Teladan Hidup Buya Syafii Ma’arif

0
341 views
Prof Syafi'i Maarif alias Buya Maarif. (Ist)

Puncta 09.06.22
Kamis Biasa X
Matius 5: 20-26

BELUM lama kita kehilangan seorang Islam teladan, guru bangsa, tokoh toleransi dan keberagaman yakni Buya Ahmad Syafii Ma’arif, yang berpulang ke rahmatullah pada akhir Mei kemarin.

Semoga Buya damai abadi dalam kerahiman Tuhan.

Beliau adalah tokoh lintas iman yang punya relasi dekat dengan tokoh-tokah agama lain seperti Bapak Kardinal Darmaatmaja, Romo Magnis-Suseno, Bikhu Panyavaro dan tokoh-tokoh nasional.

Tutur kata dan sikapnya yang sejuk, lembut penuh kebapakan mengayomi semua orang dari lapisan dan tradisi yang berbeda.

Dalam diri Buya kita melihat dasar keagamaan yang kuat sekaligus kemanusiaan yang dalam.

Banyak kata-kata bijak yang diwariskan kepada kita.

Beliau pernah berkata; “Islam yang damai, Islam yang konstruktif dan Islam yang dapat mengayomi bangsa ini dengan tanpa membeda-bedakan suku, agama dan lain-lain. Itulah Islam yang benar. Keislaman harus satu nafas dengan Keindonesiaan dan kemanusiaan.”

Ungkapan-ungkapannya tajam menyentak kedalaman nurani dan pikiran.

Misalnya beliau berujar, “Kata-kata ‘tidak apa-apa’ sengsara di sini (dunia), yang penting bahagia di sana (akhirat) adalah kicauan manusia pemalas.”

Menanggapi berita-berita bohong, ujaran kebencian, hoax di medsos, Buya pernah mengingatkan, “Orang yang waras jangan hanya diam, fenomena ini harus dilawan. Medsos itu dikuasai orang-orang yang tidak waras. Kaum sumbu pendek ini berbahaya sekali. Jangan hanya diam saja.”

KH Mustofa Bisri menyatakan bahwa Buya istikamah menjadi guru bangsa, istikamah menjadi teladan umat, istikamah dalam akhlakul karimah. Gus Mus menyamakan Buya sebagai seorang waliyullah.

Hari ini Yesus mengajar kepada orang banyak, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”

Sabda Yesus itu bisa membumi dan mendapat perwujudannya dalam hidup seorang Buya Syafii Maarif.

Beliau menjalankan agamanya dengan benar dan melebihi orang lain dengan contoh teladan hidupya.

Beliau membawa damai kepada semua orang yang berbeda-beda suku, agama dan budayanya.

Bagi Yesus tidak ada faedahnya orang membawa persembahan, hidup doanya rajin tetapi hatinya dipenuhi dengan kebencian dan permusuhan pada orang lain.

“Tinggalkan persembahanmu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu.”

Hidup keagamaan yang benar mesti sejajar dengan hidup berdamai dengan semua orang.

Semakin beragama semakin menghargai dan mencintai sesama.

Ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi hanya mementingkan formalitas keagamaan, tetapi tidak mewujudkannya dalam tindakan nyata.

Marilah kita dalami iman kita tetapi juga sekaligus menghormati dan mengasihi sesama yang berbeda-beda.

Pergi ke pasar membeli ketela.
Singgah dulu menawar semangka.
Kalau orang makin beragama,
Makin rendah hati dan cinta sesama.

Cawas, berdamai dengan sesama….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here