Renungan Harian
Kamis, 18 Agustus 2022
Bacaan I: Yeh. 36: 23-28
Injil: Mat. 22: 1-14
SEPASANG suami istrei bersama anak laki-lakinya datang menemui saya. Ketiganya tampak bersedih’ entah apa yang terjadi. Setelah berbasa basi sebentar, bapak itu menyampaikan uneg-unegnya.
“Romo, kami, saya dan isteri amat bersedih dan sekaligus jengkel dengan anak kami ini. Seandainya saja ia mau mendengarkan dan menuruti nasihat kami, tentu halnya tidak akan terjadi seperti ini.
Romo, anak kami ini melamar kerja di sebuah perusahaan besar di Jakarta. Pendaftaran melalui online dan beberapa proses dijalani melalui online pula.
Ia telah menjalani beberapa tes dan berita yang menggembirakan adalah dia diterima. Namun ada satu yang harus dijalani yaitu tes kesehatan dan wawancara terakhir di Jakarta. Romo jadwal sudah ditentukan hari, dan jamnya juga sudah diberitahukan.
Sejak berita dan jadwal itu keluar kami sudah selalu mengingatkan dia untuk siap-siap dan berangkat jangan mepet, karena tidak tahu lalu lintas. Bahkan kami menyarankan agar di berangkat dua hari sebelumnya atau paling telat satu hari sebelumnya.
Ia selalu menjawab “iya”.
Romo, sehari sebelum jadwal dia wawancara, saya kembali mengingatkan; bahkan ibunya mendesak agar segera berangkat karena itu acara penting.
Ia seperti biasa menjawab “iya”, tetapi hari itu dia pergi dengan teman-temannya menurut dia ada teman yang ulang tahun.
Pukul 11 malam ia baru pulang, dan kami menyarankan agar berangkat sekarang naik mobil pelan-pelan sampai Jakarta masih bisa istirahat.
Tetapi dia mengatakan bahwa berangkat subuh masih kekejar. Ibunya sempat marah-marah tetapi anak ini mengatakan bahwa berangkat subuh tidak masalah.
Romo, ia bangun agak terlambat dan pergi, dan menurut dia tidak masalah. Tetapi apa yang terjadi Romo, menurut dia di jalan tol macet parah, bahkan berjam-jam tidak bergerak.
Akibatnya, ia sampai di sana terlambat dan ditolak. Tentu kami amat kecewa semua apa yang dia usahakan selama ini sia-sia.
Meskipun kami amat kecewa, kami sudah menerima mungkin bukan rezekinya. Tetapi masalahnya anak saya ini romo, sejak kejadian itu menjadi sering marah-marah, banyak diam di kantor dan selalu menyalahkan dirinya.
Jadi kami terganggu dan kasihan juga romo.
Romo mohon bantuan untuk anak saya ini,” bapak itu menutup kisahnya.
Pengalaman anak muda yang menunda-nunda dan “menggampangkan” membuat dia harus kehilangan sesuatu yang diidam-idamkan.
Kekecewaannya membuat dia menjadi stres dan selalu dihantui dengan penyesalan terus menerus.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius menggambarkan bagaimana undangan keselamatan yang disia-siakan.
“Perjamuan nikah telah tersedia, tetapi yang diundang tidak layak untuk itu.”