Temu Pastoral Keuskupan Ketapang: Penggerak Umat di Daerah Miskin Informasi (2)

0
353 views
Temu Pastoral Keuskupan Ketapang menghadirkan para penggerak OMK di daerah miskin informasi. Di antaranya adalah Pak Parman yang memberikan kesaksiannya. (Fr. Dictus Pr)

MEMASUKI hari kedua Temu Pastoral Keuskupan Ketapang 2017, peserta Temu Pastoral mulai mengupas tema “Gereja sebagai Umat Allah”. Sesi hari kedua diawali dengan evaluasi program-program pendampingan OMK dan pelaksanaan tahun kerahiman selama satu tahun.

Keuskupan Ketapang memiliki perhatian besar pada pastoral orang-orang muda. Para imam dan umat mengevaluasi program yang sudah berjalan sekaligus mencari terobosan pastoral untuk dilakukan ke depan. “Kami sudah mengadakan kaderisasi dengan perwakilan dari setiap paroki. Harapannya, mereka bisa membuat acara serupa di paroki masing-masing,” ungkap Rm. Koko, pastor rekan di Paroki Marau.

Baca juga:  Temu Pastoral Keuskupan Ketapang: Gereja sebagai Umat Allah (1)

Selain mengevaluasi program yang sudah berjalan, Tepas hari kedua ini juga menggali pengalaman dari perwakilan umat di beberapa stasi. Para peserta diajak untuk melihat perjuangan mereka untuk menggerakkan umat di tingkat stasi sebagai bagian dari tugas umat beriman.

“Di zaman sekarang ini, kita dimeteraikan sebagai umat Allah berkat kesatuan dalam penderitaan Kristus dan kesanggupan kita untuk menjalankan tiga tugas Kristus,” ungkap Rm. Laurentius Sutadi ketika memberi pengantar diskusi.

Para peserta diajak untuk menyadari tugasnya sebagai umat Allah sekaligus belajar dari pengalaman umat di lapangan.

Para peserta Temu Pastoral Keuskupan Ketapang tengah mendengarkan kesaksian Pak Parman.

Tiga orang umat mensharingkan pengalamannya untuk menggerakkan umat di stasi mereka masing-masing. Pak Kris, salah satu umat stasi di Paroki Air Upas mengatakan bahwa harus ada aktivis atau penggerak utama yang bisa menjadi lokomotif. Di stasi yang warganya mayoritas transmigran itu, dikisahkan gerak umat yang baik dan bergairah, meskipun hanya dikunjungi pastor dua kali dalam satu bulan. “Gereja harus terus hidup dan tanpa keterlibatan kaum awam, Gereja akan terseok-seok,” kata Pak Kris mengakhiri sharing pengalamannya.

Kisah berbeda dibagikan oleh Pak Aan, umat Stasi Sungai Daka, Paroki Sepotong. Jarak stasi ini dengan paroki sekitar 30 km dengan jalanan aspal yang amat licin. Ia mengisahkan keprihatinan pada banyaknya umat yang tidak aktif di Gereja. Keprihatinan itulah yang menggerakkannya untuk terlibat aktif sebagai pengurus stasi yang memiliki umat 1.755 jiwa, meskipun ia baru saja dibabtis. Ia bersama dengan para pengurus lain berusaha membuat program kerja yang dapat menggerakkan umat, mulai dari doa bersama, kerja bakti, hingga rela mendatangi umat yang tidak lagi aktif dalam hidup menggereja.

Daerah Kurang Informasi (DKI)

Kesaksian menarik juga datang dari seorang umat Stasi Kembera.

“Nama saya Parman berasal dari DKI, Daerah Kurang Komunikasi,” katanya memperkenalkan diri.

Pak Parman dari Stasi Sungai Daka, daerah kurang informasi (DKI) yang jauhnya 200-an km dari ‘pusat kota’ Ketapang. (Fr. Dictus)

Ia mengisahkan sejarah hidupnya sebagai penganut animisme sebelum menjadi orang katolik. Bahkan, ayahnya adalah seorang dukun besar. Akan tetapi, sejak menjadi katolik ia justru sungguh-sungguh menghayati Injil sebagai semangat hidupnya. “Ketika orang datang minta diajari mantra-mantra, maka saya ajarkan ayat-ayat Kitab Suci padanya,” ungkapnya yang diikuti dengan tawa para peserta Tepas.

Kaum awam yang bergerak di tengah komunitas stasi itu menjadi sungguh berarti bagi gerak langkah pastoral Keuskupan Ketapang yang memiliki banyak stasi. Peran kaum awam di tingkat stasi, dimana akses komunikasi tidak sepenuhnya lancar, pewartaan tetap harus berjalan. Di tengah kesibukan dan keterbatasan, mereka punya kepedulian terhadap pembangunan umat Allah di mana pun mereka berada.

Akhirnya, mereka inilah penggerak umat di DKI (Daerah Kurang Informasi) Keuskupan Ketapang karena keterbatasan akses dan keterbatasan diri mereka. Kalau ditanya alasan mereka mau melakukan ini semua, jawabannya tentu soal panggilan. Mereka selalu dikobarkan oleh semangat pelayanan dalam kasih (Serviens in Caritate), meskipun tidak semua usaha mereka bisa dilihat hasilnya saat ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here