Temu Moderatores Orang Muda Katolik (TEMOD OMK) Regio Jawa Plus tahun 2011 diselenggarakan di Youth Sprituality Center (YSC), Wisma Salam, Magelang, 9-14 Mei lalu. Peserta merupakan wakil dari 17 keuskupan di Indonesia dengan jumlah 80 orang, termasuk Keuskupan Agung Semarang (KAS) sebagai tuan rumah. Misa pembukaan dan Opening Ceremony dibuka langsung oleh Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr. Johannes Pujasumarta.
“Perjumpaan antar manusia dapat menjadi momen untuk suatu perubahan. Temu Moderatores ini pun tentu juga dimaksud agar terjadi perjumpaan para moderatores dan pendamping orang muda agar menjadi momen untuk suatu perubahan. Berbagi pengalaman, cita-cita dan mimpi dapat saling memperkaya dan meneguhkan hidup dan pelayanan kita bersama orang muda dan bagi orang muda,” tutur Mgr Pujasumarta saat sambutan.
Mengawali acara Temod, di hari pertama peserta diajak untuk menyadari diri bahwa kita, sebagai manusia, sering menyakiti baik pikiran, perkataan maupun hati Yesus Kristus. Setiap peserta yang datang disambut dengan pembasuhan kaki oleh panitia dengan tradisi Jawa. Pada hari Kedua dan Ketiga, peserta mengikuti LIVE IN di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta dan Paroki Santa Maria Lourdes Sumber.
Refleksi yang didapat teman-teman dari LIVE IN di Paroki Santa Maria Lourdes Sumber adalah bahwa penderitaan bukan sebuah halangan dalam proses bersyukur. Warga sekitar Merapi terus bekerja keras dengan harapan akan menjadi bahagia di kemudian hari. Jadi, apa pun yang kita lakukan terhadap alam, maka alam pun akan merespon persis seperti sikap kita terhadap alam. Refleksi yang didapat teman-teman dari LIVE IN di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Yogyakarta, ternyata umat setempat mempunyai semangat spritualitas yang tinggi. Begitu pula dengan OMK-nya, meski mereka tidak mendapatkan dukungan maksimal, misalnya dana, dari pastor paroki dan dewan pastoral parokinya, namun mereka tetap bersemangat dalam pelayanan. Selain mendapatkan pengalaman dari LIVE IN, para peserta juga mendapatkan pengalaman berharga dari tokoh spritualitas setempat, diantaranya Rm. Utomo, Pr dan Rm. Kirjito, Pr. Rm. Utomo merupakan seorang pastur sepuh, berusia 82 tahun, namun tetap jernih dalam pemaknaan sabda, hidup, dan pewartaan Yesus bagi pastoral zaman sekarang.
Pada hari Keempat, peserta belajar dan berlatih Neuro Linguistic Programming (NLP) yang dibawakan oleh Drs. Istoto Suharyoto, MM., CH., CHt., CL., LMP-NLP. NLP merupakan studi yang mempelajari tentang bagaimana manusia dapat menjadi yang terbaik (excellent) dan menjadi salah satu cara bagi pendampingan yang baik bagi orang muda. Esoknya, di hari kelima, peserta mengikuti 6 kegiatan Out Bound, yaitu Spider Cube, Bangun Menara, Halang Rintang, Raftling, Traffic Jump, dan Pipe Line. Refleksi yang didapat dari keenam kegiatan tersebut adalah perlunya kerja sama tim dan saling percaya satu dengan yang lainya dalam sebuah tim atau kelompok. Apa pun rintangan yang menghadang kita harus menghadapinya dan tetap fokus dengan rencana yang telah direncanakan. Kita juga harus terus belajar dan berlatih (trial and error), karena kegagalan bukanlah menjadi halangan untuk maju.
Hari terakhir, peserta merangkum semua kegiatan yang telah dilakukan dan membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) bagi keuskupan masing-masing. Pukul sebelas para peserta menghadiri Misa Penutup TEMOD OMK 2011. Setelah makan siang, satu persatu para peserta kembali pulang ke daerahnya masing-masing. TEMOD OMK 2012 akan dilaksanakan di Keuskupan Bogor. “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu, dan dalam kesucianmu.” (1 Tim 4:12).
Semoga setiap perjumpaan, dan perjumpaan yang selenggarakan dengan orang muda mengantar kita pada perjumpaan dengan Yesus. “Daya pikatnya luar biasa, sehingga kita pun tidak bisa bersikap lain, kecuali ‘meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus’,” ajak Monsignouer.
laporan: Yohanes Dhani – Bogor, orangmudakatolik.net
Mudah-mudahan penanggulangan HIV/AIDS di Jayawijaya dapat terus diitkgnatkan.Kerjasama semua pihak amat penting dalam mengurangi stigma terhadap penderita. Rumah singgah/shelter bukanlah tempat pembuangan , bahkan mungkin bisa dikemas sehingga menjadi tempat pemberdayaan bagi penderita, dan juga menjadi jembatan follow up dari rumah sakit. Para Dokter/ Perawat / Kader perlu dibekali pengetahuan yang benar, juga dukungan terhadap kesinambungan pengobatan dgn ARV. Memang program penanggulangan HIV/AIDS tidak mudah, tetapi maju terus yaaah .. Good luck .