KEANEKARAGAMAN liturgi dan kesatuan liturgi. Mengapa satu misteri Kristus dirayakan oleh Gereja dalam bermacam-macam tradisi liturgi?
(Kompendium Katekismus Gereja Katolik 247; bdk. KGK 1200-1204, 1207-1209)
Jawabannya, karena kekayaan misteri Kristus yang tak terperikan itu tidak dapat dimuat oleh tradisi liturgi mana pun. Karenanya sejak semula, kekayaan itu diungkapkan melalui bermacam-macam bangsa dan budaya dalam bermacam-macam cara yang bercirikan keanekaragaman yang indah dan saling melengkapi.
Tradisi liturgi dan katolisitas Gereja
Mulai dari Jemaat Perdana di Yerusalem sampai kepada kedatangan Kristus kembali, Gereja-gereja Allah yang Setia kepada iman apostolik, merayakan di mana-mana misteri Paskah yang sama. Misteri yang dirayakan dalam liturgi, tetap satu saja. Hanya bentuk perayaannya yang berlainan.
Misteri Kristus itu kaya dan tak terbatas, sehingga tidak ada satu liturgi yang dapat menyatakannya secara sempurna dan penuh.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan ritus-ritus memberi kesaksian mengenai keanekaragaman yang mengherankan dan saling melengkapi.
Selama Gereja-gereja yang mempraktikkan tradisi-tradisi liturgi yang berbeda ini, hidup dalam persekutuan iman dan sakramen-sakramen iman, mereka saling memperkaya dan menjadi lebih kuat dalam kesetiaan kepada tradisi dan kepada pengutusan bersama seluruh Gereja (bdk. Seruan Apostolik Paus Paulus VI tentang Evangelisasi Katolik, Evangeli Nuntiandi (EN) 63-64).
Tradisi liturgi yang berbeda-beda tumbuh dari pengutusan Gereja. Gereja-gereja yang berasal dari wilayah geografis dan kebudayaan yang satu dan sama, secara perlahan-lahan mulai merayakan misteri Kristus dalam bentuk perwujudan yang khusus dan sesuai dengan kebudayaan tertentu. Perbedaan bentuk terdapat dalam gaya dan cara penyampaian ajaran iman (bdk. 2 Tim 1:14), dalam lambang liturgi, dalam struktur persekutuan persaudaraan, dalam pemahaman teologis mengenai misteri dan dalam bentuk kekudusan. Dengan demikian melalui kehidupan liturgi satu Gereja tertentu, Kristus, Terang dan Keselamatan semua bangsa, disampaikan kepada bangsa dan kebudayaan, kepada siapa Gereja ini diutus dan di dalam siapa ia berakar. Gereja mencakup segala sesuatu: ia dapat memurnikan segala kekayaan kebudayaan yang benar dan dengan demikian mengintegrasikannya ke dalam kesatuannya sendiri (bdk. Dua dokumen Konsili Vatikan II yakni Konstitusi Dogmatis tentang Gereja LUMEN GENTIUM/LG 23 dan Dekrit tentang Ekumenisme, UNITATIS REDINTEGRATIO/UR 4).
Tradisi-tradisi liturgi atau ritus-ritus yang dewasa ini digunakan di dalam Gereja adalah ritus Latin (terutama ritus Roma. Tetapi juga ritus Gereja lokal tertentu seperti ritus Ambrosius atau ritus ordo tertentu); juga ritus Bisantin, ritus Aleksandria atau Koptik, ritus Siria, Armenia, Maronit dan Kaidea.
Karena itu, dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium (SC), para Bapa Konsili Vatikan II menegaskan demikian:
“Akhirnya, setia mengikuti tradisi, Konsili suci menyatakan pandangan Bunda Gereja yang kudus, bahwa semua ritus yang diakui secara sah mempunyai hak dan martabat yang sama. Gereja menghendaki agar ritus-ritus itu di masa mendatang dilestarikan dan dikembangkan dengan segala upaya.” (SC 4).
Perayaan liturgi harus sesuai dengan jiwa dan kebudayaan bangsa yang berbeda-beda (bdk. SC 37-40).
Supaya misteri Kristus diwartakan kepada semua bangsa, “untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman” (Rm 16:26), haruslah ia diwartakan, dirayakan dan dihidupkan dalam semua kebudayaan. Sementara itu kebudayaan tidak dihapus oleh misteri, tetapi dibebaskan dan disempurnakan. Oleh kebudayaan manusiawi yang mereka miliki yang diterima dan diubah Kristus, anak-anak Allah dapat masuk kepada Bapa dan memuliakan Dia dalam satu Roh (bdk. Seruan Apostolik Post-Sinode Yohanes Paulus II tentang Katekese di Zaman Kita, Catechesi Tradendae (CT) 53).
Maka ajaran Gereja Katolik menyimpulkan:
Sungguh tepat bahwa perayaan liturgi mencari jalan untuk mengungkapkan diri dengan bantuan kebudayaan bangsa, di mana Gereja berada, tanpa menggantungkan diri kepadanya. Tetapi liturgi sendiri juga mampu menghasilkan dan membentuk kebudayaan.
Tradisi liturgi yang berbeda-beda tetapi yang diakui secara resmi itu memberi kesaksian mengenai katolisitas Gereja; karena melalui tanda, mereka menyatakan misteri Kristus yang satu dan sama dan menyampaikannya.
Kriterium yang menjamin kesatuan dalam keanekaragaman tradisi-tradisi liturgi adalah kesetiaan kepada tradisi apostolik. Artinya kepada persekutuan dalam iman dan dalam sakramen-sakramen, yang Gereja terima dari para Rasul. Persekutuan ini nyata dalam suksesi apostolik dan dijamin olehnya.
Allah yang Mahakuasa menyertaimu, membimbingmu dan memberkatimu dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.