Maraknya tayangan tak mendidik di televisi selama ini kurang disikapi secara tegas oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik pusat dan daerah, kata analis media Universitas Diponegoro Semarang, Triyono Lukmantoro.
“Sebagai lembaga pengawas penyiaran, KPI dan KPID seharusnya lebih tegas menindak atas tayangan yang dapat merugikan penonton, terutama kalangan anak-anak,” katanya di Semarang, Selasa.
Kerugian atau dampak buruk tayangan televisi oleh anak-anak sebagai penonton, kata dia, lebih bersifat jangka panjang jika dibanding penontonnya dari kalangan dewasa, sebab anak-anak cenderung menerima begitu saja apa yang disaksikan.
Pengajar ilmu komunikasi FISIP Undip itu menjelaskan, tayangan-tayangan televisi yang tidak berisi unsur pendidikan, yakni tayangan tak mendidik sangat rentan memberikan efek negatif pada anak-anak.
Ia menjelaskan, tayangan-tayangan hiburan di televisi seringkali berisi percakapan dan adegan yang kurang layak ditonton, seperti adegan kekerasan dan percakapan yang merendahkan orang tua,” katanya.
“Bahkan, film-film kartun yang ditayangkan di Indonesia pun ada yang kurang layak ditonton oleh anak-anak karena konten percakapannya (tokoh-tokoh kartunnya, red.) bersifat merendahkan orang lain,” katanya.
Menurut dia, anak-anak belum bisa memahami apakah tayangan yang ditonton layak ditiru atau tidak sehingga perlu ada proteksi terhadap tayangan-tayangan televisi agar jangan sampai membuat anak-anak menjadi korban.
“Sebenarnya, media memiliki beberapa fungsi, seperti pendidikan, sosialisasi, hiburan, pengawas kehidupan masyarakat. Sayangnya, pendidikan kerap dilupakan media, dengan hanya mengedepankan fungsi hiburan,” katanya.
Kurang proaktif
Di sisi lain, kata dia, KPI dan KPID sebagai pengawas penyiaran kurang proaktif dalam melindungi masyarakat dari tayangan-tayangan “sampah” dan kerap menunggu terlebih dulu laporan dari masyarakat.
“Seharusnya, tanpa masyarakat harus melaporkan, lembaga pengawas media harus bertindak tegas terhadap tayangan yang dapat merugikan penonton, jika perlu tayangan tersebut dilarang untuk ditayangkan,” katanya.
Sementara itu, ia menilai, peran orang tua juga tidak boleh dikesampingkan dalam mengawasi anak-anaknya menonton program siaran di televisi, sebab mereka adalah orang terdekat yang harus aktif sebagai pengawas.
“Masalahnya, orang tua memang tidak bisa mengawasi anak terus-menerus selama 24 jam karena memiliki keterbatasan. Namun, setidaknya orang tua perlu meningkatkan perannya dalam mengawasi tayangan yang ditonton anaknya,” kata Triyono.