Tahbisan Uskup Mgr. Rolly Untu MSC: Tertulis Paling Akhir dan Mendung pun Sirna di Langit Tondano (6)

0
2,044 views
Tahbisan Uskup Mgr. Rolly Untu MSC di Stadion Maesa Tondano. (Adrian Lautan)

PERISTIWA tahbisan Uskup Keuskupan Manado Mgr. Benedictus Estephanus Rolly Untu MSC di Stadion Maesa Tondano hari Sabtu tanggal 8 Juli lalu telah berlangsung  dengan lancar. Semua orang yang menghadiri perayaan itu tidak bisa menahan rasa kagum atas cuaca yang begitu bersahabat.

Saya ingat betul,  sejak hari Minggu tanggal 2 Juli lalu setiap siang dan sore wilayah Minahasa diguyur hujan lebat. Sampai hari kamis, dua hari menjelang tahbisan, sekitar pukul  satu siang masih terjadi hujan lebat. Sampai acara gladi bersih di Lapangan Maesa pun kehujanan.

Doa harapan

Saya membaca di FB, seorang panitia menulis: optimis saja.

Hari Kamis itu, ketika makan siang di Refter Seminari pukul 12.30 WITA, hujan sangat lebat.  Tiba-tiba,  seorang teman pastor berkata: sudah ada jaminan dari suster Karmel bahwa pada harinya tidak akan hujan.  Mereka terus berdoa mohon supaya cuaca baik.

Tentu ungkapan semacam itu tidak bisa dipastikan. Biarpun suster Karmel sudah berdoa tiada henti, kalau cuaca akan hujan pasti hujan saja.

Baca juga:   Album Tahbisan dan Misa Perdana Uskup Manado Mgr. Rolly Untu MSC di Gereja Katedral (5)

Dan benar saja. Sejak hari Jumat di mana diadakan perayaan ibadat di Gereja Katedral Manado untuk pemberkatan lambang-lambang Uskup, hujan sudah tidak turun lagi.  Saat itu,  orang tidak terlalu mencemaskan cuaca, kerena perayaan dilaksanakan di dalam Gereja Katedral. Tetapi cuaca yang baik, tentu saja membuat segala kegiatan perayaan itu lebih lancar.

Mendung tebal

Sabtu sejak pagi hari cuaca sudah berbalut mendung. Dan hal itu pastilah mencemaskan umat katolik yang akan berangkat ke Tondano. Biasanya pagi hari cerah saja, nanti siang hari tiba-tiba berubah menjadi mendung gelap dan hujan lebat. Apalagi ini;  pagi hari sudah mendung-mendung.

Maka wajar saja kalau semua orang yang ingin menghadiri perayaan itu berdoa di dalam hatinya atau paling tidak mengingat cuaca dan berharap supaya siang dan sore itu tidak hujan, sekurang-kurangnya di Kota Tondano. Kalau hujan turun di Kota Manado tentu tidak ada pengaruhnya.

Lautan manusia baik di lapangan terbuka maupun di tribun atas Stadion Maesa Tondano menyaksikan prosesi tahbisan episkopal Mgr. Rolly Untu MSC sebagai Uskup Keuskupan Manado. (Adrian Lautan)

Ternyata mendung itu tetap mendung saja. Bahkan mendung itu terus berlangsung ketika umat sudah menyemut di stadion. Juga ketika rombongan Uskup dan drumb-band siswa-siswi SMA berarak dari Pastoran Tondano menuju stadion yang jaraknya sepertinya hampir dua kilo meter.

Misa dimulai tepat ja 15.00 menjelang petang hari dalam cuaca yang sangat baik.  Langit cerah di bagian atas, tetapi ada mendungnya di sebelah barat yang menutup matahari sehingga udara tidak panas. Sepanjang misa berlangsung,  dengan diam– iam semua mata selalu diarahkan ke langit untuk melihat perubahan cuaca.

Setelah bagian upacara inti tahbisan selesai, maka beberapa kali awan tebal datang di atas langit stadion. Ketika doa sukur agung dan seterusnya hingga sampai pukul 18.00 WIB dan ketika langit mulai gelap karena ditinggalkan matahari, beberapa kali ada awan tebal  datang.

Mungkin dalam hati semua orang di stadion itu berfikir, kali ini mungkin akan hujan;  namun tidak mengapa karena perayaan tahbisan sudah hampir selesai. Kalau tinggal ramah tamah, tidak apa-apa terganggu oleh hujan.

Namun, apa yang terjadi, awan gelap itu selalu terbawa angin, langit terbuka lagi.  Bahkan mulai terlihat bintang-bintang di langit karena mulai gelap. Awan itu sepertinya pergi ke arah Tomohon, terus ke kota Manado dan pergi ke arah barat laut di atas Pulau Manado Tua.

Waktu saya berbaris di antara 200-an imam, saya memperhatikan tanah stadion di bawah rumput masih basah dari hujan hari Kamis. Walaupun sudah selang satu hari Jumat tanpa hujan, namun tanah itu masih basah karena lebatnya hujan pada hari-hari sebelumnya.

Janji suster Karmel untuk berdoa supaya hari Sabtu itu tidak hujan ternyata terpenuhi. Meskipun janji itu hanyalah berdasarkan iman dan pengharapan saja.

Kalau toh tetap hujan, maka para suster Karmel tidak bisa disalahkan. Pada hari itu,  semua suster Karmel boleh keluar meninggalkan clausura biaranya untuk datang ke Tondano. Mereka hadir di Stadion Maesa Tondano bersama dan duduk di tribun atas menyaksikan semua umat yang memenuhi stadion itu.

Pengalaman itu sangat langka dan mungkin hanya pada kesempatan tahbisan uskup itu saja bahwa para suster rubiah ini  bisa berada di antara ribuan umat. Selama ini di dalam biara, mereka hanya mendoakan dan membayangkan umat dalam pikiran mereka.

Dan pengalaman langsung melihat banyaknya umat dan hadir bersama mereka dalam perayaan agung yang di hadiri oleh para uskup, banyak imam dan umat itu, pastilah memberikan kesan khusus bagi mereka. Mereka pulang ke biara dengan rasa kagum dan syukur atas semua yang telah mereka saksikan. Khususnya atas cuaca yang begitu baiknya, seolah–olah Tuhan sungguh hadir menaungi umatnya di dalam stadion itu.

Hari Minggunya

Hari esoknya adalah hari Minggu Biasa ke XIV di mana bacaan Kitab Suci bicara tentang Allah yang Mahakuasa mendatangi umat-Nya dengan naik keledai beban yang muda untuk melenyapkan kereta-kereta Efraim dan kuda–kuda Yerusalem.

Dalam Injil, Tuhan Yesus bersyukur kepada Allah Bapa di surga karena misteri Kerajaan disembunyikan dari orang cerdik pandai dan dinyatakan kepada kaum sederhana. Dan itulah yang berkenan kepada Tuhan.

Sebagai ilustrasi khobah, saya cukup menceritakan bagaimana Allah telah berbelas kasih dan mengunjungi umat Keuskupan Manado dengan memberikan seorang uskup dan menyertai perayaan tahbisan dengan cuaca yang sangat baik. Umat dengan mudah mengerti ilustrasi itu, karena mereka sendiri mengalami betapa cuaca di Minahasa selama sepekan terakhir selalu diguyur hujan lebat setiap hari. Namun, pada saat umat-Nya di Keuskupan Manado sangat membutuhkan cuaca yang baik bagi pelaksanaan hari yang sangat bersejarah itu, Tuhan menunjukkan penyertaan-Nya yang begitu jelas melalui peristiwa itu.

Misa perdana Mgr. Rolly Untu MSC di Gereja Katedral Manado, Minggu 9 Juli 2017. (Lauren)

Di barisan akhir

Ada lagi tambahan informasi tentang bagaimana Allah memilih yang sederhana dan paling kecil untuk menjadi pelayan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.

Kebetulan saya membuka file daftar para frater Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng sejak tahun 1954. Dan pada angkatan 1976, terdapat 29 frater yang masuk tahun itu dan pada nama terakhir daftar itu terdapat nama: Fr. Benedictus Estephanus Rolly Untu.

Sejenak saya tertegun. Oh Tuhan… saya harus mengungkapkan fakta ini. Dia yang tertulis paling terakhir, kini telah ditahbiskan menjadi Uskup Manado.

Dari 29 frater itu, ada 14 orang yang ditahbiskan menjadi imam. Di antara teman–teman imam yang bisa hadir dalam tahbisan itu ialah: Pastor Fred Tawaluyan Pr, Pastor Maurits Lensun Pr, Pastor Herman Pratiknyo MSC, Pastor Stef Sumpono MSC,  Pastor Theo Rumondor MSC.

Juga sejumlah teman angkatannya antara lain Romo Swibaktata MSC, Pastor Mateus Gonimasela dan Romo Yuliono Prasetyo Adi MSC. Hadir juga Bapak Jerry Rumagit.

Beberapa teman imam sudah meninggal yaitu Pastor Balduinus Rahayaan dan Henricus Lermartin.

Begitulah faktanya.

Dari 29 orang itu, 15 orang keluar dari seminari dan 14 orang ditahbiskan menjadi imam. Dari 14 orang yang menjadi imam itu, beberapa sudah meninggal dan ada yang meninggalkan imamat.

Dan Fr. Rolly Untu yang namanya ditulis paling bawah karena ia yang paling muda, kini telah menjadi Uskup Manado.

Yang tertulis di akhir kini menjadi yang pertama: Mgr. Rolly Untu MSC. (Adrian Lautan)

Sederhana dan kesalehan jadi modal utama

Mgr. Rolly Untu sendiri mengungkapkan dalam sambutannya di Stadion Tondano bahwa ia tidak pernah bermimpi atau membayangkan bahwa ia akan menjadi uskup. Dan ketika dipanggil Nuntius pun, ia menyangka akan ditanya tentang orang lain dari para MSC mengingat beliau adalah provinsial.

Dan ketika ternyata dia sendiri yang telah ditunjuk oleh Paus Fransiskus  menjadi Uskup Keuskupan Manado, maka ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengapa dia dan mengajukan keberatan-keberatan sehingga minta waktu untuk berfikir.

Uskup Rolly sadar akan kelemahan dan kekurangannya. Namun kelebihan yang sangat menonjol padanya adalah: kerendahan hati dan kesederhanaannya. Ia juga dikenal sebagai seorang pribadi yang saleh dan baik hati.

Dan rupanya itu saja sudah cukup bagi Tuhan supaya Mgr Rolly menjadi gembala yang sederhana dan rendah hati.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here