“AWALNYA saya tidak mengerti taman apa ini?” kata Romo Antonius Yuswito SCJ, saat sedang santai bersama dengan kami di Pastoran Paroki Santo Fransiscus de Sales (Sanfrades) Palembang, Sumatera Selatan.
Saat ia datang dan dilantik menjadi pastor paroki, Mei 2016 lalu, taman devosi ini sedang dibangun. Karena itu, mutlak bagi Romo Yuswito SCJ untuk mempelajari seluk beluk taman devosi ini.
Baca juga: Taman Devosi Mater Dei: Destinasi Wisata Rohani di Kota Palembang (1)
Menanggapi ketidaktahuannya itu, imam yang sebelumnya berkarya di Paroki Santa Teresia Jambi ini mencari-cari informasi. Di internet, ia menemukan beberapa informasi. “Ternyata di Efesus dulu, Bunda Maria tinggal bersama St Yohanes, Pengarang Injil, sampai akhir hayatnya. Ini membangkitkan semangat saya untuk semakin memberikan dukungan atas hadirnya taman devosi ini di Paroki Sanfrades,” ceritanya.
Romo Yuswito SCJ mendukung kerja umat dengan berdoa. Ia juga memberikan saran-saran untuk taman doa ini. “Usul kalau ini tambah ini bagaimana? Kalau ini diubah ini bagaimana? Supaya taman ini menjadi sempurna,” kisah Romo Yuswito.
Nama pemberian Uskup Agung Keuskupan Palembang
Taman devosi yang dibangun di Paroki Santo Fransiscus de Sales ini bernama Taman Devosi Maria Mater Dei. Nama ini diberikan oleh Uskup Agung Palembang, Mgr.Aloysius Sudarso SCJ. Sebagai pastor kepala paroki, Romo Yuswito SCJ ingin menampakkan kewibawaan Bunda Maria melalui taman devosi ini.
Romo Yuswito mendukung hadirnya Taman Devosi Maria Mater Dei ini dengan berbagai cara, termasuk partisipasinya mencari donatur. “Saya mencoba dengan cara saya. Saya tahu bahwa belum semua tiang di sini terjual ketika dilelang. Maka saya juga mewujudkan dukungan dengan mencarikan donatur. Akhirnya ada yang ikut ambil bagian, dengan membeli dua tiang,” tutur imam kelahiran Magelang, 17 Maret 1948, ini.
Romo Yuswito SCJ bersama beberapa orang yang berada dalam tim pembangunan gereja bertemu dengan Uskup Sudarso SCJ. Mereka meminta dukungan dan saran-saran uskup, guna menyempurnakan komposisi taman devosi ini.
“Selain memberikan saran-saran, Bapak Uskup juga memberikan nama taman devosi ini, Taman Devosi Maria Mater Dei. Dan ini merupakan salah satu nilai sejarah yang terkandung dalam taman devosi ini,” tutur imam yang mengikrarkan kaul kekalnya di Palembang ini.
Bagi Romo Yuswito SCJ, ada nilai penting yang ingin ditawarkan dari gaya Taman Devosi Maria Mater Dei ini. “Rupanya di Efesus itu pada tahun 431, diadakan Konsili Ekumenis Efesus. Salah satu keputusan penting konsili adalah Maria adalah Theotokos, Mater Dei, Bunda Allah,” kisahnya.
Melalui sejarah ini, Gereja ingin mengatakan bahwa melalui martabatnya sebagai Bunda Allah, Bunda Maria akhirnya dipakai oleh Allah untuk mengalirkan rahmat kepada orang-orang yang memerlukan rahmatNya. Dengan demikian, Taman Devosi Maria Mater Dei ini memiliki nilai historis, teologis dan rohani.
Romo Yuswito SCJ berharap, setelah umat berdoa di Taman Doa Maria Mater Dei ini, mereka akan memperoleh kesegaran rohani. Ia juga mengatakan bahwa taman devosi ini dibuka untuk umum.
“Ini kan juga berarti Bunda Maria itu hadir di tengah umat. Lalu menunggu kedatangan putra-putrinya, siapa pun mereka. Entah orang yang dibaptis secara Katolik, dibaptis secara Protestan, bahkan dari agama yang lain pun boleh hadir. Mereka diberi kesempatan untuk menimba kesegaran rohani. Menimba kekuatan iman, juga bimbingan dan penghiburan dari Bunda Maria,” harap Romo Yuswito SCJ.
Kristiana Rinawati