SUATU hari seorang bapak mengeluh tentang anaknya yang duduk di SMA. Bapak itu mengatakan bahwa anaknya sangat jauh berbeda. Tidak seperti waktu masih di SMP.
[media-credit name=”google” align=”alignleft” width=”300″][/media-credit]Dulu anaknya itu mematuhi perintah-perintahnya. Sekarang anak itu sulit diatur. Dia lebih suka bermain game di komputer. Sampai tidak tahu waktu.
Bapak itu berkata, “Anak saya sekarang ini lebih banyak waktu di depan komputer. Begitu selesai sekolah, dia langsung menghilang. Tidak makan dulu. Sampai jam lima sore baru pulang ke rumah.”
Situasi seperti ini membuat bapak itu semakin resah. Ia semakin sulit mengatasi anaknya. Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh anaknya. Tentang makan, misalnya, anaknya selalu mengatakan ia sudah makan. Padahal nyata-nyatanya belum makan. Ia khawat kalau-kalau anaknya itu nanti jatuh sakit.
Bapak itu berkata, “Anak saya ini pernah sakit berat, karena kurang gizi. Dia harus dirawat di rumah sakit beberapa hari. Saya harus keluarkan biaya untuk rumah sakit. Padahal saya ini bukan orang kaya…”
Bapak itu tidak punya cara lagi untuk menghentikan kebiasaan buruk anaknya. Suatu hari bapak itu mendapatkan satu cara yang menurutnya sangat ampuh. Ia membelikan anaknya sebuah komputer lengkap dengan gamenya. Ia merasa senang melihat anaknya tidak meninggalkan rumahnya. Namun kebiasaan anaknya tetap sama. Ia terpaku di depan komputer itu bermain game.
Alat-alat tekhnologi canggih yang kita miliki itu hanyalah sarana yang membantu kita untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan.”
Manusia mudah terkecoh
Sahabat, alat-alat modern sedang menguasai hidup manusia. Manusia mudah terkecoh oleh hadirnya barang-barang elektronik yang mewah itu. Seolah-olah alat-alat itu menjadi segalanya dalam hidup manusia. Orang gampang tergoda. Orang sulit untuk melepaskan diri dari pengaruh alat-alat teknologi cangggih.
Keresahan bapak terhadap kebiasaan anaknya dalam kisah tadi menjadi salah satu contoh betapa orang mudah dikuasai oleh kecanggihan teknologi. Karena itu, orang mesti ingat bahwa alat-alat tekhnologi itu hanyalah sarana yang memudahkan manusia dalam hidup ini. Alat-alat itu bukanlah segalanya. Alat-alat itu mesti diperlakukan sebagai sarana. Bukan hal yang utama dalam hidup manusia.
Ketika orang mengandalkan alat-alat teknologi canggih itu dalam hidup, orang akan mengalami keresahan dalam hidupnya. Orang tidak akan mengalami ketenteraman dalam hidup ini. Rasa damai menjadi hilang. Orang akan bertengkar satu sama lain.
Sebagai orang beriman, kita mesti mengandalkan kekuatan Tuhan dalam hidup ini. Damai akan terjadi dalam hidup ini. Ketika orang mengandalkan Tuhan, yang terjadi adalah orang menjalani hidup ini dengan tenteram. Tidak akan ada keresahan dalam hidup ini. Soalnya, apakah manusia mau menyerahkan hidupnya kepada Tuhan? Atau manusia lebih mengandalkan diri dan alat-alat tekhnologi canggih dalam hidupnya?
Mari kita andalkan Tuhan dalam hidup ini. Alat-alat tekhnologi canggih yang kita miliki itu hanyalah sarana yang membantu kita untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan. Tuhan memberkati.
Benar rm, sesungguhnya manusialah yg menentukan bagaimana teknologi itu akan digunakan bagi hidupnya. Untuk hal baik atau buruk?.sy cukup kagum saat2 ini social media digunakan utk kegiatan kemanusiaan (bencana, transfusi darah) atau kepekaan sesama lainnya (kasus prita).tapi juga miris saat prostitusi via cyber juga makin marak. It takes two tango.sy sendiri senang bisa baca sesawi dimana saja sy ada waktu luang. Trm ksh rm.