Hari pertama dalam tahun baru merupakan hari yang istimewa. Hari pertama Tahun Baru ditandai dengan berkat, seperti yang kita dengar dari Bacaan I: sebuah berkat dari tradisi yang sangat tua, 3000 tahun yang lalu, yang didoakan para imam atas umat Yahudi: Tuhan melindungi, memberi kasih karunia dan damai sejahtera. Nama Tuhan harus diletakkan diatas mereka sehingga mereka diberkati Tuhan.
Awal tahun ini adalah hari ke delapan sesudah kelahiran, bayi itu diberi nama Yesus: Allah Menyelamatkan. Jadi, pada hari pertama tahun ini, kepada kita ditegaskan: Tuhan melindungi, memberi kasih karunia dan damai sejahtera dan nama Tuhan: Yesus: Allah Menyelamatkan akan mendampingi kita sepanjang tahun ini. Tuhan tidak hanya turun tangan memberkati dan mendampingi kita begitu saja; pendampingan Tuhan disampaikan melalui Maria, Bunda Allah. Apa artinya?
Tokoh utama dalam Injil hari ini ialah Ibu Maria. Ibu Maria hanya mendengar, tanpa komentar, tetapi menyimpan dalam hati dan merenungkannya. Maria melanjutkan hidupnya sebagai ibu Yesus. Ia merenungkannya dan menghayatinya dalam seluruh hidupnya bersama Yesus dan menanggung semua akibat dari karya Putranya.
Belajar pada Maria
Kita perlu belajar bersama Maria, bagaimana menjalani hidup kita sebagai berkat. Berkat yang diterima Keluarga Kudus ialah Yesus, Anak Allah yang menjadi anak mereka. Allah beserta mereka, Tuhan yang menyelamatkan ada dalam hidup mereka. Berkat itu membawa mereka ke jalan-jalan yang tak terduga dan seringkali membingungkan, bahkan menyakitkan. Maria ditinggalkan Yosep yang meninggal sebelum Yesus tampil di hadapan umum.
Ia mendampingi Yesus dalam seluruh hidup dan karyaNya. Maria berdiri di bawah salib. Dan dalam Kisah Para Rasul, waktu para rasul menunggu kedatangan Roh Kudus, dikisahkan Maria hadir bersama dengan mereka. Yesus menjadi Anak Maria, sebagai berkat dari Allah. Maria hadir bersama Yesus sebagai berkat bagi kita.
Tetapi apakah ini berarti tahun ini hidup kita akan senang dan bebas dari berbagai kesulitan? Dalam berbagai kegiatan rutin, kita sibuk dengan pekerjaan, kita senang juga mendengar Sabda Allah, kita senang berdoa dan berkumpul dalam persekutuan dan memuji Allah. Semua kegiatan ini sudah, sedang dan akan terus kita lakukan sepanjang tahun ini. Tetapi apakah semua ini merupakan suatu kesatuan hidup yang diberkati Allah, yang kita renungkan dan hayati dalam hari bersama dengan Allah?
Ada sepasang suami-istri yang sudah lama tidak mempunyai anak. Suatu hari sang istri ternyata hamil lalu melahirkan seorang anak laki-laki. Semua tetangga mengatakan mereka adalah pasangan yang beruntung. Dapat anak, laki-laki lagi. Kalau nanti sudah dewasa, bukankah dia bisa bekerja keras dan merawat orang tuanya? Sungguh beruntung mereka. Ternyata anak tersebut sangat senang kuda. Dia sangat ingin memiliki seekor kuda.
Tapi mereka miskin sehingga tidak bisa membeli kuda. Semua orang mengatakan bahwa mereka benar-benar sial karena miskin, sehingga tidak bisa membeli kuda. Kalau mereka kaya, kan bisa beli kuda? Sial benar. Suatu hari ayahnya diberi seekor anak kuda oleh pelanggannya yang sering membeli kayu bakarnya. Jadilah anak itu punya seekor kuda.
Semua orang mengatakan mereka sangat beruntung. Ingin punya kuda, eh ada yang memberi kuda. Beruntung sekali. Anak itu pun belajar berkuda. Dia sering berkuda ke mana-mana. Suatu hari, ketika sedang berkuda. ternyata kuda tersebut mengamuk, sehingga anak itu terjatuh dan kakinya patah. Sejak kejadian itu dia menjadi pincang apabila berjalan.
Semua orang menyesali mengapa dia berkuda. Kalau dulu tidak punya kuda, kan dia tidak akan jatuh. Dan kakinya tidak akan pincang. Sial. Mengapa punya kuda? Lebih baik tidak usah punya kuda. Sial sekali. Setelah anak tersebut menginjak dewasa, ternyata di negara tersebut pecah perang dengan negara lain. Semua pemuda harus menjadi serdadu. Anak pasangan suami-istri itu juga harus mendaftar. Orangtuanya khawatir kalau anak satu-satunya ikut berperang.
Semua tetangga merasa kasihan dan menyesali mengapa dulu tidak lahir anak perempuan saja. Kalau anak perempuan kan tidak harus berangkat berperang. Aduh, sial benar, mengapa pasangan itu dulu melahirkan anak laki-laki? Ketika dilakukan pemeriksaan kesehatan ternyata anak itu yang kini sudah tumbuh menjadi seorang pemuda, tidak diterima sebagai serdadu karena kakinya cacat. Semua orang mengatakan, beruntung sekali dia tidak harus berperang. Coba kalau dulu tidak jatuh dari kuda, dia pasti harus ikut berperang. Untung dulu dia punya kuda. Untung dulu dia jatuh dari kuda. Untung kakinya pincang. Sungguh beruntung dia.
Untung atau malang?
Dari cerita ini, sebenarnya untung dan sial itu apa sih? Kapan seorang disebut beruntung dan kapan kurang beruntung? Ketika anak laki-laki yang lahir, katanya beruntung, tapi ketika dia harus berperang, orang-orang mengatakan mengapa dulu tidak lahir anak perempuan saja? Ketika dia mendapat kuda, katanya beruntung, tapi ketika dia pincang karena jatuh dari kuda, katanya sial. Orang-orang menyesali mengapa punya kuda.
Lalu ketika dia tidak jadi berperang karena pincang, kata orang dia beruntung karena dulu pernah jatuh dari kuda. Untung dulu punya kuda. Untung dia pincang. Jadi, sebenarnya kapan seseorang sial dan kapan seseorang beruntung?
Apakah karena tidak sesuai dengan yang kita harapkan lalu kita katakan sial atau kita anggap musibah? Apakah ketika sesuai dengan keinginan kita, lalu musibah tersebut bisa berubah menjadi keberuntungan? Kapan kita menyesali sesuatu? Kapan kita mensyukuri sesuatu? Mungkin saja apa yang dianggap sial atau musibah hari ini, mungkin bisa berubah menjadi keberuntungan di masa depan. Mengapa? Mungkin karena kita belum bisa melihat blessings in disguise.
Kita tidak bisa melihat berkah dibalik musibah. Apa yang dilihat sebagai musibah hari ini, ternyata di kemudian hari baru kita sadari bahwa hal itu mengandung berkah. Mari kita mencoba bersabar dan tabah dalam menghadapi apapun. Berdoa supaya bisa melihat berkah di balik musibah. Do not give up! See the blessings in disguise!
Kalau kita hari ini melihat hidup kita sepanjang tahun ini sebagai tahun yang akan dinaungi berkat Allah, kita dapat belajar dari contoh cerita ini. Pasti ada banyak berkat dan kemalangan yang kita alami sepanjang tahun kemarin. Dan dapat terjadi, kita seperti orang-orang itu, hidup diombang-ambingkan dalam perasaan untung dan malang.
Kalau senang, untung. Kalau susah, malang. Sebagai orang beriman, kita juga belajar melihat, hidup kita adalah hidup yang didampingi Tuhan, Allah yang menyelamatkan. Paulus dalam Filipi 1:21 menyatakan: Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Dalam 3:7 ia menyatakan: apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.
Jadi, untung atau malang, bukan dilihat dari sudut kepentingan kita, tetapi dari sudut rencana dan pelaksanaan kehendak Allah. Itu yang dilakukan oleh ibu Maria. Hidup ibu Maria tidak diukur dari apa yang didapatnya, tetapi dari cara menjalani hidupnya: menghadirkan Kristus sebagai berkat bagi orang lain. Karena itu ibu Maria bukan hanya Bunda Allah, dia Bunda kita semua juga.
Sebagai orang yang mengikuti Yesus, bersama ibu Maria, mau menjadi berkat bagi sesama. Jadi, mari kita memasuki tahun baru ini dengan sikap positif: bersama Yesus, semua adalah keuntungan di dalam Dia. Bersama ibu Maria, kita menjalani hidup ini, dengan semangat: semakin menjadi berkat bagi sesama kita. Selamat Tahun Baru.