BEBERAPA waktu lalu kita semua prihatin dengan perilaku tawuran pelajar yang menewaskan dua orang dalam selang waktu kurang dari satu pekan. Banyak pihak saling menyalahkan atas kejadian tawuran pelajar itu. Banyak pula yang mempertanyakan buruknya sistem pendidikan kita, mengapa membiarkan kerumunan pelajar tanpa kegiatan positif nongkrong dan menyalurkan agresifitasnya dengan menyerang sesama pelajar.
Saya mencoba melakukan survei singkat kepada beberapa teman yang pernah terlibat tawuran semasa menjadi pelajar.
Nongkrong ‘kreatif’
Beberapa alasan mereka terlibat tawuran ternyata sepele, mereka ikut tawuran karena merasa ‘terpanggil’ membela harga diri sekolah dan solidaritas antar teman. Kadang mereka tidak tahu masalah yang sebenarnya terjadi namun karena tidak ingin dibilang ‘gak solider’ mereka ikut menyerang pihak sekolah lain.
Banyak pemicu terjadinya tawuran, salah satunya adalah kebiasaan nongkrong pelajar sepulang sekolah.
Dari ‘perkumpulan’ itulah muncul rasa solidaritas antar teman yang berujung penyaluran agresifitas dan bermuara pada hal negatif mulai dari belajar merokok, minum minuman keras, judi, hingga tawuran pelajar. Memang kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di luar jam pelajaran di mana bukan menjadi tanggung jawab sekolah lagi. Namun, sebenarnya sekolah bisa mengantisipaasi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas ekstrakulikulernya. Dengan penyaluran positif siswanya, kualitas sekolah dengan sendirinya meningkat. Salah satu kegiatan positif yang saat ini banyak dipandang sebelah mata oleh sekolah adalah gerakan pramuka.
Modernisasi Pramuka
Gerakan Pramuka merupakan sebuah contoh kegiatan positif dimana pelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan, pelatihan kepemimpinan, dan mengasah kepekaan sosial. Dengan modernisasi kegiatan-kegiatan yang menyesuaikan kondisi zaman, saya yakin Pramuka bisa mendidik mental para pelajar dan menghindarkan mereka dari kegiatan tidak penting sepulang sekolah seperti tawuran.
Bagaimana kondisi gerakan pramukan saat ini?
Sayang sekali pelaksanaan gerakan Pramuka banyak dipandang sebelah mata oleh sekolah. Berbagai sekolah tidak memberikan porsi yang cukup untuk kegiatan ini. Dianggap ketinggalan zaman, sekolah kemudian memasukkan gerakan Pramuka ke dalam ekstrakulikuler pilihan. Tidak banyak lagi sekolah yang memasukkan kegiatan ini sebagai ekstrakulikuler wajib. Pramuka disamakan dengan ekstrakulikuler olahraga atau pun kesenian.
Kalaupun diwajibkan oleh sekolah, kegiatannnya dari dulu tidak banyak berubah. Apa yang diajarkan adalah ‘warisan’ kurikulum pramuka dari tahun-tahun sebelumnya. Padahal kegiatan ini menurut saya apabila sekolah peduli, mereka bisa merombak kurikulum pramuka di sekolahnya dan menyesuaikannya dengan perkembangan zaman.
Tidak hanya dari pihak sekolah, banyak pelajar sendiri melihat kegiatan pramuka sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu, menganggu jam istirahat dan belajar, membuat capek dan tidak bermanfaat. Pengalaman saya sebagai Pramuka Penegak Bantara di sekolah saya dulu, banyak orang tua yang tidak memperbolehkan anaknya capek-capek mengikuti kegiatan pramuka sebab dinilai tidak bermanfaat.
Sekolah sebenarnya dapat membuat kegiatan pramuka menjadi lebih menarik dan sesuai perkembangan zaman. Untuk menarik pramuka siaga yang berusia di bawah sepuluh tahun, sekolah bisa memperbanyak permainan kelompok dan belajar kesenian untuk mereka. Untuk Pramuka Penggalang di usia SD-SMP berbagai ketrampilan seperti fotografi, berdebat, hingga kesenian modern dapat diajarkan kepada mereka.
Begitu halnya dengan Pramuka Penegak usia SMA dan Mahasiswa, kegiatan SAR, cinematogtrafi atau pembuatan film, jurnalistik dan kewirausahaan dapat diajarkan kepada mereka dengan lebih santai. Dengan membuat kurikulum kegiatan pramuka yang menarik dan modern, saya yakin siswa akan lebih banyak yang tertarik mengikuti kegiatan ini.
Modernisasi kegiatan pramuka tersebut memang sangat bergantung dengan pembina, dalam hal ini guru yang mendidik di sekolah tersebut. Dengan memberi perhatian penuh pada hal-hal di atas, tentu siswa menjadi lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pramuka ini. Belajar organisasi perlu diajarkan pada anak anak sejak dini, sehingga agresifitas mereka tersalurkan untuk hal-hal yang positif.
Saya sendiri mengikuti pramuka dari SD hingga SMA. Keuntungan mengikuti organisasi sejak kecil saya rasakan sampai sekarang. Belajar mencari permasalahan dan memecahkannya menjadi salah satu manfaat yang hingga kini saya gunakan dalam bekerja maupun berorganisasi. Sebagai penutup berikut lirik lagu Hymne Pramuka yang mungkin pernah kita nyanyikan sewaktu sekolah dulu, ada yang masih ingat bagaimana menyanyikannya?
Kami Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satyaku, kudharmakan
Dharmaku, kubaktikan
Agar jaya Indonesia, Indonesia Tanahairku
Kami jadi pandumu.
Tautan:www.albhum2005.com