, bulan lalu rumahnya usai sudah.
Mungil tapi cantik dan nyaman. Luasnya tak sampai 150 meter, menjulang dengan 3,5 lantai.
Interiornya menyenangkan, variasinya menawan, warnanya cantik.
Semua dirancangnya sendiri. Konon dia mencontek model-model rumah yang ada di majalah-majalah terbitan luar negeri, Google dan YouTube. Pokoknya, dua jempol utk rumah baru Syaiful.
Tapi siapa Syaiful, hingga sukses merenovasi rumah dengan harga tak kurang dari Rp 600 juta rupiah?
Dia “hanya” pedagang ayam potong. Tapi kerja keras hampir 16 jam sehari.
Dimulai sekira pukul 10 malam, saat truk kontainer ayam beku ngedrop sekian kilogram ayam.
Mulailah Syaiful kerja keras sendirian, membersihkan ayam, dan memotong-motongnya. Yang terakhir mengemas dengan plastik sesuai pesanan.
Sebagian dijajakan di warung dekat rumah dan sisanya dikirim dengan lima armada motor ke restoran-restoran langganannya.
Saya nggak tau berapa banyak yang dijual di sini dan berapa yang dilempar ke sana. Tapi Syaiful ngga perlu was-was, dua kotak es beku ukuran 2×1 meter siap menampung ayam-ayam bila ada sisa.
Usai pasukan motor menyerbu pelanggan, Syaiful mulai buka warung. Dimulai dari pukul 5.00 pagi. Saat itu, dia harus siap-siap di depan konter “Warung Ayam Segar Syaiful”.
Pembeli mulai berdatangan pukul 06.00, kebanyakan memang tetangga. Sisanya siapa saja yang lewat di depan sana.
Pukul 09.00 pembeli mulai berkurang, tapi warung tetap buka. Satu-dua pelanggan masih datang dan pergi. Pukul 12.00 baru dia benar-benar istirahat.
Syaiful rebahan sebentar, sebelum sore hari mulai “bermain” dengan catatan dagang “beli-jual”.
Inventori dihitung. Item yang sudah berada di bawah ROP (Reorder Point) dicatat untuk dipesan melalui online. Jumlah pemesanan ada di luar kepala dengan EOQ (Economic Order Quantity) yang paling pas.
Kebutuhan-kebutuhan penunjang dilengkapi agar proses penjualan tidak terganggu dengan adanya item shortage.
Itulah aktivitas Syaiful hampir tiap hari, selama 365 hari setahun.
Kerja tanpa jeda dan zonder rehat kopi atau leyeh-leyeh ala pensiunan. Semuanya dijalankan dengan begitu saja. Seolah-olah memang seperti itulah hidup manusia harus berputar.
Kadang-kadang saya mendengar Syaiful rengeng-rengeng (menyanyi kecil), saat pisau yang tajam memotong leher atau kaki ayam. Gambaran bahwa hatinya bersukacita dan jauh dari mengeluh.
Tak heran kalau kini rumahnya menjulang tinggi dengan ornamen yang tidak murahan.
Pajero putih bertengger di garasi yang lebarnya pas-pasan.
Anaknya dua laki-laki dan sering bercanda-ria main ayunan di halaman belakang rumah saya.
Saya tak tahu, Syaiful lulus dari mana, tapi yang pasti dia ngga pernah mencicipi sekolah di luar negeri atau apalagi bekerja mendapatkan exposure dari manca negara.
Fenomena Syaiful sekali lagi membuktikan bahwa “hasil tidak akan mengingkari proses”.
Kerja keras yang penuh passion, tanpa kenal lelah pasti menghasilkan panen yang melimpah dan kasat mata.
Mungkin Syaiful tak kenal teori motivasi apa pun. Juga tak pernah mendengar ucapan Steve Jobs agar kita mencintai pekerjaan dan bekerja sesuai dengan apa yang kita cintai.
Yang pasti Syaiful telah menjalankan teori Malcolm Gladwel (Outliers 2008) bahwa “juara” akan disandang oleh siapa saja apabila dia kerja keras, pantang menyerah dan siap untuk beruntung.
@pmsusbandono
13 Juni 2024
Baca juga: Rebutan harta terjadi di mana-mana