INILAH Ja’i, tarian tradisional khas Bajawa di Flores, NTT. Sejumlah penari berdarah Flores yang telah tinggal lama menetap di beberapa wilayah pastoral Keuskupan Ketapang, Kalbar, memperlihatkan antusiasmenya menarikan kekayaan budaya dan seni tari khas Bajawa.
Untuk tarian Ja’i ini, lihatlah apa yang ada di sana. Sejumlah bapak dan ibu-ibu sudah melengkapi dirinya dengan aneka aksesori berupa pedang panjang, selempang yang mengitari tubuh dari dua sisi berbeda, dan untaian semacam bulu-bulu angsa warna putih dan gelang yang menghiasi pergelangan tangan.
Prosesi tarian menuju Gereja MRDP Air Upas
Begitu aba-aba diteriakkan oleh ‘komandan’ tari, maka iring-iringan penari Ja’i mulai beringsut berjalan meninggalkan lokasi di sebuah titik perempatan jalan menuju Gereja St. Maria Ratu Pencinta Damai – Paroki Air Upas. Di sinilah akan berlangsung prosesi penerimaan Sakramen Imamat oleh Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi kepada Diakon Bonefasius Mite Pr.
Namun, sebelum iring-iringan itu berjalan menuju lokasi, seorang penari perempuan senior terlebih dahulu mengalungkan bunga kepada empat figur terhormat di prosesi tarian Ja’i ini. Mereka adalah Mgr. Pius Riana Prapdi, Vikjen Keuskupan Ketapang Romo Sutadi Pr, Sekda Kabupaten Ketapang Hieronimus Tanam, dan Diakon Bonefasius Mite Pr –calon imam tertahbis.
Demi Misa Tahbisan Imamat di Gereja MRPD Paroki Air Upas, Hujan dan Panas pun tak Dirasakan (3)
Prosesi iring-iringan penari berjalan melalui jalan utama yang membelah dua permukiman penduduk di sisi kiri-kanan jalan dan kemudian memasuki lorong menuju kompleks halaman Gereja St. Maria Ratu Pencinta Damai (MRPD) Paroki Air Upas.