SALING mengasihi dan mengampuni, menjadi nasehat saleh di tengah kegentingan kehidupan berkeluarga yang digoncang prahara ketidaksetiaan.
Dengan mengasihi, mengajak suami-isteri menemukan kembali romantika kesepakatan hidup bersama.
Cinta adalah dasar di mana hidup bersama mulai diarungi. Romantika cinta menciptakan kekuatan dan semangat mengarungi bahtera keluarga dengan janji sehidup semati.
Dalam perjalanan waktu, ternyata satu sama lain, suami isteri menemukan kelemahan dan kejelekan sikap tabiat pasanganmya. Ternyata tak seindah yang dipikirkan.
Di sinilah cinta membutuhkan pembuktian. Kesetiaan menjadi benteng penyesalan, ternyata rumput tetangga lebih baik. Tak perlu berpaling tetapi perjuangkan bahwa cinta adalah pengorbanan untuk saling berbagi. Tak egois dan suka saling melayani.
Bukankah saling melayani berarti suami isteri saling memberi dan menerima dengan iklas dan tulus?
Pun pula sikap saling melayani berarti menjauhkan sikap menuntut, tetapi justru rela memberi. Kepuasaan suami isteri menjadi prioritas untuk menjaga kehangatan cinta. Bukan lari mencari orang lain. Atau membayangkan dengan kata seandainya. Ini sebuah pelarian dan bukan usaha perbaikan.
Ketika kesadaran ini tumbuh maka kehangatan bersama diusahakan dengan cara apapun, demi pasangan.
Saling mengampuni berarti mengajak suami isteri berdamai seraya menemukan sebab musabab secara jujur dan kemudian bekerja sama untuk menemukan solusi.
Dialog terbuka menjadi pintunya. Hanya sayang langkah ini tidak mudah karena pengalaman indah dengan pria atau wanita selingkuhan terus terasakan.
Keberanian berdialog hanya mungkin terjadi apabila ada kemauan keras untuk berhenti berselingkuh secara angan dan fisik. Lepas kontak fisik baik dengan pertemuan atau lewat medsos.
Romantika bersingkuh coba didialogkan suami istri dan dibuatlah kesepakatan untuk dijalankan demi membangun kehangatan.
Ketika romantika selingkuh dipelihara dan terus dibayangkan, jika tak disadari justru menjadi penghalang utama menumbuhkan kehangatan.