Tak Mau Nikah Lagi demi Anak, Jadi Suster Awam demi Ibunya

0
465 views
Ilustrasi Ikatan perkawinan yang benar dan sah menurut Gereja adalah relasi personal antara seorang pria dan perempuan. (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN

Jumat, 2 Juli 2021

Tema: Nasib hidup orang benar

  • Bacaan Kej 23: 1-4, 19; 24: 1-8, 62-67.
  • Mat. 9: 9-13.

SELINTAS menyimak kehidupan Sara yang diberkati saya ingat akan seorang ibu.

“Sara hidup 127 tahun lamanya. Abraham menguburkan Sara, isterinya, di dalam gua ladang Makhpela, di sebelah timur Mamre,  yaitu Hebron di Tanah Kanaan.” Ay 1, 19.

Sejenak gembira

“Mo, kapan main ke rumah? Nanti dimasakin yang Romo suka lo,” bunyi telepon di seberang sana.

“Senin pekan depan ya. Pukul 10.00-an. Kebetulan tanggal merah,” jawabku hepi.

“Apa kabar Mam?” sapaku langsung menuju ruang keluarga.

Ia sedang membaca majalah. Anaknya dua orang, Sudah lama menjadi single parent. Suaminya meninggal, ketika anak yang pertama masih duduk di kelas 3 SD dan yang kecil masih di play group.

“Kok nggak terdengar suaranya motornya. Buat kaget aja.”

“Biasalah siluman. Kok nggak ada makanan di meja? Katanya mau masakin yang enak?,” kataku kepo, sedikit membanyol.

“Ya ini, Romo datang, baru kita masak. Biar makannya nanti pas panas. Nih juga lagi  nunggu si Johan sekeluarga,” jawab Mami.

Anak yang pertama perempuan. Bekerja di sebuah perusahaan asing. Kariernya bagus.

Ia sengaja tidak menikah. Ia ingin menemani dan merawat mamanya sendiri. 

Mamanya berkali-kali meminta dia untuk membangun rumah tangga. Ia tidak mau. Ia  ingin hidup sendiri; bersama dan merawat mama.

Ia menjadi anggota ordo ketiga dari sebuah kongregasi suster.

Menjadi suster awam.

Kelompok ini mempunya cara hidup sendiri dan berkomunitas. Sebulan sekali ada pertemuan di biara. Di hari Minggu, ia menghabiskan waktu membimbing anak-anak Sekolah Minggu dan jalan bersama mamanya.

“Kenapa memilih cara hidup yang begini?” tanyaku suatu saat.

“Cocok aja sebagai perempuan karier. Bebas dan tidak terkekang. Enjoy Mo. Suka aja mendampingi anak-anak. Tidak ingin berkeluarga. Saya ingin merawat Mama karena Mama begitu sayang kepada kami dari kecil sampai saat ini. Papa sudah tidak ada saat saya di PG. Mama sendiri merawat saya dan adik. Saya ingin membalasnya. Saya bahagia dengan pilihan hidupku,” begitu jawabnya enteng.

Kakaknya yang seorang pengusaha yang mapan dengan 3 anak. Lebih dari cukup. Keluarga muda ini sangat menyenangkan. Kata mamanya, mereka rukun dan jarang ribut.

Cucunya sering datang ke rumah omanya. Terkesan manja.

Pernah saya tanya, “Mam kenapa tidak menikah lagi? Anak-anak pada waktu itu kan masih kecil dan mama butuh biaya,” kataku sedikit serius.

“Ya, tidak terpikir.”

Almarhum suami orangnya baik. The best lah.  Ia cukup meninggalkan warisan.

“Demi anak, saya berjanji tidak akan menikah lagi, di depan jasadnya. Ia pekerja keras dan tidak aneh-aneh. Dialah yang mengajak saya menjadi anak Tuhan.

Saya takut, kalau saya menikah lagi. Belum tentu saya mendapatkan pribadi yang baik, cocok dan dapat menikmati hidup berkeluarga seperti yang saya alami.

Belum tentu dia juga sayang kepada anak-anak.  Mereka adalah hadiah dari suami saya.

Saya ingin membesarkan anak-anak saya sendiri. Memang, banyak saudara saya menganjurkan, tetapi saya tidak mau.”

Saya pun asyik mengobrol dengan Mama. Pembicaraan semakin hangat, ketika anaknya yang pertama beserta keluarganya datang.

Betul, kata mama, cucunya menyenangkan.

Mereka nimbrung dan slondotan ke omanya.

Tahu diri

Melihat kedalaman hati.

Yang yang menarik adalah ketika anaknya yang kedua dan bicara bersama, mereka masak. Kesanku, mereka  terbiasa masak bersama.

Akhirnya kami pun makan bersama. Beef steak dan kentang goreng. Delicious. A happy  family.

Yesus melihat potensi baik  dalam diri Matius. “Ikutilah aku.” ay 9b.

Dan kepada kaum ke-agama-an, “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan.”, ay 13a

Bukankah kasih Allah mampu memandang ke dalam hati setiap orang dan melihat keinginan terdalam yang tersembunyi di sana dan yang memiliki tempat istimewa di atas segala sesuatu.

Keluarga Mama ini terberkati. Bergembira di tengah keluarganya. Rukun dan seru di tengah anak mantu dan cucu.

Dengan sangat sederhana mereka melatih dan berani belajar hidup sebagai umat;  yakin akan kebenaran Yesus dan mengabdi-Nya dalam kesahajaan hidup sehari – hari.

Tuhan, inilah keluargaku. Berkatilah kami yang berdosa ini. Amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here