EMPAT penari pria muncul di panggung seiring dengan alunan musik. Satu per satu, para penari pria yang lazim disebut darwis ini mengambil posisi di panggung. Dua di posisi depan, sementara dua lainnya memilih pojok agak ke belakang di sisi kanan dan kiri panggung.
Sejenak pintas, kehadiran para darwis yang akan menarikan jenis tarian bernama tari sufi (whirling devishes) ini sudah membetot perhatian penonton. Para darwis ini berkostum tidak layaknya para pria, melainkan mengenakan sejenis busana panjang one piece dari atas sampai ke kaki, namun di bagian pinggang menyembul sejenis rok tambahan.
Memakai topi khusus dengan format seperti kerucut menghadap ke atas, maka keempat penari itu pun meliuk-liuk, memutarkan tubuhnya pada satu titik poros di panggung mengikuti alunan musik pengiringnya. Makin lama, makin kencang persis irama deru musik pengiringnya. Dengan memutar tubuhnya yang bertumpu pada satu titik, maka ‘rok’ yang dikenakan para penari itu pun mekrok mengembang ke atas, menyuguhkan pemandangan yang indah justru karena tekstur warna ‘rok’ itu sedemikian ngejreng dan efek gerakan memutar yang cepat.
Opera Dolorosa
Tari sufi yang muncul di pementasan drama musikal Opera Dolorosa besutan Komisi Komsos KAJ, Teaterri, Komunitas Pekerti dan Paroki Pulogebang Bekasi di Jakarta, Sabtu-Minggu (5-6 Maret 2016) menarik perhatian penonton. Sudah barang tentu, tarian dengan gerak tubuh yang memutar-muta melawan arah jarum jam dan berlangsung lebih dari 7 menit ini sangat menarik ditonton.
Orang terpaku pada pertanyaan, bagaimana hal itu bisa dilakukan para darwis tersebut tanpa harus jatuh limbung karena pusing atau kehilangan kendali atas tubuh mereka sendiri? Justru karena rasa penasaran dan keindahan gerak itulah, tari sufi memberi aksentuasi khusus pada pergelaran drama musikal Opera Dolorosa besutan Keuskupan Agung Jakarta di sesi pentas drama musikal tersebut.
Konon, tari sufi ini berasal dari khasanah Timur Tengah dan mengambil inspirasinya dari filsuf sekaligus penyair Turki bernama Maulana Jalaluddin Rumi. Tarian ini berpijak pada sebuah filosofi kehidupan bahwa dasar kehidupan di dunia dan planet bumi ini adalah berputar. Gerak berputar melambangkan keinginan manusia untuk ‘menyatu-padu’ dengan Tuhan.
Sungguh menakjubkan stamina fisik dan kendali emosi psikis keempat penari sufi di pentas drama musikal Opera Dolorosa tersebut. Selain tidak jatuh limbung karena pusing atau kehilangan kontrol atas tubuhnya sendiri, tarian itu sungguh indah. Itu karena di situ ada perpaduan serasi antara gerak memutar, alunan musik, dan sikap jiwa yang seakan ‘pasrah’ merasuki dunia supra indrawi yang susah diterangkan dengan rangkaian kata.
Pokoknya, tarian sufi benar-benar bagus dan indah.