Lawan terkuat dari hidup hanya satu, yakni mati. Banyak proses yang baik tidak menghasilkan buah, karena mati atau dimatikan. Bukankah banyak kreativitas anak kecil atau generasi muda mati, karena kata-kata, larangan, atau ancaman dari generasi yang lebih dewasa?
Jemaat Kristen di Yerusalem mengalami hal serupa. Bentuknya penganiayaan. Mereka yang percaya kepada Yesus yang bangkit dan hidup menghadapi upaya dari orang-orang yang ingin mematikan mereka (Kisah Rasul 8: 2).
Saulus dengan sangat giat melawan komunitas iman yang baru itu. Dia menganggap mereka itu sebagai kelompok yang mengganggu agama dan tradisi yang sudah lama dianut masyarakat, yakni agama Yahudi.
“Saulus berusaha membinasakan jemaat itu. Ia memasuki rumah demi rumah dan menyeret laki-laki serta perempuan ke luar, lalu menyerahkan mereka untuk dimasukkan ke dalam penjara.” (Kisah Rasul 8: 3). Itu tantangan berat bagi jemaat Kristen awali.
Namun demikian, mereka tidak takut. Mereka mengalami Tuhan yang bangkit, sehingga tidak takut akan kematian. “Ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya, mereka semua dengan bulat hati menerima apa yang diberitakannya itu.” (Kisah Rasul 8: 6).
Mereka melihat bahwa yang diberitakan Filipus membawa kehidupan. Itulah yang dikatakan Yesus. “Akulah Roti Hidup. Barang siapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yohanes 6: 35).
Yesus memberikan hidup yang kekal. Berarti termasuk kehidupan yang masih manusia jalani di dunia ini. Dia peduli kepada orang miskin, memberi makan orang lapar, menyembuhkan orang sakit, mengampuni dosa, dan mengusir setan.
Itulah kehendak dari Allah Bapa yang mengutus-Nya (Yohanes 6: 39-40). Mereka yang percaya akan hal ini diselamatkan. Akan tetapi, mereka mesti menghadapi tantangan, karena mereka percaya akan kehidupan. Demikianlah, orang yang percaya akan kehidupan ditantang oleh budaya kematian.
Rabu, 26 April, 2023