Tahbisan Diakon Jesuit: Mgr. Robertus Rubiyatmoko Tanyai Jatuh-Bangun Jalani Hidup Religius

0
728 views
Tahbisan Diakon SJ Mei 2019. (SJ Provindo)

Formasi

ENAM orang Frater Jesuit telah menerima tahbisan diakonatnya di Kapel Maria de la Stada Kampus IPPAK-Puskat Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2019. Mereka juga telah memilih motto tahbisannya dengan kalimat Jadikanlah aku saksi kasih-Mu”.

Terhadap kalimat dalam motto yang sangat bagus sekali, maka bertanyalah Uskup Agung KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko kepada ke-6 frater Jesuit calon Diakon tersebut sebelum mereka menerima tahbisan diakonatnya.

Apakah Saudara semua tahu apa maksud dari motto ini? Mari kita tanyakan kepada mereka, mengapa frater-frater memilih motto itu, begitu kata Mgr. Ruby di awal pembuka homilinya.

  • Mgr. Ruby: Mengapa Anda berenam memilih motto itu?
  • Fr. Tino: Kami memilih motto itu karena selama masa formasi kami, kami merasakan jatuh bangun dalam mengikuti pangilan Tuhan Yesus.
  • Mgr. Ruby: Jadi pernah jatuh dan bangun ya? Sepertinya jatuh bangunnya berkali-kali.
  • Mgr. Ruby: Itu pengalaman yang sangat konkrit sekali bahwa dalam menjalani panggilan memang penuh jatuh bangun. Berapa lama menjalani formasi?
  • Fr. Tino: Lebih kurang 11 tahun. Juli 2019 ini menjadi pas 11 tahun.
  • Mgr. Ruby: Kalau Paul Prabowo bagaimana? Beda sekali tentunya dengan Prabowo yang lain. Akan deklarasi apa hari ini? Fr Prabowo, apakah yang sudah disampaikan Fr Tino sudah lengkap?
  • Fr. Paul: Sudah. Sudah mewakili.
  • Mgr. Ruby: Coba ulangi lagi.
  • Fr Paul: Kami memikirkan motto ini bersama-sama, fokus permenungan kami adalah pengalaman kami dicintai Allah. Kurang lebih sama dengan Santo Petrus, Yesus memanggil dia bukan karena kesempurnaannya. Justru karena ketidaksempurnaannya itu, Yesus memanggil Petrus.
  • Fr. Paul: Itulah pengalaman kami, bahwa kami dipanggil dan diutus karena ketidaksempurnaan kami. Pengalaman Petrus ini mewakili pengalaman yang ada dalam hati kami, untuk bersedia menjadi Saksi Kasih-Nya.
  • Fr. Paul: Pengalaman kami yang berbeda-beda, dari berbagai daerah, tempat TOK (Tahun Orientasi Kerasulan) kami juga berbeda, ada yang di luar negeri hingga saat ini kami dipertemukan di Kolsani. Semua pengalaman kami ini membuat kami berefleksi bagaimana kami dicintai dan kemudian dipanggil untuk menjadi saksi kasih-Nya.
  • Mgr. Ruby: Terima kasih atas sharingnya yang konkrit sampai hatinya tergores. Penuh rasa haru. Terima kasih untuk teman-teman ber-enam yang mempunyai pengalaman yang bagus dan berarti.
  • Mgr. Ruby: Namun masih ada pertanyaan yang bagi saya penting. Jadikanlah aku saksi kasih-Mu. Saksi kasih-Mu itu maksudnya apa? Apakah itu berarti menjadi penonton yang menyaksikan orang sedang mengasihi? Apakah frater-frater juga maksudnya seperti itu, menjadi saksi itu berarti menjadi penonton atau penikmat kasih Tuhan ataukah ada kasih yang lain?
  • Fr. Benny: Menjadi saksi bukan hanya menonton. Kata jadikanlah ini bukan hanya pengalaman kami konkrit tetapi juga mohon rahmat agar Allah sendiri menjadikan kami saksi kasih-Nya. Menjadi saksi tentu lewat pelayanan-pelayanan sebagai Diakon, yaitu tiga pelayanan sebagai Diakon.
  • Fr. Benny: Yang pertama sebagai pelayan sabda, yaitu membaca kita suci, merenungkannya dan mewartakannya kepada umat. Kemudian sebagai pelayan di altar, walaupun belum full. Kemudian yang ketiga dalam pelayanan amal kasih sebagaimana dalam bacaan pertama untuk melayani yang miskin dan tersingkir.

Sangat menarik bagaimana para frater, calon Diakon, pergulatan imannya dalam mendalami kasih Tuhan dari waktu ke waktu, penuh jatuh bangun. Ketika mereka memohon menjadi saksi kasih berarti tidak hanya menjadi penonton atau penikmat saja namun juga berusaha untuk mewujudkannya dalam keseharian melalui berbagai bentuk pelayanan-pelayanannya.

Sudah dijelaskan oleh Fr Beny menjadi pewarta Sabda. Kemudian pelayanan di altar dan ketiga adalah amal kasih. Tentu tugas mereka masih sangat terbatas dibandingkan nanti setelah mereka ditahbiskan menjadi Imam.

Jadi kira-kira amat pas dengan bacaan tadi, Petrus menjawab, “Ya, aku mengasihi Engkau.”

Tidak cukup dengan ungkapan itu thok, tidak cukup dengan rumusan itu, harus ada bentuk nyata. Maka Yesus mengatakan, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”.

Kasih kepada Yesus nampak nyata dalam penggembalaan. Para frater akan ditahbiskan menjadi seorang gembala. Maka tugasnya adalah bagaimana menggembalakan umat. Secara konkrit seperti apa. Kita bisa lihat dalam teks misa ini.

Ada pertanyaan, bersediakah saudara-saudara dengan rendah hati penuh kasih sayang melaksanakan tugas diakon sebagai pembantu uskup dan para imam.

Membantu uskup dan imam dan tidak nyusahke. Maka penting sekali itu dihayati, diresapkan betul-betul supaya nanti bisa menghayati panggilan dengan sepenuh hati.

Bersediakah Saudara dengan hati tulus berkembang teguh pada iman para rasul seperti yang diajarkan Kitab Suci dan tradisi Gereja, serta mewartakannya melalui kata dan perbuatan.

Para Frater ditahbiskan masuk ke dalam hirarki, menjadi gembala umat untuk membela dan mewartakan iman, maka penting sekali untuk memahami ini, memegang teguh dalam perjalanan, entah nanti sebagai Diakon mupun nanti menjadi imam.

Mewartakannya dalam kata dan perbuatan. 

Maka menjadi penting bagaimana mencoba memberikan pelayanan melalui tidakan yang konkrit dan memberikan contoh kehidupan yang baik, yang berpegang teguh dengan ajaran iman, ajaran moral, dan mewujudkannya dalam pelayanan kehidupan. 

Harapannya tidak hanya sekedar ngomongke tetapi juga melaksanakannya sehingga orang melihat langsung contoh konkritnya.

Jadikanlah aku saksi kasih-Mu.

Menjadi saksi bukan hanya menjadi penonton namun melakukan sesuatu, mewujudkan kasih kepada Tuhan lewat kegiatan yang nyata, lewat pelayanan yang nyata.

Ref:
https://jesuits.id/homili-mgr-robertus-rubiyatmoko-dalam-tahbisan-diakon-serikat-yesus-rabu-8-mei-2019/

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here