Syuting Perdana Film “Soegija” di Gereja Gedangan Semarang

0
3,378 views
KOMPAS/P. RADITYA MAHENDRA YASA
KOMPAS/P. RADITYA MAHENDRA YASA

SEMARANG, SESAWI.NET – Syuting perdana film “Soegija” besutan sutradara kawakan Garin Nugroho yang berlangsung di kompleks Gereja Gedangan, Semarang, Senin, terkendala cuaca mendung.

“Dari pagi tadi hampir tidak ada sinar matahari sama sekali alias mendung,” kata Asisten Sutradara Romo FX Murti Hadi Wijayanto SJ, di sela-sela syuting perdana film “Soegija”.

Film “Soegija” menceritakan tentang tokoh Monsinyur (Mgr) Soegijapranata, pahlawan nasional yang juga uskup pribumi pertama di Indonesia yang turut berperan besar melawan penjajah, baik Belanda maupun Jepang.

Meski terkendala cuaca mendung, ia mengatakan, proses syuting harus tetap berjalan karena waktu pengambilan gambar di Kota Semarang dijadwalkan hanya berlangsung selama 14 hari, setelah itu berlanjut ke lokasi selanjutnya.

Dalam salah satu adegan, digambarkan prosesi pentahbisan Mgr Soegijapranata sebagai uskup. Pelataran Gereja Gedangan “disulap” sedemikian rupa mencitrakan latar zaman perjuangan sesuai dengan kisah sang tokoh.

Romo Murti mengakui, pengambilan gambar perdana memang melibatkan banyak pemain yang memenuhi gereja, karena umat Gereja Gedangan ketika itu sangat banyak, mulai kalangan warga asing hingga pribumi.

Tidak dengan senjata
“Posisi Romo Kanjeng (sapaan akrab Mgr Soegijapranata) sebagai pemimpin umat tidak menghalanginya secara total untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia,” katanya.

Karena itu, kata dia, Romo Kanjeng melakukan perjuangan tidak dengan senjata, namun lebih banyak menggunakan cara diplomasi, termasuk berperan besar dalam negosiasi gencatan senjata saat Pertempuran Lima Hari di Semarang.

“Saat Pertempuran Lima Hari di Semarang pecah, Romo Kanjeng melakukan negosiasi dengan pimpinan Jepang dan Sekutu di Gereja Gedangan. Karena itu, latar film ini antara periode 1940-1949,” katanya.

Perjuangan tanpa senjata, kata dia, atau disebut juga “silent diplomacy” yang diusung Romo Kanjeng diterapkan pula di wilayah gereja yang dipimpinnya, termasuk saat ada tentara Jepang datang bertemu.

“Di gereja yang menjadi tempat tinggalnya ini, Romo Kanjeng bersikap tegas meminta orang-orang Jepang yang ingin bertemu, harus meletakkan senjatanya di luar, karena lingkungan agama adalah zona damai,” katanya.

Melalui film “Soegija” yang dijadwalkan sudah bisa dinikmati penikmat bioskop pertengahan 2012 mendatang, Romo Murti berharap mampu memacu kembali semangat dan rasa nasionalisme di tengah kondisi bangsa saat ini.

Pahlawan yang terselip
Sementara itu, Music Director “Soegija”, Djaduk Ferianto menilai, Mgr Soegijapranata merupakan sosok pahlawan yang “terselip”, karena “silent diplomacy” yang diusungnya adalah karya besar yang terabaikan.

Butuh ketelitian dan kejelian untuk memasukkan instrumen yang harmoni dengan gambar, kata Djaduk, yang memilih alat-alat musik, seperti ukulele dan piano untuk menciptakan nuansa tempo dulu dalam film itu.

Selain Gereja Gedangan Semarang, pengambilan gambar film “Soegija” yang menelan biaya sekitar Rp 12 miliar itu akan dilakukan di sejumlah lokasi, seperti kompleks Pabrik Gula Gondang Klaten, kawasan Yogyakarta, dan Ambarawa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here